Merry Christmas From Darfur….

Biarpun jauh dari keluarga (…salah satu hal yang paling menyedihkan) pada hari Natal ini, tidak mengurangi niat kami (anggota FPU yang beragama Nasrani) untuk merayakan Lahirnya Yesus Kristus ke dalam dunia ini untuk menyelamatkan seluruh umat di Dunia….. Ia yang disebut “Raja Damai” membawa kedamaian dihati kami… dan mungkin akan membawa kedamaian juga bagi warga Darfur yang sedang tercabik – cabik akibat konflik yang tidak kunjung selesai ini…………

Natal Sederhana di Hall Transit Camp FPU Indonesia....
.... Pohon natal bukan dari cemara tapi pohon perdu, karena tdk ada pohon cemara... 🙂

Acara dilaksanakan dengan sederhana di dalam “Hall” tenda kami.. serta mengundang “tetangga” kami Rwanda Batallion…. dilanjutkan dengan makan malam bersama di “Dining Hall” kami… kamipun saling mengisi acara dengan vokal group masing-masing…

Kolaborasi Vocal Group dari Rwanda Batalion dan FPU
Kolaborasi Vocal Group dari Rwanda Batalion dan FPU

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengucapkan “Selamat Natal dan Tahun Baru” Kepada semua yang merayakannya, teriring permintaan kami agar pembaca blog ini mendoakan keselamatan kami semua selama mengikuti tugas di Darfur ini…..

Kami semua FPU Indonesia dan Rwanda Batalion mengucapkan Selamat Natal 08 dan Tahun Baru 09, God Bless U All
FPU Indonesia dan Rwanda Batalion mengucapkan Selamat Natal 08 dan Tahun Baru 09, God Bless U All

Khusus juga saya ucapkan selamat Natal kepada istri tercinta Amy, anak – anakku Alessandro, Carlo dan Matteo… Aku mencintai kalian semua…

Oh no…! Not Goat Again….

Baca judulnya : Kambing, Kambing dan Kambing lagi…

Penduduk Darfur mayoritas pekerjaannya adalah pengembala ternak, hampir disetiap rumah penduduk di Darfur mempunyai ternak di halaman rumahnya, Sapi, Kambing, Domba, Donkey atau onta…. itu dalam skala keluarga…. dalam suatu lingkungan biasanya ada juga yang menjadi “pemain besar” , mereka mempunyai ratusan bahkan ribuan ternak………

Pada saat kami tinggal di Cam Zam Zam El Fasher, saya melihat ribuan Sapi dan kambing atau Domba melewati Camp kami pada pagi hari untuk mencari rumput, dan pada sore harinya kembali melewati jalan yang sama, convoy sapi yang terpanjang pernah saya lihat adalah barisan sapi dari paling depan sampai ke belakang sampai 4 kilometer panjangnya…. bayangkan berapa ribu sapi dalam rombongan itu….

Dengan kondisi ini bisa ditebak, harga daging pasti murah sekali……. sebagai gambaran seekor sapi besar disini hanya seharga 400 pound, kalau di rupiahkan seharga 2 juta rupiah, dan seekor Kambing 55 Pound atau seharga 200 ribu rupiah…. murah kan.. ?

Bakar .. bakar jangan sampe gosong yaaa....
Bakar .. bakar jangan sampe gosong yaaa....

Kondisi ini ternyata tidak disia – siakan oleh para anggota FPU, dengan patungan dalam jumlah uang yang sedikit bisa pesta barbeque… dalam moment moment tertentu, secara bergantian, dan yang menjadi favorit adalah barbeque Kambing……. katanya mereka sih untuk perbaikan Gizi … 🙂 selama saya disini, sering sekali mereka mengundang saya: “Komandan, nanti malam diharapkan datang ke tenda, kita nyate kambing…” Weleh – weleh.. apa pada ngga pada tau saya mengidap kolesterol agak tinggi apa yaaaaaaa :mrgreen:

Desert Party dengan menu...... Sate Kambing, sop Kambing.. all Kambing
Desert Party dengan menu...... Sate Kambing, sop Kambing.. all in Kambing

Jadi jawaban saya selalu : “Oh No …! Not Goat Again…!” tetapi demi menghargai yah terpaksa datang juga dan mencicipi… namun malah keterusan, makan kambing kebanyakan……. waduuhhhh habis enak syiiih ! hahahha…….  :mrgreen:

PERSENJATAAN FPU INDONESIA: ARMORED PERSONAL CARRIER

Dalam kondisi yang sangat “Hostile” seperti di Darfur, dibutuhkan pengangkut personil yang mampu melindungi setiap personil FPU dalam melaksanakan tugasnya, terutama dalam tugas patroli dan pengawalan…. yang jelas standarnya harus paling tidak anti peluru dalam level tertentu yang sudah ditetapkan oleh PBB, kalau hanya mengandalkan mobil pick up patroli, yang jelas bakalan konyol… kondisi Darfur yang gurun pasir terbuka, tidak memungkinkan untuk setiap anggota mencari perlindungan ketika ada “Ambush” atau serangan mendadak.. lain halnya dengan kondisi di negara kita dengan mudahnya anggota mencari perlindungan ditempat sekitar, seperti pohon, tebing, rumah… bandingkan dengan kondisi di Darfur yang “Flat Land” tidak ada apa – apa untuk berlindung… satu – satunya adalah menggunakan Armored Personal Carrier (APC) yang tangguh, dan sesuai dengan “Terrain” gurun pasir….

Inilah versi Wolf yang digunakan oleh IDF
Inilah versi APC Wolf yang digunakan oleh IDF

Pada awalnya Mabes Polri kebingungan, mencari kira – kira APC yang mampu memberikan perlindungan maksimal bagi anggota FPU dan cocok juga dalam kondisi ganasnya gurun pasir…. setelah melakukan survey ke banyak negara, maka ditemukan suatu APC yang cocok untuk FPU, di asembbly di negara Jordania..  walaupun awalnya APC ini adalah reinkarnasi dari APC produksi negara Israel yang nama aslinya WOLF… sudah teruji dalam begitu banyak perang di jazirah arabia, yang memang daerah gurun… karena cerita hebat tentang ketangguhannya, kegesitannya, negara Jordania membeli hak paten WOLF dan memproduksinya dengan nama VIGOR…. dan bisa dipasarkan di negara-negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel…. termasuk Indonesia.

APC Vigor milik FPU Indonesia, yang di Assembly di Jordania
APC Vigor milik FPU Indonesia, yang di Assembly di Jordania

Wow … ternyata tidak salah pilih… dengan APC ini pasukan FPU indonesia dapat mengerjakan tugasnya dengan sangat baik, spesifikasi mesin VIGOR yang menggunakan mesin Ford dengan tenaga yang besar namun sangat lincah di lokasi Darfur yang berpasir… tekhnologi Israel terutama dalam elektonik diadopsi dalam APC ini sungguh “Fully Featured”, contohnya adalah GPS onboard, Radar dan banyak teknologi lainnya (hehehe sorry kalau spec lengkap tidak bisa dibeberkan disini), selain teknologi …ternyata faktor kenyamanan tidak terlupakan dari manufakturnya… dengan “Shock Absorber” yang independent sangat memberi kenyamanan bagi pengendaranya, ditambah lagi dengan persneling otomatis yang “Triptonic”, jadi kalau menaiki APC ini serasa sedang mengendarai sedan mewah seperti BMW seri terbaru …. he he he…….

Gabungan antara kekuatan, kelincahan dan kenyamanan...
Gabungan antara kekuatan, kelincahan dan kenyamanan...

Karena namanya yang “Personal Carrier” maka APC ini bisa mengangkut pasukan hingga 12 orang, dengan tidak berhimpitan… ruangan di dalampun cukup lega kok.. Makanya dalam tulisan saya sebelumnya saya sebutkan sebagai “kekasih” bagi seluruh anggota FPU…. dan aku bertambah cinta dengan mu, my APC ………..

Gurun pun kutempuh demi dikau kekasihku……

Perjalanan peralatan FPU yang sangat jauh dari Port Sudan ke Al Obeid yang berjarak 2700 Km, sungguh suatu tantangan tersendiri bagi team advance seperti saya, dengan segala tantangan baik cuaca maupun birokrasi yang panjang…. khususnya buat mendatangkan “kekasih” tercinta Armored Personal Carrier (APC) dan belasan truk milik kami, seyogiyanya perjalanan itu semua dari sudah di kontrakkan dengan perusahaan transportasi lokal….. dari Port Sudan sampai ke “final destination” El Fasher….. namun perusahaan ini menyerah pada sepertiga perjalanan, yaitu hanya sampai AL OBEID, kenapa ? karena sampai lokasi ini lah jalan aspal masih terjangkau, sisanya sepanjang 600 KM melewati gurun pasir, memang kalau dipaksakan bisa saja dilewati, namun yang mereka takutkan adalah tidak terjaminnya keamanan selama melewati sisa jalan ini, sudah ratusan kejadian berupa perampokan terjadi di sepanjang jalan ini…. baik bantuan makanan World Food Program (WFP) maupun peralatan militer milik PBB, kejadian paling mengkhawatirkan adalah dirampokkanya 2 (dua) Kontainer berisi amunisi milik China Engineering Batalion … suatu tamparan bagi PBB karena ternyata amunisi dalam salah satu kontener yang hilang adalah peluru 12,7 MM yang sering dipakai oleh kelompok pemberontak, makanya untuk mengantisipasi hal itu pihak PBB menyarankan agar setiap Troop Contribution Country (TCC) termasuk FPU Indonesia mengambil sendiri kendaraannya dari Al Obeid sampai El Fasher.

Beristirahat sejenak bersama sang kekasih.. dalam perjalanan menuju El Fasher
Beristirahat sejenak bersama sang kekasih.. dalam perjalanan menuju El Fasher

Perencanaan adalah hal yang sangat penting dalam melakukan convoy ini, terutama memikirkan aspek keamanan dan logistik  ( air, makan dan BBM) jarak yang 600 Km kalau jalan beraspal dapat ditempuh dalam waktu 10 Jam, namun dalam kondisi gurun pasir ditempuh dalam waktu 5 (lima) hari…. team mekanik, Protection Force, Driver yang berkemampuan baik dalam kondisi gurun…. yang menjadi tanggung jawab kami adalah membawa “kekasih” kami berupa 12 buah Truk dan 9 APC…

Akhirnya dalam waktu yang ditentukan, beberapa personil yang ditunjuk berangkat ke Al OBEID dengan charter flight, namun didahului beberapa hari sebelumnya oleh team mekanik, untuk mempersiapkan segala kendaraan agar siap dikendarai…..

Akhirnya juga demi “kekasih” tercinta, berangkatlah team pengemudi  FPU dari Al Obeid menuju El Fasher, melewati padang gurun, dengan segala keganasan alamnya….

kendala di perjalanan untungnya tidak ada yang terlalu berarti, hanya ada beberapa kendaraan yang terjebak dalam pasir dan ada kendaraan yang patah pernya…

Setelah melewati waktu tempuh 5 hari bersama sang “kekasih”  sampailah semua dengan selamat di El Fasher…. Raut muka yang lelah dan gosong terbakar matahari tidak mengurangi rasa gembira karena telah berhasil melaksanakan tugas….

Berfoto bersama setelah sang kekasih tiba...
Berfoto bersama sang kekasih setelah tiba...

Yes, we’re (writer) Blogger Family….

Ada 2 (dua) orang dari keluarga besar saya yang sudah sukses menjadi Blogger, apa sih standar sukses menjadi blogger ?? menurut saya …..tentunya kalau tulisan di blog telah diterbitkan menjadi buku, dan di Indonesia belum banyak blogger yang mendapat kesempatan tulisan di Blognya dicetak menjadi buku, saya sangat bangga karena ternyata ada dua orang dari keluarga besar saya yang bisa melakukan hal itu……

Yang Pertama adalah yayang tercinta, mantan pacar : Amelia Masniari berkat tulisannya yang spesifik dan melawan mainstream, sukses mengangkat cerita di blognya  “belanja sampai mati”  dalam buku “Miss jinjing (belanja sampai mati) yang diterbitkan oleh penerbit Gagas Media,  dan sampai sekarang, baru sebulan telah mencatat angka penjualan yang fantastis…..

Yayang tercinta, Amelia Masniari
Yayang tercinta, Amelia Masniari
Buku Miss Jinjing, oleh Penerbit Gagas Media
Buku Miss Jinjing, oleh Penerbit Gagas Media

Yang kedua adalah adik perempuan saya Trinity, ini adalah nama samaran dari nama aslinya Perucha… sukses juga mengangkat blognya “Naked Traveler” menjadi buku dengan judul yang sama, dan sampai sekarang telah dinobatkan menjadi buku traveler (khususnya buat “back packer”) paling sukses dalam sejarah penerbitan buku di Indonesia, Penerbitnya C-Publishing anak perusahaan Penerbit Mizan telah mencetaknya sampai cetakan ke 10.

Adik tercinta, Trinity
Adik tercinta, Trinity
Buku Naked Traveler oleh penerbit C-Publishing
Buku Naked Traveler oleh penerbit C-Publishing

Mungkin para blogger bertanya – tanya, bagaimana sih cara mereka berdua bisa membuat buku, apakah mereka mengirimkan artikel ke penerbit, merayu penerbit untuk mencetakkan bukunya, atau bahkan memodali sendiri penerbitan buku itu ? Jawabannya : Tidak……., Pihak penerbit sendiri yang mencari mereka dan mengajukan penawaran untuk menerbitkan tulisan di blog mereka menjadi sebuah buku…… kira – kira apa sih faktor yang menyebabkan penerbit tertarik untuk menerbitkan tulisan mereka di blog untuk menjadi sebuah buku ? menurut saya ada beberapa faktor :

1. Tulisan adalah karya orisinil tidak menjiplak karya orang lain….
2. Banyak penggemarnya…
3. Unik/khas menpunyai ciri tersendiri yang tidak dipunyai orang lain (berkarakter)
4. Konsisten dalam menulis…
5. Mempunyai daya jual kalau diterbitkan (ini sudah pasti karena menyangkut kelangsungan hidup penerbit)

Nah buat para blogger lainnya…… tidakkah anda tertarik untuk menjadi seperti mereka ???? ikuti saja resep ampuh saya itu …. :mrgreen: selamat menulis dan berkarya, siapa tahu ada penerbit yang tertarik juga 😛

Pasukan Formed Police Unit (FPU) Indonesia tiba di Darfur

Catatan : Tulisan saya ini juga di posting di situs Peacekeeper Indonesia : http://Pralangga.org yang pemiliknya adalah rekan saya Luigi Pralangga.

Setelah menyiapkan jalan bagi FPU Indonesia sebagai Advance team (3 orang) selama lebih kurang 5 bulan, akhirnya pasukan FPU Indonesia dipimpin oleh Komandan Kontingen AKBP Drs. Johni Asadoma M.Hum yang berjumlah keseluruhan 140 orang menapakkan kaki di lapangan terbang El Fasher, Darfur menggunakan pesawat khusus Vim Airlines yang berangkat dari Halim Perdana Kusuma, FPU Indonesia terdiri dari 110 orang “Tactical Unit” dalam 4 peleton yang keseluruhan berasal dari Satuan Brigade Mobil Polri dan 30 orang “Support Unit” yang berasal dari Kesehatan, Elektonik dan Komunikasi, Mekanik dan Juru Masak.

FPU Indonesia tiba di El Fasher
FPU Indonesia tiba di El Fasher

Bagi POLRI hal ini merupakan sejarah baru, karena inilah kali pertama POLRI mengirimkan personil dalam ikatan pasukan, selama ini hanya secara personal yang tergabung dalam Civilian Police (Civpol) dalam berbagai missi perdamaian PBB yang tergabung dalam UNAMID (United Nations African Union Hybrid Mission In Darfur).

Bagaimana peran FPU dalam misi perdamaian PBB?. Dalam aturan yang dirancang Dewan Keamanan PBB mengenai Rules of Enggagement FPU, tugas pokoknya adalah :

Menjaga setiap personil PBB dan assetnya, dan melakukan tugas khusus dalam lingkup tugas keamanan dan ketertiban seperti Riot Control, dan menjaga camp keamanan kamp pengungsi.

Sekarang pertanyaannya bagaimana perbedaannya dengan satuan militer yang juga ada dalam setiap missi perdamaian?. FPU merupakan konsep baru dalam misi perdamaian PBB, ini tercipta karena ada dirasakan adanya “Security Gap” antara tugas Militer yang “full armed” dan “Too Powerful” dalam menciptakan ketertiban masyarakat dan disisi lain kurangnya lemahnya polisi sipil PBB yang tidak bersenjata, “Security Gap” itu kira – kira harus diisi dengan Polisi yang mempunyai kemampuan Paramiliter, pengendalian huru-hara, mampu bergerak secara cepat dan mobile dan mampu mengendalikan keamanan dan ketertiban masyarakat secara cepat.

Anggota FPU Indonesia dengan unsur militer UNAMID
Anggota FPU Indonesia dengan unsur militer UNAMID

Nah, dari pemikiran tersebut terciptalah konsep FPU dalam setiap misi perdamaian PBB.

Kehadiran FPU di Darfur memang sangat diharapkan, namun proses itu memakan waktu yang panjang, saya sendiri sebagai team advance menghabiskan waktu 5 bulan menyertai peralatan FPU Indonesia dari Port Sudan sampai El Fasher, problem ini terkendala birokrasi yang sangat rumit dari pemerintah Sudan dan juga jarak tempuh yang jauh (2700 Km dari Pelabuhan Port Sudan sampai ke El Fasher!) juga medan perjalanan yang sangat buruk (tanpa jalan aspal melewati padang pasir).

Dalam rancangan UNAMID akan ditempatkan 14 (empat belas) FPU di seluruh misi, namun sampai sekarang dalam 1 tahun pertama berdirinya UNAMID baru ada 3 FPU termasuk Indonesia. Tugas pertama yang menanti adalah melakukan pengawalan terhadap UN Civpol untuk melakukan “Community Policing” di Camp Pungungsi Lokal (Internal Displaced Personal Camp/IDP Camp) selama ini tugas itu dilakukan oleh militer PBB namun memang seperti saya katakan terdahulu, tugas itu sebenarnya merupakan tugas kepolisian.

Hari – hari pertama pasukan FPU Indonesia adalah melakukan orientasi lapangan ke IDP Camp yang masuk dalam Area Of Responsibilitynya, yaitu IDP camp El Salam, Abu Shouk dan Zam–Zam, rata – rata IDP Camp ini dihuni sekitar 100 ribu pengungsi, mengunjungi tokoh masyarakat yang dikenal “Sheik” (tokoh informal setingkat dengan desa/lingkungan) dan diatasnya adalah “Omda” yang biasanya membawahi beberapa Sheik, kemudian FPU mendapatkan “Induction Training” oleh UN Integrated Mission Training Center untuk mengenal lebih dalam tentang konflik yang terjadi di Darfur.

Perkenalan dengan para Sheikh
Perkenalan dengan para Sheikh
Patroli pengamanan di salah satu penampungan pengungsi (IDP Camp)
Patroli pengamanan di salah satu penampungan pengungsi (IDP Camp)

Mandat yang berlaku seperti tertera dalam Resolusi No. 1769 Dewan Keamanan PBB, adat-istiadat masyarakat setempat dan hal – hal yang mendasar lainnya. Untuk sementara kontingen FPU Indonesia ditempatkan pada “transit camp” karena camp Indonesia masih dalam tahap pembangunan, diperkirakan akan memakan waktu selama 2 bulan, mengenai kebutuhan hidup sehari- hari seperti bahan makanan di drop secara regular dan dimasak oleh anggota “Support Unit” FPU, air untuk MCK dan minum juga di drop tiap hari.

Kendala awal bagi pasukan adalah penyesuaian fisik untuk menghadapi iklim gurun yang ganas, yang merupakan pengalaman baru bagi kami, bibir pecah, dehidrasi, mengeluarkan darah dari hidung adalah hal yang rata – rata dialami, namun kendala itu cepat dapat diatasi.

Transit Camp FPU Indonesia
Transit Camp FPU Indonesia

FPU Indonesia saat ini sudah melaksanakan tugasnya secara “full performance” setelah melewati jangka waktu 2 minggu waktu penyesuaian dan orientasi, tugasnya adalah melakukan patroli di 3 (tiga) IDP Camp yang merupakan AOR, terbagi dalam shift siang dan malam, setiap patroli terdiri dari 1 peleton menggunakan 2 buah Armored Personnel Carrier (APC) dan mobil patroli. Patroli ini merupan joint patrol bersama UN CIVPOL yang melaksanakan Community Policing.

Harapan kami adalah FPU Indonesia dapat melaksanakan tugasnya secara baik, dan sampai terakhir masih mendapat tanggapan sangat positif dari masyarakat darfur dan juga dari PBB sebagai pengguna kami, dan pulang dengan lengkap dan selamat setelah satu tahun kedepan.

AKBP REINHARD HUTAGAOL Sik
Wakil Komandan Kontingen FPU Indonesia

Police Advisor dan FPU Indonesia di UNAMID

Saya, Akbp Johni Asadoma Dan Kontingen FPU, Akbp Krishna
Saya, Akbp Johni Asadoma Dan Kontingen FPU, Akbp Krishna

Foto ini adalah dari Blog Akbp Krishna Murti SiK : Garuda Bhayangkara , seorang Police Advisor Indonesia di UNAMID, bertugas di Darfur Selatan dengan ibukotanya Nyala.

Police Advisor Indonesia di UNAMID sementara hanya sejumlah 3 orang, coba dibandingkan FPU Indonesia yang 140 orang… tugasnya sangat berbeda pula, yang jelas mereka “tidak bersenjata” sedangan FPU “bersenjata”…. hal lainya adalah Police Advisor melakukan tugas – tugas “Comunity Policing” Sedangkan FPU melakukan tugas “Pengawalan, Penjagaan dan Patroli terhadapap personal UN”, perbedaan yang sangat signifikan adalah GAJI :mrgreen: tidak usah saya sebukan jumlahnya ….. yang jelas mereka bergaji 5 kali gaji seorang FPU …… dengan pertimbangan FPU sudah disediakan makan dan akomodasi…… seorang PO harus menyiapkan hal itu sendiri.

Makan bersama di Dining Hall FPU
Makan bersama di "Dining Hall" FPU
Suasana di Dining Hall FPU, dalam suanana santai setelah penat bertugas
Suasana di "Dining Hall" FPU, dalam suanana santai setelah penat bertugas

Keberadaan Police Advisor Indonesia di UNAMID untuk sementara belum ditambah jumlahnya, masih 3 orang dari tahun kemarin, saya juga tidak mengerti kenapa sebabnya, mungkin karena adanya FPU Indonesia jadi PO tidak ditambah, tempat dinas yang berbeda menyebabkan kami jarang sekali bertemu dan inilah tulisan Akbp Khrishna Ketika berkesempatan mengunjungi FPU Indonesia yang ber “base camp” di El Fasher, dikutip dari blognya:

Sekitar awal Bulan November kemarin, tepatnya tanggal 8 November, saya berkesempatan untuk berkunjung ke rekan-rekan FPU yang sudah ber home base di El Fashir,
Tadinya saya berencana mengunjungi mereka pada bulan Januari nanti, namun beruntung kesempatan itu datang lebih cepat, karena pada tanggal 8 November bapak Duta Besar Indonesia untuk Sudan berkunjung juga ke Elfashir dalam rangka memenuhi undangan Sheikh
disana. Bersamaan dengan kunjungan Bapak Dubes itulah saya diundang untuk turut serta bertemu dengan beliau dan seluruh FPU.
Kesempatan yang baik ini saya gunakan untuk bersilaturahmi dengan mereka sekaligus menikmati hidangan ala Indonesia bersama rekan-rekan FPU.
Tadinya saya mengira mereka tinggal di akomodasi dimana saya pernah tinggal sewaktu mengikuti kegiatan “Induction Training” di El Fashir. Namun akomodasi mereka meskipun sama tenda, ternyata jauh lebih baik dan sungguh layak untuk dikatakan sebagai akomodasi sementara.
Kamar mandi cukup bersih, serta dapur dan dinning room yang nyaman. Lebih dari itu saya tinggal ditenda yg ber AC jadi cuaca panas El Fashir sungguh tidak terasa.
Keramahan rekan-rekan FPU sungguh mengurangi rsa rinda saya untuk pulang,. Sayangnya saya hanya sendiri saja disana karena 2 teman saya tertinggal pesawat di Nyala.