Teen Killers dan Psikopat

Pemberitaan di  Indonesia dikejutkan oleh sebuah kasus pembunuhan yang melibatkan sepasang remaja Ahmad Imam Al Hafitd (19) dibantu oleh kekasihnya Assyifa Ramadhani (19) dengan korban seorang remaja perempuan bernama Ade Sara Angelina Suroto (19). Bagaimana bisa mereka sepasang remaja mempunyai kecenderungan membunuh secara sadis dan tidak mempunyai rasa bersalah ?

Pembunuhan ini dilatar belakangi cemburu Syifa terhadap Sara karena pernah berpacaran dengan Hafidt kekasih barunya. Pasangan ini kemudian merencanakan pembunuhan terhadap Sara, dan pada hari Rabu tanggal 5 maret 2014, Hafiz dibantu Asifah menghabisi nyawa Sara di dalam mobil Kia Visto di sepanjang perjalanan wilayah Jakarta Selatan—Jakarta Timur, Pelaku memukul dan menyetrum korban. Setelah korban pingsan, pelaku menyumpal mulut korban dengan koran, karena sumpalan inilah korban mengalami kematian (Diketahui sesuai hasil otopsi, penyebab kematian korban adalah akibat sumbatan di tenggorokan) setelah tak bernyawa lagi, korban pun dibuang di pinggir jalan tol, di Kilometer 41 Tol JORR ruas Bintara, Bekasi Timur (Kompas.com)

Ada beberapa tulisan menarik tentang Teen Killers melalui Psikopatologi, dan didapatkan fakta dalam penelitian di Amerika Serikat seperti yang tertulis dalam website National Organization of Victims of Juvenile Murderers antara lain:

Meskipun jumlah psikopat remaja secara global sangat kecil, didapat fakta dalam beberapa kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja terindikasi pelakunya memang seorang Psikopat. Beberapa ahli telah mengidentifikasi dan terlibat dalam penyidikan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja dan didapat fakta bahwa pembunuhan yang mengerikan bisa dilakukan oleh remaja. Mereka bisa saja melakukan pembunuhan terhadap orang yang terdekat dan paling mereka kasihi.

Meskipun jarang terjadi, psikopat remaja seringkali sangat berbahaya, mereka berumur sangat muda ketika melakukan kejahatan yang sangat kejam.  Mereka mengalami hal yang menurut istilah psikopatologi disebut “gangguan otak biologis”.  Karena mereka sangat berbahaya maka diragukan apakah  bisa dikembalikan ke dalam masyarakat.  Bagaimana cara menangani mereka masih menjadi diskusi yang menarik,  apakah di amanakan di Penjara ataukah di Rumah sakit ? Perawatan medis dengan bantuan Psikiater ketika di penjara tentunya menjadi hal yang penting.

Psikopat telah terbukti tidak dapat disembuhkan dan kemungkinan besar akan kembali melakukan perbuatan berulang,  masalah remaja yang terindikasi psikopat dan melakukan kejahatan telah menjadi perdebatan yang tidak berujung, akankah pelaku remaja tersebut bisa berasimilasi kembali dengan masyarakat, dilain sisi aspek keselamatan masyarakat perlu juga diperhatikan.

Psikopatologi dan Gangguan Otak

Penelitian baru memberikan bukti kuat bahwa psikopati terkait dengan kelainan struktural tertentu di otak. Penelitian yang dilakukan di King College London Institute of Psychiatry adalah yang pertama mengkonfirmasi psikopati itu adalah berhubungan dengan perkembangan syaraf neuro- kelompok yang berbeda dari Antisocial personality disorder(ASPD) atau gangguan kepribadian anti – sosial.  Studi ini didanai oleh Institut Riset Kesehatan Nasional (NIHR) Biomedical Research Centre for Mental Health London dan Maudsley NHS Foundation Trust dan Institute of Psychiatry di King College London dan dipublikasikan dalam Archives of General Psychiatry.

Kejahatan kejam dilakukan oleh sekelompok kecil pelaku pria yang mengidap ASPD. Sekitar setengah dari tahanan laki-laki akan memenuhi kriteria diagnostik untuk ASPD. Sebagian besar pria tersebut bukan psikopat (ASPD – P) . Mereka ditandai dengan ketidakstabilan emosional , impulsif dan tingginya tingkat gangguan mood dan kecemasan. Mereka biasanya menggunakan agresi dengan cara reaktif dalam menanggapi ancaman atau rasa frustrasi .

Namun, sekitar sepertiga dari pria tersebut akan memenuhi kriteria diagnostik tambahan untuk psikopati (ASPD + P).  Mereka mempunyai ciri kurangnya empati dan penyesalan, dan menggunakan agresi secara terencana untuk mengamankan apa yang mereka inginkan ( status, uang dll ) . Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa otak psikopat berbeda secara struktural dari otak yang sehat, tapi sampai sekarang belum ada yang meneliti perbedaan-perbedaan ini dalam populasi pelaku kekerasan dengan ASPD .

Dr Nigel Blackwood dari TIO  dan penulis utama studi ini mengatakan : ‘Dengan menggunakan scan MRI kami menemukan bahwa psikopat memiliki kelainan otak struktural dibanding dengan mereka yang hanya memiliki ASPD hanya bermasalah dengan dengan otak sosial” .  Hal ini menambah bukti perilaku dan perkembangan yang psikopati adalah subkelompok penting ASPD dengan dasar neurobiologis  berbeda dan memerlukan perawatan yang berbeda.  Dr Nigel berkata “Ada perbedaan yang jelas antara perilaku mereka yang didiagnosis dengan ASPD dengan mereka yang memiliki psikopati. Kami menjelaskan mereka yang tidak psikopati sebagai ‘panas kepala’ dan orang-orang dengan psikopati sebagai ‘berhati dingin”

Para peneliti menggunakan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) untuk memindai otak dari 44 pria dewasa pelaku kekerasan didiagnosis dengan Kepribadian Anti – Social Disorder ( ASPD ). Kejahatan yang dilakukan mencakup pembunuhan, pemerkosaan, percobaan pembunuhan dan penganiayaaan berat. Dari jumlah tersebut, 17 memenuhi diagnosis untuk psikopati (ASPD + P) dan 27 tidak (ASPD – P). Mereka juga mengamati otak dari 22 non – kriminal yang sehat .

Studi ini menemukan bahwa ASPD + P pelanggar ditampilkan volume materi abu-abu secara signifikan berkurang pada korteks prefrontal anterior rostral dibandingkan dengan ASPD – P pelanggar dan non – pelanggar yang sehat. Daerah ini penting dalam memahami emosi dan niat orang lain dan diaktifkan ketika orang berpikir tentang perilaku moral. Kerusakan daerah ini dikaitkan dengan gangguan empati terhadap orang lain, respon yang buruk terhadap rasa takut dan tertekan dan kurangnya ‘sadar diri’ emosi seperti rasa bersalah atau malu .

Apakah Psikopat Memiliki Kepedulian terhadap orang lain ?

Narapidana yang psikopat tidak memiliki dasar neurofisiologis “bawaan” yang memungkinkan mereka untuk berempati dengan orang lain orang lain, demikian menurut sebuah studi baru oleh ahli saraf di University of Chicago dan University of New Mexico .

“Kurangnya empati merupakan karakteristik ciri individu dengan psikopati” menurut penulis utama studi tersebut , Jean Decety dan Profesor Irving B. Harris pengajar Psikologi dan Psikiatri di Universitas Chicago. Sekitar 1 persen dari populasi umum Amerika Serikat adalah Psikopat dan 30 persen dari populasi penjara AS (laki-laki dan perempuan). Pelaku kriminal yang psikopat bertanggung jawab untuk kejahatan berulang dan kekerasan dalam masyarakat. Mereka untuk pertama kalinya bahwa proses kerja saraf yang terkait dengan proses empatik telah diperiksa langsung pada individu dengan psikopati , terutama dalam menanggapi persepsi orang lain sakit atau penderitaan.

Hasil penelitian dapat membantu psikolog klinis merancang program pengobatan yang lebih baik untuk psikopat, diterbitkan dalam artikel , ” Responses to Brain Scenario Empathy” diterbitkan secara online di journalJAMA Psychiatry. Bergabung  dalam penelitian ini adalah Laurie Skelly seorang mahasiswa pascasarjana di UChicago dan Kent Kiehl profesor psikologi di University of New Mexico.

Untuk penelitian ini, tim peneliti menguji 80 tahanan antara usia 18 dan 50 di lembaga pemasyarakatan. Orang-orang secara sukarela untuk tes dan diuji untuk tingkat psikopati menggunakan ukuran standar. Mereka kemudian di pindai dengan teknologi MRI fungsional, untuk menentukan respon mereka terhadap serangkaian skenario yang menggambarkan orang-orang yang sengaja menyakiti . Mereka juga diuji respons mereka dengan melihat video singkat dari ekspresi wajah yang menunjukkan rasa sakit.

Studi ini menemukan para peserta dalam kelompok psikopati tinggi menunjukkan aktivasi kurang signifikan dalam korteks prefrontal ventromedial, lateral korteks orbitofrontal, amigdala dan bagian abu-abu periaqueductal otak, tetapi lebih banyak aktivitas di striatum dan insula bila dibandingkan dengan merak yang tidak psikopat. Mereka mendapat kesempulan dari penelitian ini bahwa ada 2 jenis pelaku kriminal:

  1. Mereka yang dapat direhabilitasi dan masukkan kembali masyarakat.
  2. Mereka yang tidak dapat disembuhkan .

Yang terakhir ini termasuk mereka yang menderita psikopat. Sebelum 4 dekade yang lalu ketika Dr Herve Cleckley dari University of Georgia memulai penelitiannya sedikit yang diketahui tentang gangguan ini. Disimpulkan bahwa psikopat tidak memiliki hati nurani dan belas kasihan dan bisa melakukan kejahatan keji tanpa merasa apa-apa. Mereka juga dapat muncul dengan sangat normal dan waras.

Karya Dr Cleckley itu dilanjutkan oleh Dr Robert  dari University of British Columbia. Dia bekerja di penjara dan melihat perbedaan dalam beberapa narapidana. Mereka adalah manipulatif dan sering sulit untuk didiagnosa.

Kedua peneliti berkeseimpulan jumlah Psikopat adalah sekitar 2 % dari populasi. Mereka berpendapat narapidana harus bisa direhabilitasi dan itu akan menjadi hasil yang sangat baik jika mereka bisa kembali masuk ke masyarakat sebagai warga negara yang produktif. Namun hal ini tidak mungkin dengan Psikopat,  karena mereka tidak dapat disembuhkan. Seorang psikopat dapat melakukan 20 kejahatan dalam satu penelitian terhadap diagnosis kejahatan. Penelitian di University of New Mexico menunjukkan bahwa scan otak penjahat yang melakukan kekerasan menunjukkan amigdala (pusat emosi otak manusia) terpisah dari lobus frontal. Psikopat bisa melakukan di luar apa yang manusia bisa membayangkan.

Pemidanaan pelaku Remaja yang psikopat

Penelitian pada masalah perkembangan otak remaja sering disalahpahami menjadi faktor yang meringankan perilaku kriminal menunjukkan bahwa Penelitian ini sering disalah gunakan. Penelitian ilmiah yang disebut ” Brain Overclaim Syndrome “ menjelaskan mengapa penelitian pengembangan lobus frontal begitu sering dikutip oleh para pengacara untuk meringankan hukuman seringkali tidak mengindahkan perilaku yang berbahaya. Mereka berdalih  “Otak tidak melakukan kejahatan – orang melakukannya”.  Artikel penting di New York Times ini yang berjudul “Brain On Stand” memberikan wawasan yang signifikan ke dalam masalah yang rumit ini. Adalah sangat berbahaya bagi remaja pembunuh psikopat  diberi keringanan hukuman dan kembali ke masyarakat.

Dalam sejarah manusia usia dewasa dalam setiap kebudayaan yaitu pada saat pubertas. Setiap agama dan budaya memiliki entri ritual menjadi dewasa sekitar usia 13-14. Masa remaja itu sendiri sepenuhnya penemuan Revolusi Industri di mana masuk ke dunia kerja ditunda oleh wajib sekolah untuk menjaga para pekerja muda tidak bersaing dengan pekerja yang lebih tua di pabrik.

Pelopor Psikolog kognitif Jean Piaget mendefinisikan usia sekitar 12 seperti ketika kita mendapatkan “pemikiran operasional formal”  ( tahap pemikiran yang paling matang dan pembangunan abstrak). Pemikiran operasional formal adalah tingkat paling maju dicapai dan terus sampai dewasa. Tidak ada masa yang lebih lanjut dari kematangan dalam berpikir seseorang selain operasi formal, yang dicapai selama masa pubertas.

Inilah sebabnya mengapa banyak dari kita menentang wajib penjara hukuman, dan bukan hanya mendukung minimum wajib, karena setiap kasus kejahatan tersebut memiliki kondisi yang sangat individual . Setiap kriminal berbeda, setiap situasi berbeda.  Kita tidak boleh menilai sewenang-wenang berdasarkan usia tetapi oleh kesalahan dan maksud dari pelaku individual, tidak peduli usia mereka, terutama setelah mereka telah memasuki masa pubertas.

Hukum di setiap negara bagian di Amerika Serikat sudah melakukan hal ini, dan ini adalah mengapa jaksa memiliki dan menerapkan kebijaksanaan yang signifikan dalam cara mereka menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran dan pelaku. Hakim harus memiliki beberapa pedoman dalam penetapan hukuman juga, untuk menghadapi faktor-faktor setiap individu.

Studi psikopatologis dan ilmu penilaian risiko sangat penting dalam membantu kita untuk mengidentifikasi dan memilah-milah antara kriminal yang bisa direhabilitasi dan bertanggung jawab sehingga dapat re-entry ke dalam masyarakat dan siapa yang tidak .

Penelitian lobus frontal  TIDAK menjelaskan faktor-faktor yang alasan perilaku kriminal.  Isu yang relevan dalam mempertimbangkan kejahatan  keji dan terencana yang dilakukan oleh remaja adalah apakah ada atau tidak mereka memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang mereka lakukan dan bahwa perbuatan itu salah dilakukan. Kriminalitas dan kesalahan didefinisikan dalam hukum dan dalam kesehatan mental sebagai kemampuan untuk membentuk niat.

Masalah kekerasan remaja merupakan epidemi nasional di Amerika Serikat, secara signifikan lebih buruk di sini daripada di tempat lain di dunia. Tidak ada negara lain datang bahkan dekat dengan tingginya angka pembunuh remaja.  Amerika Serikat memiliki faktor budaya , isu-isu sosial-ekonomi, akses ke senjata,  sistemik , dan pandangan tentang kekerasan yang unik .

Sistem peradilan anak di Amerika Serikat menggunakan berbagai pendekatan , pencegahan , intervensi , pendekatan berbasis masyarakat.  Banyak pihak yang perlu membantu  pelaku remaja mengubah kehidupan mereka dan memberi mereka bantuan yang mereka butuhkan, tetapi untuk melindungi keselamatan masyarakat ketika pelaku diindikasikan adalah seorang remaja Pikopat akan menjadi hal yang berbeda.

Analisa terhadap perbuatan Hafidt dan Assyifa

Sudah membunuh masih tersenyum ? apakah mereka Psikopat ?
Sudah membunuh masih tersenyum ? apakah mereka Psikopat ?

Berdasarkan tulisan diatas, jika kita melihat perbuatan pasangan ini, terlihat mereka sudah terindikasi psikopat. Bisa terlihat dari perbuatan mereka terhadap korban yang sadis sekali dan bahkan seperti sama sekali tidak menyesali perbuatan mereka.  Apabila benar dugaan itu, mereka harus di ganjar hukuman penjara yang lama sekali atau kalau perlu penjara seumur hidup, tujuannya adalah menyelamatkan masyarakat daripada perbuatan yang dimungkinkan akan diulang oleh mereka.  Hakim juga harus berhati – hati dengan hal – hal yang meringankan terdakwa nantinya yang pasti akan diungkapkan oleh Pengacara. Seharusnya hakim bisa mendengar keterangan seorang psikiater apakah benar mereka terindikasi psikopat. Hukuman terhadap seorang psikopat harus berbeda, karena ada masyarakat yang harus dilindungi dari perbuatan mereka.

BREAKING NEWS

Pada hari ini 4 November 2014, Penuntut Umum/ Jaksa menuntut kedua terdakwa dengan hukuman penjara SEUMUR HIDUP, tulisan ini semoga juga membawa pandangan kepada Hakim untuk menjatuhkan vonis, bukan untuk membalas perbuatan mereka namun lebih untuk melindungi masyarakat dari perbuatan lanjutan mereka…….

Cerita seru seputar ilmu Forensik (4): Hilangnya Istri Sang Raja Sosis

Adolph Louis Luetgert
Adolph Louis Luetgert, (from Wikipedia)

Dalam tulisan ini saya akan kembali menceritakan bagaimana kisah – kisah seru dari dunia forensik, kali ini saya menceritakan tentang Adolph Louis Luetgert (27 Desember 1845-7 Juli 1899) adalah seorang Jerman-Amerika yang dikenal sebagai “Raja Sosis”. Pada tahun 1897 ia dituduh membunuh istrinya Louise Luetgert dengan melarutkan tubuhnya dengan zat asam di sebuah tungku di pabrik sosisnya. Yang istimewa dari peristiwa ini adalah bagaimana cara membuktikan Luetgert sebagai tersangkanya, padahal tidak ada saksi yang melihat langsung pembunuhan ini dan tidak ada bekas tubuh korban (hancur karena zat asam). Inilah pertama kali diperkenalkan dalam sidang pengadilan saksi ahli Forensik Antropologi yang dapat meyakinkan Juri bahwa Adolph Luetgert adalah pelakunya.

Adolph Louis Luetgert adalah seorang imigran dari Jerman yang datang ke AS untuk mencari kehidupan yang lebih baik, ia bekerja serabutan dan akhirnya mendapat modal untuk mendirikan usaha, ia mencoba membuat sosis Jerman yang disebut “Frankfurter” pada test pasar ia menyadari bahwa warga Chicago menyukai sosis jenis ini, maka berkembanglah usaha ini hingga ia membuka sebuah pabrik sosis pada tahun 1879.

Adolph menikahi istri pertamanya, Roepke Caroline, pada tahun 1870 dan ia meninggal pada tanggal 17 November 1877. Kemudian dua bulan setelah kematian Caroline pada tanggal 18 Januari 1878 ia menikah lagi dengan Louise Bicknese. Luetgert memiliki enam anak, dua dengan Caroline dan empat dengan Louise. Hanya tiga dari anak-anaknya selamat melewati usia dua tahun.

Penyidikan atas hilangnya Louise Luetgert.

Louise Luetgert
Louise Luetgert (From Wikipedia)

Pada tanggal 1 Mei 1897 Louise menghilang dari rumah, Luetgert mengatakan kepada anak-anaknya bahwa ibu mereka telah pergi untuk mengunjungi kakaknya pada malam sebelumnya namun tidak pernah kembali. Setelah beberapa hari, saudara Louise, Diedrich Bicknese melaporkan kehilangannya ke kantor polisi. Luegert kemudian mengklaim kepada polisi bahwa istrinya telah lari dengan pria lain. Selama investigasi mereka, polisi mendapat informasi bahwa pasangan itu memiliki sejarah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pasangan tersebut terlihat sering bertengkar. Menurut sebuah sumber, Luetgert mengalami kesulitan keuangan, sehingga ia mulai berhubungan dengan seorang janda kaya. Ia berencana untuk menikahinya untuk menutupi kesulitan ekonomi, tentunya setelah ia menyingkirkan istrinya.

Polisi melanjutkan penyelidikan mereka dan menemukan pada saat Louise menghilang pada malam tanggal 1 Mei 1897, sekira pukul 10.30 ia terlihat memasuki pabrik dengan suaminya. Seorang penjaga dari pabrik sosis mengkonfirmasi cerita itu, dan mengatakan bahwa Mr Luetgert memperbolehkan ia pulang untuk beristirahat. Polisi juga mendapat penemuan mengejutkan, mereka menemukan tagihan yang menyatakan Luetgert membeli arsenik dan potas sehari sebelum pembunuhan itu.  Karena semua bukti terakumulasi dan tersambung, penyidik mendapat keyakinan bahwa Luetgert telah membunuh istrinya dengan cara direbus dalam zat asam dan kemudian dibuang di sebuah tungku pabrik. Penyidik Polisi kemudian melakukan pencarian di tungku tempat membuat sosis yang untuk bisa mendapatkan sisa tubuh manusia.  Di sana mereka menemukan dua cincin Louisa termasuk salah satunya yang berinisial “LL” terukir di atasnya.   Polisi juga menemukan fragmen tulang yang kemudian diidentifikasi oleh antropolog forensik adalah tulang metatarsal, falang jari kaki, tulang rusuk dan kepala perempuan.   Berdasarkan penemuan alat bukti ini, Luetgert kemudian ditangkap dan diadili, walaupun masih mengklaim dirinya tidak bersalah.

Sidang Pengadilan

Sidang pembunuhan dengan terdakwa Adolph Luetgert dimulai pada akhir Agustus tahun 1897 dan mengambil tempat di Pengadilan County Cook.  Dengan Hakim Richard Tuthill,  Luetgert dibela oleh oleh William Vincent dan jaksa penuntutnya adalah Charles Deneen (Ia kemudian menjadi Gubernur Illinois dan Senator AS untuk Illinois).

Jaksa  menggunakan tulang dan cincin yang ditemukan di salah satu tungku di pabrik sosis Luetgert sebagai bukti utama.  Cincin itu tertulis dengan inisial LL, yang sangat dimungkinkan singkatan dari Louise Luetgert. Pembela berargumen Louise Luetgert telah meninggalkan rumahnya pada tanggal 1 Mei 1897 dan juga mengklaim kesaksian banyak orang bahwa mereka telah melihat dia Louise terlihat dimana – mana.  Selama persidangan, terlihat bahwa Luetgert tampaknya tidak peduli dan terlalu percaya diri bahwa ia tidak bersalah.  Sehingga pada akhir sidang para Juri tidak bisa mencapai keputusan bulat, sehingga kasus itu di sidang ulang.

Sidang kedua Luetgert dimulai pada Januari 1898 di gedung pengadilan yang sama.  Jaksa kemudian menghadirkan saksi seorang antropolog Field Museum di Chicago Columbus bernama George Amos Dorsey, Karena pengetahuannya yang luas tentang tulang manusia dan hewan,  ia dapat dengan meyakinkan membuktikan bahwa tulang ditemukan adalah tulang manusia.  Akirnya pada kali ini juri menghasilkan sebuah keputusan dengan suara bulat, bahwa Luetgert bersalah.  Luetgert dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Luetgert meninggal di penjara setahun sesudahnya pada tanggal 7 Juli 1899 dalam keadaan sakit jiwa.

Kasus ini adalah salah satu persidangan pertama diliput secara luas oleh media. Koran Chicago memberitakan peristiwa ini setiap hari, mereka bahkan menguping pembahasan yang dilakukan oleh juri untuk diberitakan.  Kasus ini pada saat itu disebut kasus selebriti  karena gencarnya pemberitaan tentang persidangan kasus pembunuhan ini.

Hal yang paling penting juga adalah untuk pertama kalinya penyidik menggunakan ahli forensik untuk pembuktian suatu kejahatan, semenjak saat itu berkembanglah ilmu forensik sebagai alat bantu polisi untuk membantu memecahkan kejahatan.

Membahas Penembakan Pasutri di Medan

Banyak peristiwa kriminal yang terjadi, tetapi bagi saya ada beberapa yang sangat menarik saya, karena extraordinary diluar kebiasaan kejahatan yang terjadi, kejadian penembakan pasangan suami istri (Pasutri), Kho Wie To aliah Awi alias Suwito (36) dan Dora Halim (32) seorang pengusaha ikan di rumahnya, Jalan Akasia I No.50, Lingkungan VII, Kelurahan Durian Medan Timur adalah peristiwa yang luar biasa.

Peristiwa itu terjadi ketika korban Awi bersama istri Dora dan anaknya, sedang mengendarai mobil dan memundurkan mobil Chevrolet Captiva BK 333 TO, di depan rumah. Tiba-tiba dari arah belakang mobil korban, langsung didatangi empat orang dengan mengendarai dua sepeda motor. Tanpa basa-basi, pelaku langsung menembaki kaca mobil korban, secara membabi – buta hingga sebanyak 28 kali tembakan. Setelah memastikan target korbannya tewas di tempat, ke empat pelaku langsung tancap gas dan kabur ke arah Jalan Krakatau Medan. Anak korban bernama Kristopin berusia tiga tahun dan pembantu rumah tangganya bernama Aini, turut menjadi korban penembakan dalam peristiwa tersebut, karena berada di dalam mobil korban, terkena peluru yang tembus melalui jok mobil dan untungnya tidak mengakibatkan kehilangan nyawa.

Kepala forensik RSUD dr Pirngadi Medan, Surjit Singh, mengatakan ditubuh korban Kho Wie To alias Awi ditemukan luka robek pada bagian kening, luka tembak pada bagian kepala, dada dan perut. Sedangkan istrinya Dora Halim ditemukan tiga proyektil yakni luka tembak bagian leher sebelah kiri tembus ke kanan, luka tembak pada dada, dan lengan kiri dan bawah “Luka tembus ditemukan pada korban wanitanya yakni pada leher, bahu dan pada lengan kiri bahu,”.

Ada beberapa catatan saya mengenai peristiwa itu:

1) Apakah peristiwa ini menggunakan pembunuh bayaran ? peristiwa penembakan dengan modus seperti ini yaitu : Mengincar korban pada saat korban didalam mobil, Menggunakan senjata api, dan pelaku menggunakan sepeda motor, dalam catatan saya sudah terjadi beberapa kali, antara lain: 1) Pembunuhan bos Asaba Boedyharto Angsono yang menggunakan pembunuh bayaran Edi Siyep dkk dengan intelectual dader nya Gunawan Santoso yang merupakan mantunya sendiri 2) Pembunuhan Nasrudin Zulkarnain yang juga menggunakan pembunuh bayaran Edo cs dan melibatkan Wilardi Wizard sebagai yang menyuruh lakukan dan lebih keatas lagi Antasari Ashar. Jadi apakah kejadian pembunuhan terhadap pasutri Awi dan Dora juga merupakan perbuatan pembunuh bayaran ? Menurut saya kemungkinan besar YA, karena segala faktor telah terhitung dengan cermat, inilah ciri khas pelaku pembunuh bayaran, mereka selalu mencari titik yang paling lengah dari korban: Pada saat didalam mobil dan pada saat parkir adalah titik lemah, melihat pembunuhan bos Asaba dan Nasrudin, pembunuhan Pasutri ini adalah kombinasi keduanya, pada saat didalam mobil dan memarkirkan kendaraanya (mundur).  Tentunya perencanaan pembunuhan ini dilaksanakan secara cermat dan medetail, didahului dengan survey kegiatan sehari -hari pasutri ini. Sehingga didapatkan watu paling tepat untuk eksekusi.

2) Pelaku menggunakan SPM , Melihat pelakunya yang menggunakan sepeda motor dan berboncengan, prinsip ini adalah prinsip “body system” yaitu posisi saling menjaga dan berbagi peran, satu orang eksekutor dan satu orang pengendara SPM (persis seperti pembunuhan Nasrudin dan Boedyharto Angsono) . Mengapa menggunakan SPM tentunya agar lebih mudah “escape” setelah melakukan aksinya.

3) Kematian adalah keharusan , setiap eksekutor dalam peristiwa itu melakukan penembakan lebih dari satu peluru, dan lebih terciri lagi pembunuhan pasutri ini, mereka “mengobral” perluru (28 tembakan) untuk suatu kepastian kematian dari korban, dan terlihat sang eksekutor melihat lagi ke dalam mobil untuk “memastikan” korban sudah tewas.

4) Motif,  sudah tentu adalah dendam, melihat target dari peristiwa ini adalah kematian korban, karena tidak ada indikasi lain seperti perampokan dan lain sebagainya. lalu ada pertanyaan lain, kenapa harus berdua pasangan suami istri ? hmmhmm agak susah dijawab nih tapi perkiraan saya memang targetnya berdua. Apa saja yang menimbulkan dendam ? Kalau melihat Budyharto Angsono itu karena soal pembagian warisan dan penghinaan, kalau soal Nasrudin itu masalah cemburu. Nah bisa jadi peristiwa pembunuhan pasutri ini akibat salah satunya.

Bekas lubang tembakan yang mengumpul menandakan penembak terlatih
Bekas lubang tembakan yang mengumpul menandakan penembak terlatih

5. Temuan gambar, ada hal yang menarik perhatian saya mengenai peristiwa penembakan ini anda bisa melihat lubang bekas tembakan, terlihat tembakan yang mengarah ke supir depan di kaca berupa lubang tembakan yang mengumpul, ini adalah indikasi bahwa pelaku adalah orang yang terlatih menembak. Bagi penembak pemula tidak akan dia memperoleh hasil tembakan yang mengumpul.

Nah, sekarang kita percayakan kepada polisi Polresta Medan dan Polda Sumut untuk mengungkap peristiwa ini, selamat bekerja semoga Sukses bung …

Cerita Seru Seputar Ilmu Forensik (2) : Waktu Kematian

*Kita masuk ke seri kedua tulisan saya mengenai cerita seru seputar Ilmu Forensik, kali ini saya mengupas tentang cara mengungkap waktu kematian.*

Mayat di TKP
Mayat di TKP

Waktu kematian menurut saya inilah hal yang krusial dalam penyidikan kasus pembunuhan, coba anda bayangkan apabila anda seorang polisi dan datang ke TKP pembunuhan, menemukan sesosok mayat yang pertama anda harus tentukan adalah : Kira – kira kapan korban ini meninggal ? Dari waktu kematian kita bisa merangkai lagi cerita (dengan timeline) Bagaimana sang korban menjelang saat – saat kematiannya, tentunya dengan mencari saksi sebanyak mungkin yang melihat, mendengar peristiwa yang berkaitan dengan korban atau orang yang dekat dengan korban pada saat – saat itu. Di bawah ini ada beberapa metode untuk mengetahui waktu kematian korban :

Suhu Tubuh
Cara yang paling umum bagi seorang Ahli Forensik ketika datang ke TKP adalah mengukur suhu tubuh mayat korban, patut diketahui hal yang dapat diukur pada awal kematian adalah suhu tubuh (mayat) korban mulai menurun, Suhu tubuh manusia normal adalah 36 derajat C, suhu tubuh menurun 1 derajat per jam, namun sangat dipengaruhi oleh besar badan korban, tebal pakaian korban, dan udara disekitar korban. Dalam 12 jam kedepan suhu tubuh mayat sudah berkurang setengahnya. Namun apabila korban tenggelam di air suhu tubuh akan turun lebih cepat.

Mayat Jim Jones, pemimpin sekte yg melakukan bunuh diri masal meminum racun cyanida
Mayat Jim Jones, pemimpin sekte yg melakukan bunuh diri masal meminum racun cyanida

Kaku Mayat
Kaku Mayat disebut juga Rigor Mortis dalam bahasa latinnya, hal ini terjadi karena efek kimia dalam tubuh dari asam menuju basa, biasanya sekira 2 jam setelah waktu kematian. Otot manusia yang lemas menjadi keras dan kenyal, proses kekakuan ini dimulai dari kelopak mata kemudian otot muka dan rahang, kemudian kebagian tangan dan terakhir kaki. Rigor Mortis merupakan proses yang berkelanjutan dan setelah 12 jam mayat berubah menjadi kaku seperti balok kayu. Mayat akan tetap dalam kondisi ini selama 12 sampai 48 jam sampai kimia tubuh berubah kembali menjadi asam dan tubuh kembali menjadi lemas. Kejang otot ternyata dapat juga terjadi pada kematian tiba – tiba, memang cirinya hampir sama dengan Rigor Mortis namun hanya bertahan beberapa jam. Sering terjadi pada saat kematian, korban memegang sesuatu, hal itu akan berlangsung beberapa jam. Apabila penyidik beruntung, pegangan erat korban terhadap tersangka pada saat menjelang kematian menyisakan rambut, kulit atau bahan pakaian tersangka, hal ini bisa dikembangkan di laboratorium forensik untuk mencari TSK nya.

TKP penemuan Mayat korban Ryan Jombang
TKP penemuan Mayat korban dari TSK Ryan Jombang

Lebam Mayat
Lebam mayat atau bahasa latinnya disebut Livor Mortis, terjadi ketika jantung berhenti berdetak dan darah berhenti bersirkulasi, sel darah merah turun ke bawah pada bagian tubuh yang bersentuhan dengan tanah karena kekuatan gravitasi. Hal inilah yang menyebabkan lebam pada mayat sekira 2 jam setelah kematian, ini disebabkan karena tubuh tidak bergerak, terjadinya warna pada kulit karena sel darah merah pecah dan terpisah dan masuk ke dalam serat otot. lain halnya dengan kasus keracunan, korban yang mati karena gas karbon monoksida akan terlihat merah terang pada bagian bawah tubuh, sedangkan kalau teracuni cyanida akan terlihat warna pink.

Menentukan Waktu Kematian yang sudah lama terjadi
Pada kasus mayat yang ditemukan setelah beberapa waktu, kerusakan yang terjadi pada mayat akan menjadi indikator lamanya peristiwa kematian telah terjadi. Pada umumnya bakteri bekerja merusak darah menghasilkan noda berwarna hijau setelah 2 hari, setelah 2 hari noda hijau itu menyebar ke tangan, kaki, leher dan tubuh mulai membengkak dan setelah seminggu kulit sudah mulai melepuh. Pada cuaca panas atau tropis banyaknya serangga menentukan waktu rusaknya mayat, lalat hitam dan lalat hijau biasanya menaruh telur mereka pada daging yang masih segar, dan telur menetas antara 8 hingga 14 jam kemudian tergantung suhu disekitarnya. Belatung berkembang dalam 3 tahap, selalu berganti kulit hingga berkembang sempurna menjadi lalat setelah 10 sampai 12 hari. Setelah itu lalat meninggalkan mayat itu untuk melanjutkan perkembangbiakan  ditempat lain. Lalat mempunyai siklus yang selalu sama sehingga para ahli Forensik bisa menduga waktu kematian walaupun mayat baru ditemukan setelah beberapa hari.

Ok, demikian cerita bagaimana seorang ahli forensik menentukan waktu kematian, jadi…. kalau anda tiba – tiba melihat mayat, tentunya sekarang sudah bisa mengira berapa lama waktu kematian kan ? 😛

Cerita Seru Seputar Ilmu Forensik (1) : Kasus Jack The Ripper, Sebuah Pembelajaran

*Halo.. pembaca blogku, bagi yang senang nonton tv kabel pasti banyak yang suka film seri televisi yang berbasis “Forensic Science” seperti CSI dan NCIS, kadang kita terkagum – kagum dengan ilmu forensik yang demikian canggih sehingga bisa mengungkap kejahatan, ditayangkan dalam film bagaimana dengan sejumput barang bukti dengan berbagai macam media dan bentuk dan dengan ilmu pengetahuan barang bukti itu bisa “berbicara”, namun tahukah bahwa ilmu forensik mengalami proses yang sangat panjang dalam penemuannya, dalam beberapa tulisan ke depan saya akan bercerita tentang kisah 2x seru ilmu forensik, selamat menikmati*

Pada tahun 1880 an di East London merupakan daerah yang menakutkan dan berbahaya, hal ini disebabkan kemiskinan yang menyebabkan banyak penduduk hidup dalam lingkungan sosial yang tidak sehat, pelaku kriminal dari berbagai jenis dari perampok, pencopet, pencuri dan pelacur berkeliaran di jalanan dan kekerasan sepertinya merupakan makanan sehari – hari.

Mayat Mary pada saat ditemukan di tempat tidur
Mayat Mary pada saat ditemukan di tempat tidur

Pada suatu pagi di November 1888 , tahun dimana juga pernah ditemukan 2 pembunuhan terhadap perempuan di area ini, seorang pemilik kontrakan datang menagih uang sewa ke kontrakannya yang dihuni oleh seorang pelacur bernama Mary Jane Kelly, ia mengetuk pintu dan tidak ada jawaban, lalu ia mengintip melalui jendela yang rusak dan terkejutlah ia melihat sesosok mayat yang terpotong dan lantai ruangan nya basah oleh darah. Pada saat polisi datang, mereka menemukan tubuh perempuan itu telah dirusak, kedua buah buah-dadanya telah terpotong, organ hati dari mayat itu terletak diantara kaki korban, dan satu tangan yang terpotong diletakkan di perut. Pada tempat perapian ditemukan abu pakaian korban yang sengaja dibakar.

Saksi mengatakan pernah melihat seorang laki – laki dengan kumis dan menggunakan topi bola, dua saksi lain mendengar teriakan dalam kamar sekira jam 4 pagi, dan saksi dari tetangga mendengar langkah kaki meninggalkan kamar Mary dua jam setelah jam 4 pagi.

Korban lain dari "Jack The Ripper"
Korban lain dari "Jack The Ripper"

Pembunuhan yang mengerikan ini adalah seri terakhir pembunuhan kejam dari seorang pelaku yang mendapat julukan umum “Jack the Ripper” (ripper = orang yang membawa pisau), pembunuhan brutal sebelumnya terjadi pada seputaran tahun 1880, semua korban adalah perempuan dan terpotong tenggorokannya, namun pola potongan terhadap korban yang khas menunjukkan perbuatan ini pelakunya Jack the Ripper.

Berdasarkan banyak keterangan saksi dan alat bukti Forensik sederhana pada zaman itu, tidak ada seorang pun menjadi terdakwa dalam kasus Jack the Ripper walaupun banyak sekali alat bukti yang didapatkan di sekitar TKP. Hampir seabad setelah peristiwa ini teori tentang pembunuhan dan identitas daripada tersangka yang dicurigai tetap diterbitkan oleh banyak penulis, peneliti dan polisi. Pada saat itu memang ada tersangka yang diamankan berkaitan dengan pembunuhan ini, tapi tidak ada seorang pun yang terbukti secara syah berkaitan dengan pembunuhan ini.

Kasus Jack the Ripper menggambarkan bagaimana terbatasnya alat bukti potensial yang bisa didapat  ilmu Forensik zaman itu,  pada abad ke 20 bukti forensik menjadi solusi dari banyak kasus pembunuhan,  diakui akibat peristiwa Jack the Ripper yang terkenal dan tidak terungkap itu ilmu forensik mendapat lompatan besar dalam perkembangannya.

Forensik merupakan senjata bagi semua penyidik untuk mengungkap kejahatan, caranya ada 2 yaitu : Mencari pelakunya dan sebagai alat bukti dalam sidang pengadilan untuk mengungkap keterlibatan pelaku dalam TKP, dalam beberapa kasus bahkan bisa juga bekerja keduanya dengan menggunakan metode sidik jari, balistik , perbandingan DNA , analisis jejak elemen, ahli forensik modern bisa mengungkap fakta, membeberkan peristiwa secara detail dan memberi kemungkinan serta teori tentang suatu peristiwa, hal ini pasti tidak pernah ter-pikirkan oleh generasi penyidik zamannya Jack the Ripper.

Diakui juga, walaupun bagaimana hebatnya temuan alat bukti dari ilmu forensik, alat bukti itu baru bisa “berbicara” apabila seorang target tersangka didapat, nah mendapatkan tersangka sangat tergantung dari kerja penyidik polisi.

Ilmu Forensik bukan ilmu yang sempurna dalam penerapan nya,  alat bukti yang terbatas dan tidak lengkap mengakibatkan banyaknya interpretasi, kadang – kadang terdapat opini yang berbeda terhadap alat bukti yang didapat dengan fakta yang didapat. Pada kasus lain penanganan  yang salah terhadap barang bukti di lapangan mengakibatkan ilmu forensik tidak dapat diterapkan.

Ilmu Forensik bisa sangat berguna, tetapi barang bukti harus ditangani secara teliti dan cermat, kalau tidak ditangani dengan baik alat bukti ini tidak dapat “berbicara”, semua digunakan untuk mengungkap pelaku kejahatan dan membebaskan yang tidak bersalah.

Baikuni and Ryan, Persamaan dan Perbedaan

Terungkap lagi pelaku “serial murder” yang korbannya disinyalir hingga 12 nyawa yaitu Baikuni alias babeh… wah,… imbang imbang deh dengan Ryan sang jagal dari jombang…. kok bisa ya ada monster yang berwujud manusia ? begitu hausnya dengan darah…. ? Sebagai seorang yang bertugas di penyidikan, saya sudah banyak sekali menemukan “kekejaman” seperti ini… namun saya menemukan suatu pola yang kurang lebih sama dari monster – monster yang haus darah ini, walaupun ada juga perbedaannya… semua data saya dapat dari media maupun hasil “nguping” rekan 2x penyidik yang menangani kedua kasus itu, inilah persamaan dan perbedaannya :

Monster 1 dan 2
Monster 1 dan 2

1. Orientasi Sex :
Persamaan : Mereka sama – sama Homoseksual …
Perbedaan : Babeh dalam kehidupan Homoseksualnya adalah sebagai “laki” atau bahasa di kalangannya sebagai “Top” dan dia mempunyai kecenderungan Phedophil, sedangkan Ryan di kehidupan homoseksualnya lebih banyak sebagai perempuan atau “Bot” (Bottom) dan tidak ada kecenderungan Phedophil.

2. Trauma Masa Kecil :
Persamaan : mereka mempunyai trauma masa kecil yang mengakibatkan mereka “membenci” wanita, menjadi homoseksual dan mempunyai “sifat pemarah” yang mengakibatkan mereka menjadi pembunuh berdarah dingin…
Perbedaan : Baikuni a.k.a babeh mempunyai trauma pada masa kecil ketika ia diperkosa seorang lelaki pada saat ia berusia 10 tahun, kebencian inilah yang menyebabkan ia menjadi homoseksual dan persis melakukan apa yang pernah didapatkannya (memperkosa anak kecil), Ryan mempunyai trauma masa kecil pada saat melihat ibunya selingkuh di depan matanya pada saat bapaknya tidak dirumah, hal inilah yang menyebabkan ia membenci wanita dan menjadi homoseksual, pada beberapa kesempatan ia pertah berkata : “ibuku adalah seorang yang paling kusayangi sekaligus paling kubenci”…

3. Motivasi Membunuh :
Persamaan : Mereka baik Baikuni maupun Ryan mempunyai motivasi yang sama yaitu tidak ingin ketahuan perbuatannya, terungkap juga dari keduanya mereka setelah membunuh pertama, kedua dan seterusnya… mereka makin lama makin menikmati saat – saat korban merenggang nyawanya…
Perbedaan : Baikuni membunuh lebih untuk menunjukkan “superior” artinya ia sebagai yang kuat menindas yang lemah, para korban  yang melawannya dibunuhnya, mungkin akibat trauma masa kecilnya sangat membekas didirinya… Ryan membunuh lebih banyak dimotivasi karena niat kepemilikan akan harta benda korban, walaupun ada juga karena tersinggung karena korban menghinanya…

Inilah sedikit kesimpulan dari dua monster itu….. ngeri kan ?

Dari saya ada tambahan persamaan dari mereka : ” Mereka sama – sama akan mati dalam eksekusi  didepan regu tembak …”

Babak Baru Antasari, Apapun Bisa Terjadi..

Kasus Antasari telah memasuki babak baru yaitu sidang pengadilan, belum beberapa lama bergulir sudah menuai kehebohan yang luar biasa, diantaranya : Pengakuan terdakwa pelaku Eksekutor terhadap korban Nasrudin yaitu:  Edo Cs yang mengaku mendapat penyiksaan dalam pemeriksaan kepolisian sehingga mengikuti saja ‘skenario’ para penyidik,  Tuduhan yang dilemparkan oleh terdakwa Antasari bahwa Ia hanya merupakan korban dari upaya pelemahan KPK, serta yang paling terakhir yang tidak kalah hebohnya adalah pengakuan terdakwa Wilardi Wizard bahwa keterangan yang ia tuangkan dalam BAP adalah berdasarkan tekanan dari pimpinan Polri dengan harapan ia tidak dipidanakan hanya diberi ‘hukuman disiplin’… drama apa selanjutnya yang akan terjadi di sidang pengadilan ? kita tunggu saja apa yang akan terjadi ….

Antasari dan team Pengacara, courtesy detik.com
Antasari dan team Pengacara, courtesy detik.com

Peran Media juga sangat menentukan dalam membentuk opini masyarakat, dan hal inilah yang dimanfaatkan para pengacara terdakwa, mengenai hal ini sudah saya duga… dan sudah pernah saya tulis dalam tulisan saya sebelumnya:  “Akankah Antasari Azhar Bebas akibat pembelaan Media ? (Melihat kasus OJ Simpson)” . Apalagi kalau disadari peristiwa Antasari hingga terakhir Bibit dan Chandra saling berkaitan, dan merupakan berita yang sangat menarik bagi masyarakat, dan Momentum ini sangat dimanfaatkan oleh para pengacara dan terdakwa untuk membentuk opini ‘inosence’ mereka … 🙂  hehe berhasil ngga ya ?…

Nah, sekarang kita mengupas bagaimana sih sebenarnya cara melihat “Kebenaran” dalam sidang pengadilan ??? ….

Sidang Pengadilan bagi saya adalah ‘ring tinju’ antara Jaksa penuntut Umum dan Pengacara/terdakwa dengan wasitnya adalah Hakim, jadi dalam sidang pengadilan “KEBENARAN” akan dinilai oleh hakim, ia mempunyai hak yang teramat sangat Istimewa untuk menentukan siapa yang salah siapa yang benar … mereka hanya bertanggung jawab kepada TUHAN atas keputusan yang mereka ambil…

Tentunya untuk menilai KEBENARAN itu Hakim melihat dari Alat bukti, yaitu apa saja yang harus ia lihat sebagai Bukti di sidang Pengadilan, untuk meyakinkan Hakim pada suatu KEBENARAN, seperti dalam KUHAP Pasal 184 disebutkan sebagai berikut:

(1) Alat bukti yang sah ialah:

a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa.

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Jadi sebenarnya keterangan para terdakwa yang muncul dalam pemeriksaan awal di Kepolisian kurang berarti, karena sejatinya tugas pembuktian adalah tugas Jaksa di Sidang Pengadilan… Jadi bisa – bisa saja para terdakwa mencabut keterangannya pada waktu diperiksa Polisi, bahkan apabila terdakwa tidak mau memberikan keterangan apa – apa pada waktu diperiksa Kepolisian diperkenankan.

Nah, sekarang tidak heran kan kenapa pada saat pengadilan kenapa para terdakwa memberikan keterangan yang berbeda dibandingkan pada saat diperiksa Polisi …. Adalah Hakim yang diberi kepercayaan oleh TUHAN untuk menilai KEBENARAN dalam sidang Pengadilan…

Dalam sistem hukum kita yang Continental System peran Hakim memang “setengah Dewa” karena dalam sidang pengadilan seperti kasus Antasari hanya ada 3 orang hakim yang menentukan Nasib seseorang, beda dengan sytem Anglo Saxon seperti di Amerika Serikat, KEBENARAN bukan urusan Hakim tetapi JURI yang berjumlah 18 orang (bisa lebih sedikit atau lebih banyak) … Hakim hanya menetapkan hukuman setelah para juri menentukan terdakwa Guilty (bersalah) atau tidak, jadi sebenarnya di Indonesia tugas hakim ada 2 yaitu Menentukan KEBENARAN dan Menentukan Hukuman.. hebat kan ? Nah menurut pendapat pribadi saya, penggunaan Juri dalam sidang pengadilan bisa lebih obyektif kan ? apakah sistem akan berubah ? entah lah hehe….

Sekarang pertanyaan selanjutnya apakah KEBENARAN yang HAKIKI akan muncul dalam sidang pengadilan ???? Apakah terdakwa dinyatakan Bersalah atau tidak Bersalah ? Saya tidak berani menjawab… kita pasrahkan kepada tuan tuan “setengah dewa” tersebut..  dilain pihak silahkan pak Jaksa , pak pengacara beragumen di “ring tinju” sidang pengadilan … untuk Media Pers … silahkan “blow up”  biar seruuu hahaha….

Akankah Antasari Azhar Bebas akibat pembelaan Media ? (Melihat kasus OJ Simpson)

Antasari azhar, sebenarnya masalah sederhana atau ribet sih ?
Antasari azhar, sebenarnya masalah sederhana atau ribet sih ?

Setelah penangkapan terhadap tersangka utama/ otak pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnain yaitu ketua KPK Antasari Azhar, bergulirlah upaya dari tersangka untuk melakukan pembelaan melalui media massa, seperti kita ketahui bersama; permasalahan awal dari pembunuhan ini diduga kuat  ada “cinta segitiga” antara Nasrudin dan Antasari Azhar, sehingga berujung pada pembunuhan berencana terhadap Nasrudin..

Mr. OJ Simpson = Mr. AA ?????
Mr. OJ = Mr. AA ?????

Dalam tulisan ini saya membandingkan bagaimana Kasus O. J. Simpson yaitu kasus pembunuhan yang melibatkan aktor sekaligus mantan pemain “American Football” Amerika O. J. Simpson. Ia diadili karena didakwa membunuh mantan istri Nicole Brown Simpson dan Ronald Goldman (pacar mantan istri) pada 1994. Kasus pidana ini mendapat sorotan luas dari media massa dan publik Amerika Serikat karena O.J. Simpson adalah mantan bintang sepak bola Amerika berkulit hitam. Setelah melalui pengadilan berkepanjangan, Simpson dinyatakan tak bersalah dan dibebaskan pada 3 Oktober 1995. Memang keputusan bebas ini diakui juga akibat besarnya “pembelaan” media massa terhadap OJ Simpson, media massa menggambarkan ia sesorang yang “tidak tercela”, “pahlawan”,  sehingga setidaknya mempengaruhi keputusan Juri yang membebaskan ia.

Kembali ke kasus Antasari Azhar, sekilas yang menjadi opini publik adalah seorang Antasari yang “petualang cinta”, “tidak setia” , “ceroboh”, dan “bodoh” ….. entah siapa konsultan “Public Relation” dari beliau tapi seperti dilihat jajaran pengacaranya adalah “jajaran pengacara yang katanya top” yang sering sekali terlihat “memanfaatkan” Media untuk menggangkat kepopulerannya …..  hahaha…. salah satunya Farhat Abbas…. dan lainnya… mereka adalah pengacara yang selain lihai dalam bidang hukum juga lihai dalam memanfaatkan media untuk mendukung kasusnya…..

Foto ehm eh pak AA dengan Ms. Caddy... waduh gimana menangkalnya ya ?
Foto ehm eh pak AA dengan Ms. Caddy... waduh gimana menangkalnya ya ?

…..dan langsung terlihat bagaimana “setting” media massa terhadapnya seperti dalam konfresi Pers pertama di rumahnya, Ia didampingi oleh istrinya terlihat “mesra” membantah segala “perbuatannya” apalagi “perselingkuhannya”…. tujuannya sudah jelas bukan ?  Melalui Media Massa diharapkan mengaburkan “motif”  sebenarnya dari   peristiwa ini yang diduga keras adalah rasa “ketidaknyamanan” pak Antasari karena diancam dibeberkan skandalnya cintanya oleh Nasrudin…

…. Upaya lain dalam memutar dan membangun “opini”  melalui Media massa adalah menghembuskan bahwa ada “Skenario Besar” dibalik peristiwa ini, dengan meyakinkan masyarakat bahwa “tidak mungkin” seseorang “sehebat” dan “sebersih” Antasahari Azhar terjerembab hanya karena persoalan “peyeum” eh “peyempuan”…. hahaha… kalau anda menyimak tulisan saya sebelumnya, dalam bagian comment pembaca… sebagian besar comment mengatakan mereka tidak percaya persoalan yang diangkat hanya sesederhana itu saja.. yaitu cinta segitiga antara : Antasari, Rani “caddy’ , dan Nasrudin… mulailah dikait – kaitkan dengan “teori konspirasi”, atau juga pelaksanaan pemilu kemarin, atau beberapa peristiwa pengungkapan korupsi oleh KPK beberapa lama ini….. jadi sebenarnya anda juga yang harus bijak menyikapi : Percaya skenario yang sederhana atau skenario yang ribet ????

Upaya lain adalah mencoba mengukit : “ketidakprofesionalismean tindakan polisi” weleh .. hal ini mah basi banget… tapi saya mengingat ada dijajaran pengacara Antasasari yang senang sekali mengungkit masalah ini melalui media massa…. hayooo siapa ituu ?

Akhir dari tulisan ini saya mencoba berhayal … akankah Antasari diselamatkan oleh “Pembelaan Media Massa ????” seperti saya beri contoh kasus OJ Simpson di Amerika Serikat …. bisa iya bisa tidak sih… kenapa ? bisa kalau dengan opini ini menggoyahkan keputusan Hakim dalam sidang pengadilan yang ragu atas penyidikan polisi dan penuntutan jasa… artinya Polisi dan Jaksa kurang mampu menghadirkan “Alat Bukti” dalam sidang pengadilan yang bisa meyakinkan hakim bahwa pak Antasari adalah tersangkanya…. Nah keadaan “gamang” ini bisa diputar – balikkan dengan opini melalui media massa….. Akankah terjadi ? ok kita lihat episode berikutnya dari kasus ini… akankah Media tetap membela Antasari…

Oh ya, OJ Simpson bisa jadi lebih beruntung dari Antasari, kenapa ? karena di Amerika yang menganut sistem hukum “Anglo Saxon” menggunakan sistem “Juri” dalam menentukan seseorang “bersalah” atau “tidak bersalah” dan “Juri” ini biasanya representasi belasan Masyarakat dalam sidang pengadilan yang ditunjuk ..  tentunya masyarakat akan lebih terpengaruh dengan pemberitaan Media apalagi menyangkut idola masyarakat seperti OJ Simpson,  Lain halnya di Indonesia yang meggunakan prinsip “continental” dalam sidang pengadilan, artinya Hakim lah yang langsung menetapkan seseorang terdakwa bersalah atau tidak, dan seperti diketahui hakim dalam sidang pengadilan ada 3 orang… nah… menurut saya seorang Hakim agak sulit dipengaruhi “pembelaan Media Massa” karena mereka lebih menilai obyektifitas hukum seperti yang hadir dalam sidang pengadilan…

Kita Nantikan bersama hasilnya …. penasaran kan ? hehehe……