KEBUDAYAAN MASYARAKAT DARFUR (BAGIAN I)

Tulisan ini adalah tulisan bersambung yang saya dapat dari berbagai sumber tulisan, pada awalnya untuk membangun pengertian buat kontingen FPU Indonesia mengetahui masyarakat Darfur, namun tidak ada salahnya saya Share di Blog ini, semoga bermanfaat :

Masyarakat Darfur Antri di Sumber air
Masyarakat Darfur Antri di Sumber air

Darfur adalah wilayah Sudan yang mayoritas penduduknya beragama Muslim, pada sebelum konflik tercatat 6 juta penduduk terdiri dari masyarakat Arab dan Non Arab, letak Darfur berada di sebelah Barat Sudan. Darfur adalah willayah tandus, dengan gurun pasir yang merata, musim kering yang panjang, dan sumberdaya alam yang terbatas, sebelum konflik yang mengakibatkan rusaknya tatanan hidup, masyarakat Darfur merasa nyaman dengan hidupnya meskipun hidup dengan tantangan alam seperti ini. Masyarakat Darfur sebenarnya adalah masyarakat yang tidak senang menonjolkan diri, tetapi sebagai dukungan terhadap komunitasnya, dan atas restu kepala sukunya ia berani untuk berduel untuk menyelesaikan permasalahan pribadi, adat, atau permasalahan antar dua pihak.

Kebudayaan Darfur adalah gabungan dari berbagai adat istiadat, tradisi, dan kepercayaan agama dari berbagai suku yang ada di Darfur, setiap suku mempunyai bahasa sendiri, penampilan seni dan tarian tersendiri pula, namun karena kebudayaan Islam yang dianut sebagian besar penduduk Darfur mereka mempunyai perayaan keagamaan dan ritual yang sama dan juga menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa utama dalam berkomunikasi, walaupun masyarakat Darfur dimarginalkan oleh pemerintah pusat namun semangat kebudayaan dan hubungan antar suku berjalan dengan damai.  Namun perbedaan sangat terjadi setelah konflik di Darfur, pemerintah Sudan seperti banyak dituduhkan Media Asing  melakukan pemusnahan secara sistematik (genosida) tatanan kehidupan Masyarakat Darfur yaitu:  penghancuran cara hidup bermasyarakat  Darfur, pengrusakan harkat hidup dan tempat tinggal masyarakat Darfur dan pembunuhan serta perkosaan terhadap Masyarakat sipil Darfur mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap budaya mereka,  apakah ini benar ?  Quo Vadiz…

SUKU – SUKU, TEMPAT DAN BAHASA
Darfur terdiri dari tiga negara bagian, Shamal Darfur (Darfur Utara), Janub Darfur (Darfur Selatan) dan Gharab Darfur (Darfur Barat). Darfur mempunyai arti “Tanah orang Fur” , adalah tempat tinggal dari 40 (empat pulah) sampai 90 (sembilan puluh) suku – suku (Flint and the Wall 2005:8) Suku ini terdiri dari kumpulan keluarga yang menginduk kepada satu kelompok etnik yang dominan. Suku terdiri dari anggota suku, pengunjung dari desa tetangga, tamu dan fakir serta pengajar Qur’an atau Ustad.

Konflik yang terjadi pada saat ini membagi banyak suku – suku dalam katagori arab dan non arab. Yang termasuk suku non Arab adalah masyarakat pribumi asli, masyarakat “Black Africa”, pada saat suku – suku arab mengklaim mereka sebagi keturunan dari Timur tengah, dan mencari awal kelahiran sebagai keturunan dari Nabi Muhammad SAW.  Suku – suku non Arab di darfur sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani (yang memiliki stok kebutuhan hidup), dan termasuk orang Fur (yang secara turun-temurun bertempat tinggal di Tengah dan Timur Darfur), orang Zaghawa(Shamal Darfur/Chad) dan orang Masalit (Gharab Darfur/Chad). Suku-suku Arab secara umum hidup berpindah-pindah pastoralis, dan termasuk orang Sharafa (Darfur Selatan) ,orang Rizeigat (Darfur Tenggara), dan orang Taisha ( Darfur Selatan).

Komunikasi, pada kedua level antara level individu dan level kesukuan, telah lama menjadi sebuah pijakan dasar bagi penyelesaian konflik di Darfur,  sehingga sudah dipastikan bahwa bahasa adalah sebuah bagian yang penting dari kebudayaan orang Darfur.  Orang Arab dan orang non Arab, keduanya sama mengunakan bahasa Arab.  Sementara masyarakat Darfur yang keturunan non Arab juga menggunakan bahasa suku mereka. Meskipun saat ini ada beberapa inisiatif yang telah diambil untuk membuat tulisan untuk bahasa Suku, utamanya diantara orang Masalit, bahasa kesukuan,  mengikuti sebuah tradisi lisan, dan tidak memiliki tulisan mereka sendiri.  Secara turun-temurun, ketika konflik muncul, maka diadakan pertemuan antara omda atau sheik (pimpinan informal kesukuan di Darfur mengikuti tradisi arab). Musyawarah ini diadakan hampir selalu dalam bahasa kesukuan, terkecuali jika konflik terjadi diantara suku yang berbeda, dalam kasus ini bahasa Arab lazim digunakan.

Kebijakan “Arabisasi” pemerintah Sudan berpengaruh terhadap bahasa kesukuan di beberapa bagian tertentu di Darfur. Orang Zaghawa di propinsi El Bain,sebuah daerah di timur Darfur yan didominasi oleh orang Arab, tidak lagi berbicara dalam bahasa orang Zaghawa, disebabkan oleh generasi yang dipaksakan berkomunikasi dalam bahasa Arab. Serupa dengan daerah lain di Darfur, para murid hanya dibolehkan untuk berbicara dalam bahasa Arab di sekolah, serta ditegur secara lisan atau dipukuli oleh gurunya jika mereka berbicara dalam bahasa kesukuannya. Terdapat juga beberapa contoh orang dewasa yang dilecehkan, diejek, atau diganggu secara fisik di jalanan karena para pendukung fanatik “Arabisasi” mendengar mereka berbicara dalam bahasa kesukuan mereka.

(bersambung….)

SEKOLAH POLISI INTERNASIONAL DI INDONESIA

lambang JCLEC

Ngga nyangka juga Indonesia diberi kepercayaan dari dunia Internasional untuk membuat sekolah polisi berskala Internasional, sekolah ini diberi nama : Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) sekolah ini menyediakan pendidikan bagi para penegak hukum dalam kerangka penyidikan multi Yuridiksi dalam kejahatan Transnasional, dengan memfokuskan pada kegiatan memerangi terorisme.

JCLEC terletak didalam AKADEMI KEPOLISIAN Semarang, diresmikan pada tahun 2004 oleh Pemerintah Australia dan Indonesia, dan pemerintah Australia telah berkomitmen untuk menyiapkan dana sebesar AUD$36.8 juta selama 5 tahun sampai tahun 2009, dan dimungkinkan juga untuk diperpanjang.

JCLEC diresmikan oleh presiden Indonesia (waktu itu) Megawati Soekarnoputri pada tanggal 3 Juli 2004, walaupun lembaga ini dibentuk sebagai bagian dari kerjasama bilateral, tapi tidak menutup juga bagi negara – negara lain dari kawasan regional maupun Internasional untuk turut berpartisipasi baik sebagai donor maupun kontribusi peserta maupun pelatih untuk mencapai tujuan dari lembaga ini.

presiden SBY berkunjung ke JCLEC

Lembaga JCLEC ini bekerjasama dengan seluruh Lembaga Penegak Hukum di Asia tenggara, dan juga dengan lembaga (pendidikan) yang serupa seperti : South East Asian Regional Centre for Counter Terrorism (SEARCCT) di Kuala Lumpur, dan International Law Enforcement Academy (ILEA) di Bangkok.

Dalam beberapa kesempatan lembaga – lembaga ini (JCLEC, SEARCCT, ILEA) membuat team ad-hoc dalam seminar Internasional tentang kejahatan internasional, seperti dalam Bali Ministerial Meeting on Counter-Terrorism pada bulan February 2004 dan banyak seminar lainnya.

suasana kelas

Siswa kepolisian yang pernah ikut pendidikan di JCLEC tercatat dari banyak negara di Dunia… saya tercatat sebagai Alumni pertama JCLEC selepas diresmikan presiden pada tahun 2004, pada waktu saya ikut ada siswa dari Thailand, Singapura, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, Fiji, New Zealand dan Australia… pada waktu itu saya mengikuti pendidikan “Post Blast Investigation Course” dan banyak negara lain… saya pernah juga bertemu seorang Polisi Kanada sewaktu survey di Sudan dia pernah juga mengikuti pendidikan di JCLEC dia bilang lembaga ini termasuk lembaga pendidikan Polisi Terbaik di dunia…. wow kereeen……

foto peserta pendidikan

ini beberapa program pelatihan dalam JCLEC ,diantaranya termasuk :
Investigations (english) / Penyidikan (indonesia);
Intelligence (english) / Intelijen (indonesia);
Forensics (english) / Forensik (indonesia);
Financial Investigations (english) / Penyidikan Finansial (indonesia);
Communications (english) / Komunikasi (indonesia);
Computer Based Training
Research (policy and legislation)

Dalam pendidikian ini mencakup beberapa jenis kejahatan Transnasional seperti :

terorism;
narcotics;
maritime crime;
people smuggling;
sexual servitude;
child sex tourism;
dan .. cyber crime.

SEKOLAH UNTUK PEACEKEEPER

Tulisan ini adalah sekelumit pengalaman saya mengikuti pelatihan di “CENTER OF EXELLENCE STABILITY POLICE UNIT” di VICENZA ITALIA

Pada awalnya setiap pelaksanaan operasi misi perdamaian yang dilakukan oleh PBB selalu terbagi menjadi 2 (dua) satuan tugas yang terdiri dari Multinational Spezialized Unit (MSU) yang lebih dikenal sebagai penugasan militer dalam missi PBB dan Civilian Police (UN CIVPOL), konsep tersebut masih dipertahankan oleh PBB sampai dengan tahun 1990-an. Setelah beberapa misi perdamaian PBB mulai mengevaluasi konsep tradisional tersebut karena dirasakan efektivitasnya mulai berkurang dan tidak efisien, keadaan tersebut ditambah dengan adanya fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap operasi misi perdamaian selalu menghabiskan dana yang sangat besar.

Adanya perbedaan tugas yang besar antara penugasan MSU (Militer dengan persenjataan lengkap/berat) dan CIVPOL (polisi sipil yang tidak bersenjata/terkesan lemah) yang terjadi justru membahayakan komunitas internasional dalam rangka menciptakan kestabilan dan mengakhiri perang yang menyengsarakan masyarakat, sebagai contoh pada saat missi perdamaian PBB di KOSOVO pada tahun 2002 ada demostrasi besar – besaran untuk menuntut kemerdekaan dari Serbia, pada saat chaos ternyata CIVPOL yang ditugaskan PBB tidak bisa berbuat apa – apa, karena mereka tidak mempunyai unit DALMAS dan tidak bersenjata, terpaksa ditugaskanlah MSU (Militer) untuk menangani demonstrasi, tentunya konsep yang berbeda antara Militer dan Polisi menyebabkan banyaknya jatuh korban para demonstran, ini membawa perseden buruk PBB karena tidak menjunjung HAM dengan menugaskan militer untuk menangani demonstrasi.

Atas peristiwa tersebut PBB memikirkan konsep baru, yaitu memperkuat CIVPOL menjadi Stability Police Unit (SPU), dalam bentuk Form Police Unit (FPU), Didalam penugasan FPU selalu berdasarkan pada prinsip-prinsip kebutuhan, proposional dan akuntabilitas. Semua tindakan yang diambil oleh FPU bertujuan untuk melindungi kehidupan manusia, properti, kebebasan dan martabat manusia.

FORM POLICE UNIT

FPU merupakan pasukan taktis yang bersenjata lengkap yang terdiri dari elemen pasukan pemukul, unit intelijen, penyidik, negosiator, logistik, juru bahasa dan unit reaksi cepat yang terdiri dari 125 – 140 orang. Peralatan dan kelengkapan yang dibawa oleh negara yang tergabung dalam misi perdamaian diadakan oleh masing-masing negara peserta dan pada pelaksanaannya berdasarkan pada nota kesepahaman (MoU) antara United Nation (PBB) dan negara kontributor (PCC).

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya FPU harus mematuhi dan menghormati resolusi Dewan Keamanan PBB, hak azasi manusia, norma –norma yang berlaku, standar peradilan pidana dan undang-undang yang ada di negara tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan hak azasi manusia, peradilan pidana dan aturan-aturan PBB. Perlu ditekankan bahwa anggota FPU harus tunduk pada petunjuk/cara dalam penahanan, penggeledahan (memasuki lokasi dan mencari barang bukti) dan penggunaan kekuatan, peralatan dan senjata api yang telah disahkan oleh DPKO.

 

FPU dalam menjalankan tugasnya mempunyai misi eksekutif yang terdiri dari :

1. Perlindungan personil dan fasilitas PBB

FPU harus membantu dalam melindungi personil dan fasilitas PBB dengan mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan resposif terhadap ancaman masa dan hubunganya dengan gangguan masyarakat.

2. Ketentuan keamanan yang mendukung terhadap badan penegak hukum nasional

FPU wajib membantu badan hukum nasional sesuai dengan mandat misi. Sebagian dari fungsinya FPU melaksanakan patroli gabungan dengan badan penegak hukum nasional.

3. Capacity building

Dalam hal ini FPU harus memberikan pelatihan dan petunjuk kepada mitra kerja mereka sesuai dengan masalah-masalah DPKO yang berhubungan dengan reformasi, restrukturisasi dan membentuk kembali badan penegak hukum.

Didalam pelaksanaan di lapangan FPU mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :

1. Presidential security (Pengamanan Presiden)

2. Security sites (Pengamanan)

3. Anti robery (Anti Perampokan)

4. Crowd control (Penanganan Unjuk Rasa/DALMAS)

5. Patrol Checkpoint

6. VIP escort (Pengawalan VIP)

7. Camp security of FPUs camp (Pengamanan Lokasi di FPU Kamp)

8. Special operation (Operasi Khusus)

9. Weapon escort dan sebagainya (Pengamanan Senjata Api)

Center of Excellence Stability Police Unit (CoESPU)

Untuk mewujudkan stability police unit maka negara-negara yang tergabung di dalam G8 dalam Sea Island Summit Meeting pada Bulan Juni 2004 mengambil inisiatif, yang dituangkan dalam Action Plan and Global Peace Operation Initiative, untuk menyatukan persepsi internasional tentang penggunaan SPU dan program pelatihan terpadu melalui pembentukan Pusat Pelatihan Stability Police Unit atau Center of Excellence Stability Police Unit (CoESPU). Pembentukan CoESPU dipercayakan kepada Italian Carabinieri (semacam BRIMOB) yang dianggap cukup berhasil pada berbagai misi perdamaian PBB melalui keterlibatannya dalam MSU.

Center of Exellence for Stability Police Units (CoESPU) berada di Kota Vicenza, italy adalah pusat pembelajaran dan pelatihan Operasi Perdamaian Dunia (Peace Support Operation). CoESPU bertujuan meningkatkan kemampuan unit-unit polisi sebagai penjaga stabilitas (stability police unit) di daerah-daerah konflik dimana keberadaan Peace Support Operation dibutuhkan. Italian Carabinieri diberi mandat untuk mewujudkan CoESPU sebagai pusat pelatihan dan standard doktrin bagi unit-unit polisi sipil yang akan dikirim ke misi-misi perdamaian internasional.

Pelaksanaan pelatihan polisi perdamaian ini adalah merupakan pelatihan pertama kali yang di ikuti oleh Polri dengan melibatkan Pamen dan Perwira sebanyak 10 (sepuluh) orang, mulai dari tanggal 7 Mei – 24 Juni 2007 untuk Middle management dan 24 Mei – 24 Juni 2007 untuk High Level Management, Masing-masing peserta yang mengikuti program pelatihan baik High dan middle Level Management Course terdiri dari 9 negara : Cameroon, Indonesia, India, Jordania, Kenya, Nigeria, Pakistan, Serbia dan Senegal.

Setelah mengikuti pelatihan di CoESPU para peserta mendapatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai berikut :

1. Pengetahuan tentang Peace Support Operation

2. Pengetahuan tentang Tactical Doktrine ( Doktrin Lapangan) di dalam pelaksanaan tugas misi perdamaian PBB

3. Pengetahuan Hukum Humaniter

4. Pengetahuan Internatinal Law dan International Relationship

5. Pengantar Geopolitics and Peace Keeping

6. Pengenalan International Criminal Court dan International Court of Justice

7. Ketrampilan dan teknik mengatasi unjuk rasa (Crowd Control Techniques)

8. Ketrampilan menjinakkan api di dalam situasi unjuk rasa/demonstrasi

9. Ketrampilan menggunakan senjata api jenis Beretta FS 92/Italia

10. Ketrampilan dan teknik patroli tempur perkotaan di daerah krisis (Bricks)

11. Keterampilan First Aid di daerah operasi

 

UN Certification

Dalam pelaksanaan kegiatan kursus, peserta dari Indonesia juga mengikuti UN Certification yang diselenggarakan UN DPKO dengan materi sebagai berikut: Test Kemampuan Mengemudi, Test Menembak, Test Kemampuan Berbahasa Inggris. Seluruh perwira dari kontingen Indonesia yang mengikuti Middle Management dinyatakan lulus dan layak menerima sertifikasi dari UN (PBB) dan dapat digunakan sebagai persyaratan utama untuk mengikuti misi-misi perdamaian yang dilaksanakan oleh PBB.

 

Kontingen FPU Indonesia

Sebagai wujud peran Indonesia dalam melaksanakan perdamaian dunia, maka Pemerintah Indonesia melalui PTRI (Perwakilan tetap Republik Indonesia) di Markas Besar PBB di New York, telah menunjuk Mabes Polri untuk menyiapkan kontingen FPU pertamanya untuk bertugas di Dharfur, Sudan. Permasalahan yang terjadi di negara ini adalah konflik SARA yang berkepanjangan di wilayah barat Sudan Dharfur, di wilayah ini mayoritas adalah etnis afrika, karena merasa kurang diperhatikan mereka melakukan pemberontakan, permerintah Sudan yang mayoritas etnis Arab tidak mampu menghadapi pemberontakan tersebut, lalu mereka membiayai milisia Arab bernama JANJAWEED, yang terbukti melakukan genosida.

Mabes Polri melalui Deops telah disiapkan 140 orang calon FPU dari Indonesia, dengan pelatihan dipusatkan di Mako Korps Brimob, Kelapa dua. Komandan kontingen yang ditunjuk adalah Akbp JOHNY ASADOMA, Kapolres Binjai, Sumatra Utara. Penulis sendiri berbekal pelatihan di COESPU, ditunjuk sebagai Wakil komandan kontingen FPU, yang direncanakan berangkat pada bulan Desember 2007, dengan lama penugasan satu tahun.

KELULUSAN

My duties in Police Subregional of Tebo

Recently I posted as a vice chief of Tebo subregional Police, Tebo is the western of Jambi Province. as a new subregional (previously Bungo-Tebo and separated 3 years ago) the infrastructure of this area hasn’t perfect yet, most road still dusty, only surrounding town has a good road.
Population of Tebo are 300.000, and the main income is farming (rubber and palm) and logging. Most of Tebo area is a forrestry, in the north part of Tebo in “Bukit Tigapuluh” national park, we can still see a large group of wild elephants live there, and also live there uncivilized tribal called “Kubu” or “Suku anak dalam”, they live nomadic and has an animism beliefs.
Polres (Police subregional) Tebo have 10 Police Stations (the most far is Tujuh Koto Police Station, from Tebo are 90 Km to the north), and 344 police officers who services in those police station also as a staff in Tebo HQ. The most criminal cases we have (eventough rarely) are : theft, burglaries, and illegal logging. Crime statistic justified that Tebo is a save area, not more than 30 cases per year, this because the raise price of rubber and CPO base of palm tree, made people has achieved more income a lot more of standard living cost, if we notice the theory of crime that crime occurred mostly in “unhappy” community, not either in Tebo.
For me accommodation is good, houses for officers build just next to Tebo Police HQ, for VC is ready 200 m sqr house. but most of the time i live by myself, my kids and wife still live in Jambi. Yeah this is a problem…… The education in Tebo isn’t good enough, so I decided to keep my kids have school in Jambi, so i met them occasionally only during the week end, but not only me have this such kind of situation, most officers’ families live in Jambi, even our boss (head of polres or Kapolres) his family also live in Jambi.

Belajar di Negeri Orang

Diskusi dgn siswa mancanegara, Vicenza, italyMemang tidak banyak Polisi mempunyai kesempatan sekolah ke luar negeri, mungkin jika dilihat dengan jumlah polisi yang 250 ribu orang kalau tidak lebih seratus orang yang mendapat kesempatan ini, memang tidak seimbang.  Kesempatan belajar ke luar negeri sebenarnya baru terbuka semenjak berpisahnya TNI dan Polri, dahulu setiap kesempatan sekolah  luar negeri untuk polisi, kebanyakan yang dikirim justru anggota TNI, contohnya pada tahun 80 an pernah ada kesempatan dari kepolisian Jerman untuk mengikuti pendidikan anti teror GSG 9 (Polisi Spesial Jerman), dan permintaan itu disampaikan kepada POLRI melalui MABES TNI, dan ternyata yang dikirim adalah personal TNI AD yaitu Jend (purn) PRABOWO mantan Komandan Kostrad TNI.

Pada saat ini ada banyak sekali kesempatan bagi Polri untuk mengikuti pendidikan ke Luar Negeri, Contohnya di Bangkok untuk ILEA (International Law Enforcement Agency) Course, Di Amerika Serikat untuk Lanjutannya, Italia untuk CoESPU (Center of Exelence Stability Police Unit), Australia, Belanda dan banyak negara lainnya.

Saat ini Kontributor terbesar untuk pendidikan Polri adalah Amerika Serikat dan Australia, ini bisa dimaklumi karena peran mereka dalam perang melawan Terorisme, dan mencebah terorisme sebelum masuk ke dalam teriterial mereka.

Kesempatan untuk belajar di negeri orang untuk seorang Polisi memang sangat bermanfaat bagi kemajuan POLRI, setidaknya mengetahui perbandingan sistem kepolisian negara lain kemudian mengadopsi sistem yang terbaik bagi Indonesia, namun menurut pengamatan saya kelemahan dalam penguasaan bahasa asing masih rendah bagi anggota POLRI sehingga tidak banyak yang bisa diberangkatkan, kalaupun ada personil tersebut sudah berulang kali mendapat kesempatan, karena tidak ada saingan dalam penyeleksian.

CoESPU (Center of Excelence Stability Police Unit)

This June I ordered from INP HQ to attend a course in Italy named CoESPU (Center of Excelence Stability Police Unit), sound strange huh ? so untill the opening of the course I didn’t know what the porpuse of this course….

This course is located in Carabinieri academy in Vicenza, Italy. Previously it was the school of Carabinieri warrant officer, nowdays by the help of G-8 countries this intitution has change to be international police training center. The main task of this institution is to make Stability Police Unit (SPU) wich spesified to deployed to any UN Misssion in all the world. Their job is to stabilize any civilian clash yet the UN by the mandate of Security Counsil has take a part in that particular place……

( this is a 1 st part )

Pasukan Khusus Kepolisian (Detasemen 88)

Polri sudah mulai memasuki era baru: berjuang melawan terorisme. Tindakan ini dipercepat atas peristiwa “bomb bali” pada Oktober 2002, yang memakan korban jiwa 388 orang dan kebanyakan korban adalah warga asing. Walaupun POLRI mempunyai pengalaman dengan banyak gerakan radikal dan berubah menjadi gerakan teroris, peristiwa bom bali ini ini mempunyai dampak luar biasa, karena banyaknya jumlah korban orang asing, pada awalnya setiap negara mempunyai keraguan apakah POLRI bisa membawa pelaku ke pengadilan, Dan POLRI membuktikannya dengan menangkap tersangka utama dan mengungkap tidak lebih dari 30 hari sesudah kejadian tersebut. Kerja keras Polri oleh team anti bomb teror oleh brigJen Gorries Mere dan Kapolda Bali Jend Made Mangku dan lebih dari 10 kepolisian di seluruh dunia sebagai penasihat tekhnis sudah terbukti. Mereka menangkap lebih dari 100 orang tersangka yang berurusan dengan perbuatan ini, dan tersangka utama adalah Amrozi dan Imam Samudra.
Keberhasilan ini mempunyai dampak dan sejak itu negara asing memberi banyak bantuan untuk membangun POLRI lebih banyak kemampuan ke mencegah teroris bertindak.Salah satunya akan membuat pasukan istimewa Polri yaitu detasemen 88. Detasemen 88 ini di bawah pengawasan Mabes Polri, dan berada di setiap Polda di Indonesia.Tugas mereka adalah mengungkap dan membasmi teroris. Di setiap Detasemen 88 mempunyai 3 bagian: Intel, Penyidikan dan Pasukan Pemukul. Setiap anggota det 88  waib menerima latihan terorisme di sekolah anti teror di Semarang Jawa Tengah. Tidak lama setelah pembentukan detasemen 88, mereka berhasil untuk membunuh satu tokoh terorist Azahari di Malang, Jawa Timur.
(walaupun demikian masih ada yang belum tertangkap: Noordin Top, sebelah kanan gambar).

In The Academy

I started to be a cadet of Police Academy or Akademi Kepolisian /Akpol In ’89, but Before that I had to accomplish basic training for three months in Academy of Arm Forces in Magelang, Jawa Tengah .

We had fully military training, therefore we trained shooting, raid tactic, cross country, jungle survival … etc.

Indonesian Police Academy placed in Candi, outskirt of Semarang, Jawa Tengah, for those who become cadet have to take 3 years studied time, and year as studied officer.

During 3 years, each years named as : 1st year as Corporal Cadet, 2nd year as Sergeant Cadet, 3rd year as Major Sergeant Cadet, and 1 years as a studied officer.

We were have very tight daily schedule : beginning at 4 am for morning sports, morning roll call at 7 am, breakfast, class or outdoor activities until 1 PM, After class roll call, Lunch, Afternoon Activities, night roll call at 9 pm… and same schedule tomorrow, we only have the day off in the weekend.

Being as a cadet is very proudful, every time we spend a weekend and go to downtown, every single girls eye were look to us (gee!).

If you ever see the old movie: Officer and Gentleman, that is look exactly as picture of us.

Akpol started accepting women as Cadet in the years ’02, in my cadet’s time, all men.