tanggal 11 April 2020, Kapolda Metro Jaya me-release tentang penangkapan 5 Pemuda pada saat pandemi Covid 19, mereka disinyalir merupakan kelompok “Anarko Sindikalis” yang melakukan aksi vandalisme, dengan mencoret dinding dengan pulisan provokasi “Sudah krisis saatnya membakar”, “Kil the rich” , sontak berita ini menjadi top stories, ditambah beberapa hari setelahnya ada penayangan video seseorang yang mengaku sebagai ketua Anarko Sindikalis Indonesia, videonya disini. Berdasarkan itu saya jadi penasaran ingin tahu dan melakukan riset pustaka, dan dapat hasil dibawah ini, semoga menambah pengetahuan kita semua.
Apakah Anarki ? Anarkisme adalah filosofi politik untuk mendesak masyarakat agar memerintah diri – sendiri, berdasarkan pada institusi sukarela. Ini sering digambarkan sebagai masyarakat tanpa kewarganegaraan (stateless society), beberapa penulis telah mendefinisikan mereka lebih spesifik sebagai lembaga yang didasarkan pada perkumpulan bebas yang non-hirarkis. Anarkisme tidak menginginkan negara, dan menganggap negara adalah berbahaya. Anarkisme melibatkan otoritas yang terbalik atau organisasi hierarkis dalam menjalankan semua hubungan manusia, namun tidak terbatas pada sistem negara.
Ada banyak jenis dan tradisi anarkisme, tidak semuanya eksklusif satu sama lain. Aliran pemikiran anarkis dapat berbeda secara fundamental, mendukung apa pun dari individualisme ekstrem hingga kolektivisme. Anarkisme dibagi kedalam kategori anarkisme sosial dan anarki individualis atau gabungan keduanya.
Anarkisme sering dianggap sebagai ideologi sayap kiri radikal dan banyak dari ekonomi anarkis dan filsafat hukum anarkis mencerminkan interpretasi anti-statist dari komunisme, kolektivisme, sindikalisme, atau ekonomi partisipatif. Beberapa kelompok anarko individualis adalah penganut sosialis atau komunis, dilain pihak beberapa anarko-komunis juga individualis.
Anarkisme sebagai gerakan sosial secara teratur mengalami naik turun popularitasnya. Kecenderungan sentral dari anarkisme sebagai gerakan sosial massa telah diwakili oleh anarko-komunisme dan anarko-sindikalisme, sedangkan anarkisme individualis terutama merupakan obsesi perorangan yang tetap mempengaruhi arus yang lebih besar dan ia juga juga berpartisipasi dalam organisasi anarkis besar. Identifikasi kelompok anarkis adalah sebagai berikut:
1. Menentang semua bentuk agresi dan mendukung pertahanan diri atau non-kekerasan (Anarko-pasifisme)
2. Mendukung penggunaan langkah-langkah militan, termasuk revolusi dan propaganda, menuju suatu masyarakat anarkis. (Anarko-Sindikalis)
Sejak tahun 1890-an, istilah libertarianisme telah digunakan sebagai sinonim untuk anarkisme dan digunakan hampir secara eksklusif dalam pengertian ini sampai tahun 1950-an di Amerika Serikat. Pada saat ini, liberal klasik di Amerika Serikat mulai menggambarkan diri mereka sebagai libertarian dan sejak itu menjadi perlu untuk membedakan filosofi individualis dan kapitalis mereka dari anarkisme sosialis. Dengan demikian, yang pertama sering disebut sebagai libertarianisme sayap kanan atau sekadar libertarianisme sedangkan yang terakhir digambarkan dengan istilah sosialisme libertarian, libertarianisme sosialis, libertarianisme kiri, libertarianisme kiri, dan anarkisme kiri. Libertarian kanan dibagi menjadi kaum minarkis dan anarko-kapitalis atau sukarelawan. Di luar dunia berbahasa Inggris, libertarianisme umumnya mempertahankan hubungannya dengan anarkisme sayap kiri.
Filsuf Jerman Immanuel Kant melihat anarki dari sudut pandang Pragmatis sebagai “Hukum dan Kebebasan tanpa Paksaan”. Bagi Kant, anarki gagal menjadi negara sipil sejati karena undang-undang hanya merupakan “rekomendasi yang kosong” (“legitimasi”, secara etimologis fantastis dari legem timere, yaitu “takut akan hukum”) Agar ada negara seperti itu, kekuatan harus dimasukkan saat hukum dan kebebasan dipertahankan, sedangkan negara yang ideal menurut Kant adalah republik.
Kant mengidentifikasi empat jenis pemerintahan:
Hukum dan kebebasan tanpa paksaan (anarki)
Hukum dan paksaan tanpa kebebasan (despotisme)
Kekuatan tanpa kebebasan dan hukum (barbarisme)
Paksaan dengan kebebasan dan hukum (republik)
Doktrin Anarko-Sidikalisme
a. Internasionalisme
Perjuangan untuk membebaskan kelas pekerja dari kapitalisme dan negara hanya dapat terjadi apabila dilakukan secara internasional. PPAS menolak gagasan-gagasan nasional dan lebih memilih solidaritas internasional. Dalam praktik nyata, PPAS mendukung perjuangan lokal dari organisasi Anarko Sindikalis di tempat lain dan begitupun sebaliknya. Hal ini khususnya dapat terlihat dalam perjuangan melawan perusahaan multinasional yang memiliki bisnis di berbagai negara, yang mana perusahaan tersebut akan mendapat perlawanan dari banyak organisasi-organisasi Anarko Sindikalis di bermacam negara secara bersamaan. Membangun gerakan antar wilayah dan bangsa berarti membangun gerakan global untuk kemenangan dalam penghancuran kapitalisme.
b. Solidaritas dan Gotong Royong
PPAS mendukung setiap perjuangan di tempat kerja dan juga komunitas. Solidaritas dan gotong royong merefleksikan ide bahwa setiap orang harus bekerjasama dan membutuhkan satu sama lain. Tanpa solidaritas, kemenangan-kemenangan kecil ataupun perubahan sosial yang lebih luas sangat tidak mungkin dapat terjadi.
c. Kemandirian
PPAS berupaya membangun unit-unit ekonomi non-kapitalistik yang menghisap serta mengumpulkan keragaman dan kekayaan demi berjalannya kelompok secara tercatat dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka melalui mekanisme formal atau non-formal. Keuangan PPAS didapat dari iuran para anggotanya sendiri dan bersifat tidak dipaksakan. PPAS menolak untuk mendapatkan subsidi dari para bos, organisasi para pemodal, partai politik dan juga negara beserta institusinya.
d. Penolakan Terhadap Kapitalisme dan Negara
PPAS adalah organisasi independen baik secara finansial, politik dan organisasi dan tidak bergantung pada kepentingan politik dan bisnis negara dan kapital. Hal ini karena perjuangan melawan kapitalisme dan negara harus ditentukan sendiri oleh organisasi akar rumput sehingga tidak membiarkan kepentingan-kepentingan tersebut mempengaruhi perjuangan. Pekerja dan pemodal tidak memiliki kesamaan. PPAS melawan bentuk kolaborasi antar pekerja dan bosnya seperti serikat pekerja yang birokratis dan skema lainnya. Dalam perjuangan di tempat kerja, kemenangan-kemenangan yang di dapat mungkin berhubungan dengan tuntutan material yang konkret, namun pada dasarnya tujuan utama dari sindikalis adalah untuk menggantikan sistem kapitalisme dan negara dengan masyarakat yang setara dan mandiri.
Sejarah Anarko-Sindikalisme di belahan dunia
Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei. Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.
Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh.
Anarko-Sindikalisme merupakan gabungan dari dua buah teori yakni anarkisme dan sindikalisme. Anarkisme berasal dari bahasa Yunani “anarki”, yang bermakna tanpa kekuatan, tanpa kekerasan atau pemerintah (Sumber informasi: Alexander, Berkman.” ABC Anarkisme: Anarkisme Untuk Pemula”. Penerbit: Daun Malam.2017. Hal. 23).
Tokoh yang terkenal dalam kelompok anarko-sindikalisme antara lain Rudolf Rocker, ia juga pernah menjelaskan ide dasar dari pergerakan ini, apa tujuannya, dan kenapa pergerakan ini sangat penting bagi masa depan buruh dalam pamfletnya yang berjudul Anarchosyndicalism pada tahun 1938.
Anarko-Sindikalisme adalah cabang dari anarkisme yang berkonsentrasi kepada pergerakan buruh. Sindikalis merupakan kata Prancis yang bermakna “serikat buruh”. Para penganut ideologi ini disebut dengan Anarko-Sindikalis. Anarko-Sindikalis berpendapat bahwa serikat buruh merupakan kekuatan yang potensial untuk menuju kepada revolusi sosial, menggantikan kapitalisme dan negara dengan tatanan masyarakat baru yang mandiri dan demokratis oleh kelas pekerja (Sumber informasi: Rudolf Rocker. “Anarko Sindikalisme: Filsafat Radikal Kaum Pekerja”. Salatiga: PARABEL. 2017. Hal. 117)
Setiap serikat dagang secara federatif dipersatukan dengan seluruh organisasi dalam perdagangan yang sama di seluruh negri, dan pada gilirannya juga dengan seluruh perdagangan terkait, sehingga semuanya disatukan dalam aliansi-aliansi industrial yang umum. Tugas dari aliansi ini adalah menyusun aksi kerja sama dari kelompok-kelompok lokal, melakukan pemogokan berdasarkan solidaritas saat dibutuhkan, dan memenuhi tuntutan perjuangan antara modal dan buruh dari waktu ke waktu.
Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya, seperti para anarkis yang terlibat dalam kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani. Misalnya slogan para anarkis Spanyol pengikutnya Durruti yang adalah “Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan.” Pernyataan tersebut sarat akan penggunaan kekerasan dalam sebuah metode gerakan.
Sejarah Anarko-Sindikalisme di Indonesia
Edward Douwes Dekker alias Multatuli disebut oleh kaum anarkis sebagai inspirator pertama gerakan mereka di Indonesia. Sebab, teks-teks Multatuli memberikan pengaruh signifikan terhadap pekerja anarkis dan sindikalis di Belanda pada awal abad ke-20. Hal itu terekam dalam buku karya M Welcker tahun 1992 berjudul ”Eduard Douwes Dekker, Biografisch Woordenboek van het Sosialisme en de Arbeiderbeweging di Nederland.” (hal 45-58).
Penulis Belanda, K van Dijk, dalam buku terbit tahun 2007 berjudul The Nederlands Indies and the Great War 1914–1918, mengutip pernyataan anggota Indian Social Democratic Union yang menyebut Douwes Dekker sebagai ’Nasionalis Anarkis’ (hal 47-50). Sementara anarkisme sebagai praktik perjuangan, juga terekam ada di Indonesia pada masa pergerakan pra-kemerdekaan. Misalnya, dalam surat kabar lokal Surabaya, Jawa Timur, yakni Soerabaijasch Nieuwsblad, menuliskan artikel tentang pemberotakan anggota Serikat Tentara dan Pelaut (Union of Soldiers and Sailors), November 1918.
Mereka melawan institusi angkatan laut kerajaan Belanda dan mendirikan dewan tentara dan pelaut. Terdapat pengaruh anarkis dalam gerakan tersebut terekam dalam barisan kalimat artikel Soerabaijasch Nieuwsblad yang menyebutkan: ”Ada pelaut yang sangat muda dengan ide anarkis yang jelas”.
Sementara mengenai kelompok anarkis pertama di Indonesia, berdasarkan buku sejarah, muncul antara tahun 1914-1916. Hal terebut terdapat dalam buku Review of the Anarchist Movement in the South Seas.
Pada buku itu, terdapat bukti publikasi anarkis China tahun 1927, bahwa ada kelompok mereka yang menyebar propaganda anarkisme di Hindia Belanda dengan mendirikan surat kabar Minsheng (Suara Rakyat) tahun 1927. Namun, pada era awal setelah Indonesia merdeka, kaum anarkis di Indonesia tak memunyai peran signifikan.
Bahkan, Presiden Soekarno sempat mengkhawatirkan kecenderungan alias tendensi anarko-sindikalisme di Partai Buruh Indonesia, seperti terdapat dalam buku GA van Klinken tahun 2003, berjudul Minorities, Modernity and the Emerging Nation. Christians in Indonesia, a Biographical Approach. (hal 193).
Gerakan anarkisme di Indonesia kembali mencuat sejak era 1990-an, melalui menjamurnya komunitas-komunitas musik punk dan hardcore. Anarkisme muncul di Indonesia pada tahun 1990an. Pada tahun 1993-1994, sebuah skema punk Indonesia muncul. Perlahan-lahan, bagian itu beralih ke aktivitas anti-kediktatoran dan anti-fasis; mereka membangun hubungan dengan gerakan sosial dan dengan gerakan buruh.
Seperti yang dideskripsikan oleh aktivis Indonesia, gerakan anarkis muncul sekitar tahun 1998. “Pada waktu itu anarki identik dengan punk, dan beberapa orang di komunitas itu mulai menaruh perhatian lebih pada ideologi dan nilai anarkis. Sejak saat itu, wacana anarkis mulai berkembang di antara individu dan kolektif di komunitas punk/hardcore, dan kemudian berada dalam kelompok aktivis, pelajar, pekerja yang lebih luas.
Beberapa kongres diadakan. Kelompok-kelompok itu belum begitu stabil, sering hancur dan diganti dengan yang baru. Pada akhir tahun 1990’an dan pada awal tahun 2000’an, Komite Aksi Rakyat Tertindas dan Anti Fasis-Rasis Action ada untuk beberapa waktu di Jakarta, dan ada info-shop Brainwashing Corporation yang mencoba menyebarkan informasi tentang anarkisme dan juga teori-teorinya.
Persebaran Anarko di Indonesia (Pada akhir tahun 1990’an dan pada awal tahun 2000’an, Komite Aksi Rakyat Tertindas dan Anti Fasis-Rasis Action ada untuk beberapa waktu di Jakarta, dan ada info-shop Brainwashing Corporation yang mencoba menyebarkan informasi tentang anarkisme dan juga teori-teorinya. Di Bandung, kolektif konter-kultur aktif, melakukan aksi langsung “dalam kehidupan sehari-hari”; “Forum Bantuan Reksa Dana/Mutual Aid Forum” ada di Malang.
Pada tahun 2001, sekelompok anarkis dari Jawa Barat memproklamirkan (berlawanan dengan orientasi budaya yang berkembang) gagasan untuk membentuk sebuah “anarko-platformis” dan gerakan anarko-sindikalis.
pada tanggal 1 Mei 2007, kelompok-kelompok seperti Affinitas (Yogyakarta), Jaringan Otonomis (Jakarta), Apokalips (Bandung), Jaringan Otonomi Kota (Salatiga), aktivis individu dari Bali dan Semarang, juga beberapa orang dari band punk Jakarta melakukan koordinasi. Penyatuan ini untuk memulai gerakan tertentu yang disebut dengan “Jaringan Anti-Otoritarian”.
Aksi May Day tahun 2007 mengumpulkan lebih dari 100 orang dan menandai kemunculan anarkisme di dalam pandangan publik. Setelah itu, kelompok-kelompok baru muncul di berbagai kota, dan anarkisme mengambil bagian aktif dalam demonstrasi sosial, tindakan melawan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Pada May Day 2008, 200 orang ambil bagian dalam demonstrasi anarkis. Meskipun kelompok dari Bandung (“Apokalips”) dan Salatiga (“The Melawan Syndicate”) menolak untuk mendukungnya, demonstrasi ini digagas oleh kolektif di Jakarta dan “Affinitas” dari Yogyakarta. Aksi tersebut ditujukan terhadap perusahaan besar yang diakhiri bentrokan dengan polisi di dekat gedung perusahaan milik milyuner dan politisi Aburizal Bakrie. Peserta dalam aksi tersebut ditangkap.
Pada tahun 2010, kelompok anarkis beroperasi di pulau Jawa (di Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Pati, Surabaya, Rembang, Randublatung, Salatiga, Porong), Sumatra (di Palembang, Pekanbaru, Medan, Ace), Kalimantan (di Balikpapan), Sulawesi (di Makassar, Manado dan Gorontalo) dan di Bali.
Beberapa anarkis Indonesia sekarang tertarik pada anarko-sindikalisme. Sehingga, pada awal tahun 2010, sekelompok aktivis di Surabaya, Jakarta dan daerah lain menciptakan sebuah inisiatif kecil, yang bernama Workers Power Syndicate, yang mengklaim diri sebagai anarko-sindikalis dan pada tahun 2012 membantu karyawan pabrik garmen Garmondo Jaya di Bogor selama ada konflik buruh.
Kegiatan Kelompok Anarko di Indonesia (5 tahun terakhir)
a. 2016, Tanggal 1 November PPAS (Persaudaraan Pekerja Anarko Sindikalis) berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa pekerja di Surabaya menuntut tingkat upah yang rendah.
b. 2017, PPAS (Persaudaraan Pekerja Anarko Sindikalis) memasukkan kelompok-kelompok lokal di Jakarta dan Surabaya, serta beberapa anggota serikat pekerja independen dari driver Uber (KUMAN).
c. 2017, serikat driver uber (KUMAN) memasuki konflik tenaga kerja dengan perusahaan Uber, mengkordinir aksi pemogokan kerja dan unjuk rasa dimana aksi tersebut didukung oleh anarko-sindikalis Internasional, International Workers Association (IWA). Tanggal 7 September 2017 panggilan IWA (International Workers Association) di sejumlah negara di seluruh dunia, aksi solidaritas dengan perjuangan driver Uber Indonesia dijalankan.
d. 2017, Bulan September, anggota Sekretariat IWA mengunjungi Indonesia untuk mengadakan serangkaian diskusi mengenai anarkisme dan anarko-sindikalisme yang berlangsung di kantor pusat PPAS Jakarta dan juga di tempat anarkis Yogyakarta.
e. 2018, 1 Mei, Pada peringatan Mayday di Jakarta, PPAS (Persaudaraan Pekerja Anarko Sindikalis) ikut berpartisipasi tetapi keberadaannya ditolak oleh massa dari KSPSI Andi Gani Nenawea, sehingga terjadi bentrok dan anggota PPAS kemudian lari mendekat ke massa KSPI sehingga sempat menimbulkan kericuhan antara PPAS dengan massa buruh KSPSI dan KSPI.
f. 2018, aksi Mayday di kota Jogjakarta, massa dari Federasi Mahasiswa Libertarian Salatiga ikut bergabung dalam aksi di sekitar UIN Jogjakarta dan melakukan pelemparan bom molotov ke pos polisi dekat kampus UIN Jogjakarta. Menyusup serta membuat provokasi sehingga terjadi kerusuhan menyebabkan dibakarnya Pos Polisi saat peringatan Mayday 2018 di Simpang Tiga UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah berlangsung Aksi Unjuk Rasa oleh gabungan Elemen Mahasiswa : FMJ (Front Mahasiswa Jogyakarta) , PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), FAM-J (Front Aksi Mahasiswa Jogjakarta).
h. 2019, pada Aksi Mayday, Aksi Anarko di berbagai wilayah pada 1 Mei di Indonesia antara lain di: DKI Jakarta, PT Transjakarta telah melaporkan aksi pengurasakan pagar pembatas di Halte Transjakarta Tosari saat peringatan May Day ke pihak kepolisian. Sulawesi Selatan, Di Makassar gerombolan perusuh berbaju hitam merusak gerai McDonald’s dan dan Kantor Dirlantas Polda Sulsel di Jalan AP Pettarani, Makassar. Jawa Barat, Aksi vandalisme yang dilakukan di antaranya mencoret sekolah, aspal jalan, hingga kendaraan yang terparkir di sekitar jalan tersebut. Aksi pengejaran antara massa dan pihak kepolisian sempat terjadi sebelum akhirnya berhasil diamankan di area sekitar Monumen Perjuangan dan Jalan Japati. Jawa Timur, Jembatan Majapahit yang menjadi sasaran corat-coret kelompok beratribut Anarko memiliki panjang 47 meter. Dengan lebar jalur pejalan kaki (trotoar) 1 meter pada setiap sisinya. Mereka salah satunya menuliskan kata ‘menolak upah murah’ tepat di pagar jembatan. Polisi menyebut telah menangkap lima orang dari massa berpakaian hitam-hitam dan memakai penutup wajah. Penangkapan dilakukan saat aksi Hari Buruh Sedunia di depan Grahadi, Surabaya.
i. 2020, Polres Metro Tangerang Kota menangkap lima pemuda anggota kelompok Anarcho Syndicalism. Mereka berencana bikin onar besar-besaran pada April mendatang di tengah wabah virus corona atau Covid-19. penangkapan kelompok ini bermula saat polisi menerima informasi adanya aksi vandalisme oleh warga Kota Tangerang, Banten. Sekelompok pemuda tersebut membuat tulisan dengan menggunakan cat pilok. Tulisan itu antara lain berbunyi ‘Sudah krisis saatnya membakar’, dibuat di tembok sebuah toko, Pasar Anyar, Jalan Kiasnawi Kelurahan Sukarasa, Kecamatan Tangerang. Pada lokasi yang sama, pelaku juga membuat beberapa tulisan provokatif lainnya seperti ‘kill the rich’, disertai lambang huruf ‘A’, kemudian ‘mati konyol, apa mati melawan’.