Review Situasi Peredaran Narkoba di ASEAN

istock-174825736-webbannerSetiap tahun ASEAN mengeluarkan ASEAN Drugs Monitoring Report yang merupakan program inti dari ASEAN-NARCO sebagai upaya untuk pengendalian Narkoba di kawasan ASEAN, melalui sharing informasi dan pengumpulan data dari negara – negara anggota ASEAN. Setiap tahun diadakan konferensi ASEAN Drug Monitoring Network (ADMN) sebagai instrumen pengumpulan informasi yang dikembangkan untuk semua penggunaan Negara Anggota ASEAN untuk memantau situasi narkoba dan peringatan dini pada situasi narkoba. Dibawah ini adalah informasi tentang situasi narkoba di kawasan ASEAN diambil dari ASEAN Drugs Monitoring Report tahun 2017

Situasi peredaran narkoba dikawasan ASEAN cukup mengkhawatirkan dengan masuknya tablet metamfetamin dan metamfetamin kristal dari pusat produksi Narkoba di Golden Triangle (Segitiga Emas) yaitu di bagian utara negara Myanmar, Laos dan Thailand.

Jenis narkoba utama yang digunakan luas di kawasan ASEAN adalah ganja, opium, heroin, tablet methamphetamine (yaba) dan sabu-sabu methamphetamine.

Situasi peredaran Narkoba di ASEAN semakin mengkhawatirkan dengan munculnya New Psychoactive Substance (NPS/Zat-Zat Psikoaktif Baru) dan narkoba jenis lain seperti kokain, ekstasi, ketamin dan Erimin 5 (Happy five)

Berdasarkan data dari Negara-negara Anggota ASEAN, penyalahgunaan non-medis dari obat-obatan farmasi diketahui semakin meningkat.

Di ASEAN, Opioid farmasi yang disalahgunakan adalah metadon, morfin, tramadol, alphaprodine, buprenorfin dan fentanil serta produk farmasi lainnya. Lebih dari 50 persen orang yang menerima pengobatan Rehabilitasi adalah pengguna Amphetamine Types Stimulant (ATS) seperti amfetamin, metamfetamin, ekstasi dan cathinones sintetis.

Sebagian besar pengguna narkoba yang direhabilitasi di Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Malaysia dan Singapura adalah pengguna Shabu atau kristal methamphetamine, sementara di Thailand dan Laos adalah pengguna tablet metamfetamin. Penggunaan metamfetamin sangat mengkhawatirkan di ASEAN sama halnya dengan penyalahgunaan NPS dan metadon.

Pada tahun 2017, telah dilakukan rehabilitasi terhadap lebih dari 300.000 pengguna narkoba di ASEAN. Angka pemakai yang direhabilitasi secara keseluruhan adalah 50,6 per seratus ribu populasi (1,8 kali meningkat dari tahun sebelumnya). Indonesia memiliki angka terendah dibandingkan dengan Thailand.

Tingkat penerimaan rehabilitasi di Malaysia, Filipina, Singapura dan Indonesia menurun dibandingkan tahun 2016 sementara Thailand, Kamboja, Myanmar dan Brunei Darussalam meningkat.

Angka pengguna narkoba ASEAN secara keseluruhan adalah 70,1 per seratus ribu penduduk, mulai dari 17,3 di Indonesia hingga 317,9 di Thailand.

Angka pelaku meningkat di Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand dan Myanmar sementara Malaysia dan Singapura menurun.

69,1 persen dari semua pelanggar terkait dengan ATS.

Pada tahun 2017, ada 357.443 kasus narkoba di ASEAN. Sejumlah 64,6 persen dari keseluruhan kasus adalah pemakai jenis ATS termasuk amfetamin, metamfetamin, ekstasi, cathinonoes dan pseudoephedrine.

Pada tahun 2017, penyitaan Narkoba jenis ATS menyumbang lebih dari 90 persen dari semua penyitaan yang dilakukan oleh seluruh aparat penegak hukum di ASEAN.

1 persen dari penyitaan adalah jenis CNS Depressants (keduanya Benzodiazepine dan Barbiturat)

Lebih dari 60 persen pelanggar hukum yang ditangkap oleh Negara Anggota ASEAN terlibat dalam pelanggaran terkait narkoba jenis metamfetamin (tablet dan kristal)

Laos, Malaysia dan Vietnam adalah negara-negara dimana jumlah pelanggar metamfetamin kurang signifikan.

Filipina melaporkan penggunaan “bitcoin” sebagai cara pembayaran, Bitcoin adalah jaringan pembayaran inovatif dan jenis uang baru. Tiga operasi terpisah yang dilakukan oleh penegak hukum di Filipina berhasil menyita total 223 tablet ‘fly high’ dan 1044 tablet ekstasi bitcoin.Narkoba tersebut dikirim dari Belanda dan tersangka ditangkap adalah warga negara India. Internet dan pos paket juga digunakan untuk perdagangan Narkoba.

Dari 230.990 kasus Narkoba jenis ATS yang dilaporkan oleh Negara Anggota ASEAN, 98 persen adalah kasus yang berhubungan dengan metamfetamin dengan total penyitaan lebih dari 200 metrik ton.

Lebih dari 5.000 tersangka asing ditangkap di negara Anggota ASEAN dan ini termasuk Warga Asing ASEAN yang melakukan kejahatan narkoba di Negara Anggota ASEAN lainnya.

Terdapat 90 persen dari tersangka asing kasus narkoba yang  melintasi perbatasan antar ASEAN adalah warga negara ASEAN, serta sejumlah 7 persen berasal dari  Asia dan Eropa dan 3 persen dari bagian dunia lainnya.

Pada tahun 2018, Tim Jaringan Pemantau Narkoba ASEAN bekerja pada pengumpulan data dan masukan untuk tren narkoba pada tahun 2018.

Situasi mengkhawatirkan yang masih menjadi ancaman adalah banyaknya ATS yang diproduksi dan diperdagangkan di wilayah segitiga emas dalam jumlah besar pada satu waktu. Sejumlah besar bahan kimia prekursor ditemukan diselundupkan ke lokasi produksi di Segitiga Emas.

Tren perdagangan obat terlarang lewat laut meningkat dan juga penggunaan wadah komersial sebagai metode pengiriman narkoba.