Persenjataan FPU Indonesia: SS2-V5

persiapan patroli

Formed Police Unit (FPU) Indonesia di Darfur Sudan sudah pada kontingen yang ke 5, sudah banyak yang dilakukan dalam upaya mencapai perdamaian di missi gabungan antara PBB dan Uni Afrika yang disebut United Nations African Union Mission in Darfur (UNAMID), ada yang istimewa dalam kontingen ke 5 ini dengan diperkenalkannya senjata personal yang baru yaitu SS2-V5 buatan Pindad. Sekarang kita mendapat persenjataan produksi anak bangsa yang ternyata tidak kalah dengan buatan impor lainnya, atau setidaknya persenjataan FPU yang terdahulu yaitu STYER.Proses pergantian ini berjalan seiring dengan rotasi pasukan FPU 5 yang membawa senjata baru dan FPU 4 pulang membawa senjata yang lama, hal ini tidak menjadi masalah karena yang membawa pasukan ini satu pesawat carter.

Pindad_SS2

Secara umum gambaran Senjata Serbu (SS) seri SS2-V5 ini adalah:

Water point IDP Abu SoukSS2-V5 dibuat pertama kali 2006 silam yang dikembangkan oleh pabrik senjata kebanggaan Indonesia PT Pindad mulai dari tipe SS2-V1, SS2-V2 dan SS2-V4, yang membedakan SS2-V5 dengan produk sebelumnya adalah panjang larasnya, dan SS2-V5 ini paling pendek diantara tipe lainnya, sebagai gambaran SS2-V5 paling pendek larasnya sedangkan yang paling panjang SS2-V4.
SS2-V5 didisain oleh PT Pindad untuk memenuhi kebutuhan senjata perang kota. Ukurannya lebih pendek, lebih ringan, nyaman dipakai, tahan terhadap kelembaban tinggi dan lebih akurat setelah mengoreksi sustain rate of fire.
SS2-V5 memiliki panjang laras 252mm. Bandingkan dengan SS2 V1 = 460mm, SS2 V2 = 403mm dan SS2 V4- 460mm. Dengan laras yang lebih pendek tersebut, membuat SS2 V5 juga memiliki panjang senapan paling pendek diantara seluruh varian SS2 yang rata rata memiliki panjang 920- 990mm. Sementara SS2 V5 hanya 770mm.
SS2-V5 memiliki popor senjata extended dan bisa dilipat, penambahan picatinny rail yang memudahkan telescope keluar-masuk, telescope lebih akurat dan front handle yang memudahkan pengoperasian senjata.
SS2-V5 memiliki tiga model fire mode: otomatis, single shot dan machine. Pindad mengaku telah mengujinya diberbagai medan sesuai standar TNI baik air sungai, rawa dan laut dan kekuatan karet.
SS2-V5 buatan 2012 mempunyai berat 3,39 kilogram ini sudah digunakan pasukan Korps Pasukan Khusus (Kopassus) serta diekspor ke sejumlah negara Afrika dan sekarang digunakan oleh pasukan perdamaaian kebanggaan Polri FPU-5.

SS2-V5 PindadSekarang kita dengar comment dari Komandan Kontingen FPU 5, AKBP Reza Arief tentang senjata ini:
1. Dengan laras yang tidak terlalu panjang sehingga nyaman dibawa pada saat jalan kaki dan pada saat membawa kendaraan.
2. Akurasi tinggi pada saat penembakan, serupa dan senyaman pada saat menembakkan M16, akan lebih spesial lagi dengan menggunakan peluru 5TJ daripada menggunakan 4TJ buatan Pindah karena grain nya lebih besar.
3. Recoil nya (hentakan kebelakang akibat penembakan) sangat kecil dan halus dibandingkan pendahulunya SS1 varian pendahulunya bahkan lebih mulus dari M16 yang terkenal paling “halus”,  padahal secara teori semakin pendek laras akan semakin besar Recoilnya , terbukti dari beberapa senjata M16 yang dipendekkan  hasil recoilnya semakin besar.
4. Kekurangan yang dirasakan adalah di mekanik Trigger yang masih kurang stabil, kadang ringan tiba – tiba bisa agak keras mungkin ini disebabkan oleh material Spring yang kurang bagus. Walaupun demikian ketidak stabilan Trigger tidak terlalu mempengaruhi keakuratan bila digunakan untuk Combat Shooting maupun Tactical shooting mungkin sangat terasa apabila digunakan pada saat kompetisi.
5. Senjata ini mungkin dirancang menggunakan popor tetap bahkan sudah menggunakan adjustable butt produk magpul, tapi sayangnya masih menggunakan popor lipat yang dikunci untuk mencegah terlipat, permasalahannya penguncinya tidak permananen sehingga masih sering goyang, disarankan untuk dibuat paten sehingga lebih nyaman.
6. Kekurangan lainnya adalah Handcarry handle yang juga merupakan tempat dan pelindung pisir (rear sight) materialnya kurang kuat sehingga ada beberapa senjata yang bengkok karena jatuh tidak disengaja.
7. Kelebihan dari senjata ini adalah sudah mengadopsi rail System, Ato Piccatinny sehingga tidak perlu modifikasi tambahan jika hendak memasang accessories lainnya seperti Alat optik, Senter, Laser Pointer maupun Rail Cover, semuanya kompatibel dengan yang ada di pasaran produk apa saja asalkan mempunyai Rail System.

moon shop

Tugas FPU 5 akan berakhir hingga bulan Oktober 2013, kita doakan bersama agar dalam bertugas di UNAMID Darfur Sudan tidak menemui kendala yang berarti, dan pasukan sebanyak 140 orang ini bisa kembali dengan selamat.

Catatan Perjalanan Seorang Peacekeeper Dari Tengah Gurun Pasir Darfur.

“A life without adventure is likely to be unsatisfying, but a life in which adventure is allowed to take whatever form it will is sure to be short.”

Bertrand Russell quotes (English Logician and Philosopher 1872-1970)

Pada suatu sore pada saat hendak main bulutangkis, saya ditelepon oleh sesorang dari Mabes Polri, saya diberitahu bahwa saya ditunjuk langsung sebagai Wakil Komandan Kontingen Misi Perdamaian Polri di Darfur, seketika adrenalin saya meningkat, membayangkan Darfur suatu daerah yang setahu saya adalah daerah konflik yang paling berbahaya di dunia, banyak televisi berita dunia yang menceritakan tentang Konflik Darfur, ….Yes… this is my biggest Adventure ever !

Inilah negara Sudan dengan ibukota Khartom, dan perjalanan kami dari Port Sudan hingga Al Fashir Darfur region

Missi Perdamaian ini dinamakan United Nations African Nation Mission In Darfur (UNAMID) adalah suatu missi kerjasama antara Uni Afrika dan PBB dalam membawa kedamaian di Darfur Sudan. Permasalahannya adalah pemberontakan penduduk Darfur terhadap pemerintah pusat Sudan, masalahnya sangat klasik yaitu tidak meratanya pembagian pusat dan daerah, terutama semenjak ditemukan ladang minyak baru disini. Konflik yang telah berjalan 5 tahun ini mengakibatkan korban 350 ribu jiwa dan 2,5 juta orang tinggal di Internal Displaced Personal Camp (kamp pengungsi lokal).

Barang dari Indonesia pertama kali diturunkan di Port Of Sudan

Ada banyak hal baru yang saya dapatkan dalam missi saya ini, yang jelas sangat jauh berbeda dengan missi saya sebelumnya di Bosnia Hercegovina 97-98. Missi ini adalah pertama kalinya Polri mengirimkan kontingen dalam ikatan pasukan yang disebut Formed Police Unit (FPU) yaitu unit lengkap mandiri dan bersenjata terdiri dari 140 orang. Dengan daerah missi di gurun pasir juga merupakan tantangan tersendiri, karena tidak pernah ada seorangpun dari kami yang berpengalaman mengalami kondisi alam ini.

Fpu Indonesia pada saat istirahat Patroli di IDP camp

Saya ditunjuk sebagai “Team Advance” dengan dua orang rekan lainnya berangkat pada tanggal 5 Mei 2008 untuk mengurus dan mengawasi pengiriman ribuan item peralatan, camp portable, bahan makanan serta puluhan kendaraan milik FPU Indonesia (140 kontainer 20′ dan 53 buah kendaraan) yang dikirim dari Tanjung Priok Indonesia dan berlabuh di kota pelabuhan satu – satunya di Sudan, Port Of Sudan. Setelah sampai di Pelabuhan Port Of Sudan ternyata bukan akhir dari perjalanan kami, pengurusan Custom yang terkendala Birokrasi serta jarak tempuh yang sangat jauh hingga sampai di tempat penugasan kami Al Fasher Darfur, kalau diukur dari skala peta berjarak 2700 Km hampir dua setengah panjang pulau jawa, dengan jalan yang buruk melewati padang pasir yang luas. Pengiriman barang tersebut melewati pusat logistic UN di Sudan di kota Al Obeid, kalau diperhitungkan lama perjalanan dari Port Sudan hingga sampai di Al Fasher memakan waktu 5 bulan.

Foto bersama para perwira FPU Indonesia

Pada Bulan ke lima setelah barang sebagian besar tiba di Al Fashir, pasukan utama FPU tiba di El Fasher pada tanggal 12 Oktober 2008, menggunakan pesawat carter dari Halim Perdana Kusuma, hari – hari pertama setelah kedatangan pasukan FPU Indonesia pada tanggal adalah melakukan orientasi lapangan ke IDP Camp yang masuk dalam Area Of Responsibilitynya, yaitu IDP camp “El Salam”, “Abu Shouk” dan “Zam–Zam” rata – rata IDP Camp ini dihuni sekitar 100 ribu pengungsi, di dalam IDP camp tokoh masyarakat informal disebut “Sheik” (setingkat dengan desa/lingkungan) dan diatasnya adalah “Omda” yang biasanya membawahi beberapa Sheik.

Melakukan community Policing bertemu dengan Sheik di IDP camp

Kendala awal bagi pasukan dan seperti pernah saya alami sendiri adalah penyesuaian fisik untuk menghadapi iklim gurun yang ganas: bibir pecah, dehidrasi, mengeluarkan darah dari hidung adalah hal yang rata – rata dialami, namun kendala itu cepat dapat diatasi. Pada waktu kedatangan sementara kontingen FPU Indonesia ditempatkan pada “transit camp” karena camp Indonesia masih dalam tahap pembangunan, yang memakan waktu selama 2 bulan, bagi anggota FPU kebutuhan hidup sehari- hari seperti bahan makanan di drop secara regular dan dimasak oleh anggota “Support Unit”, air untuk MCK dan minum juga di drop tiap hari.

Peragaan FPU Indonesia pada upacara medal parade di Basecamp FPU Indonesia.

FPU Indonesia melaksanakan tugasnya secara “full performance” setelah melewati jangka waktu 2 minggu waktu penyesuaian dan orientasi, tugasnya adalah melakukan patroli di 3 (tiga) IDP Camp yang merupakan wilayah tanggung jawabnya, terbagi dalam shift siang dan malam, setiap patroli terdiri dari 1 peleton menggunakan 2 buah “Armored Personnel Carrier” (APC) dan mobil patroli. Patroli ini merupakan joint patrol bersama UN CIVPOL dengan melaksanakan “Community Policing”, “Pemolisian Masyarakat” , kami membantu masyarakat Darfur di dalam IDP camp agar bisa mempunyai daya tangkal terhadap gangguan kamtibmas di lingkungan sekitarnya. Tepat setahun masa tugas FPU kami disembarkasi dan digantikan oleh FPU Indonesia 2 sebagai FPU pengganti kami.

Pemberian tanda jasa PBB kepada 3 orang ‘team Advance’ oleh kepala polisi UNAMID, Jend. Michel Fryer dari Afsel.

Memang berat tugas yang harus kami lakukan, namun kalau ditarik ke belakang pengalaman ini sangat berharga buat saya dan rekan – rekan FPU lainnya, dan mungkin hanya terjadi sekali seumur hidup saya……

Reinhard Hutagaol Sik

Akbp/Wakil Komandan Kontingen FPU Indonesia di Sudan/UNAMID

*Tulisan ini dimuat dalam majalah bulanan Polda Jambi Siginjai.

Pasukan Formed Police Unit (FPU) Indonesia tiba di Darfur

Catatan : Tulisan saya ini juga di posting di situs Peacekeeper Indonesia : http://Pralangga.org yang pemiliknya adalah rekan saya Luigi Pralangga.

Setelah menyiapkan jalan bagi FPU Indonesia sebagai Advance team (3 orang) selama lebih kurang 5 bulan, akhirnya pasukan FPU Indonesia dipimpin oleh Komandan Kontingen AKBP Drs. Johni Asadoma M.Hum yang berjumlah keseluruhan 140 orang menapakkan kaki di lapangan terbang El Fasher, Darfur menggunakan pesawat khusus Vim Airlines yang berangkat dari Halim Perdana Kusuma, FPU Indonesia terdiri dari 110 orang “Tactical Unit” dalam 4 peleton yang keseluruhan berasal dari Satuan Brigade Mobil Polri dan 30 orang “Support Unit” yang berasal dari Kesehatan, Elektonik dan Komunikasi, Mekanik dan Juru Masak.

FPU Indonesia tiba di El Fasher
FPU Indonesia tiba di El Fasher

Bagi POLRI hal ini merupakan sejarah baru, karena inilah kali pertama POLRI mengirimkan personil dalam ikatan pasukan, selama ini hanya secara personal yang tergabung dalam Civilian Police (Civpol) dalam berbagai missi perdamaian PBB yang tergabung dalam UNAMID (United Nations African Union Hybrid Mission In Darfur).

Bagaimana peran FPU dalam misi perdamaian PBB?. Dalam aturan yang dirancang Dewan Keamanan PBB mengenai Rules of Enggagement FPU, tugas pokoknya adalah :

Menjaga setiap personil PBB dan assetnya, dan melakukan tugas khusus dalam lingkup tugas keamanan dan ketertiban seperti Riot Control, dan menjaga camp keamanan kamp pengungsi.

Sekarang pertanyaannya bagaimana perbedaannya dengan satuan militer yang juga ada dalam setiap missi perdamaian?. FPU merupakan konsep baru dalam misi perdamaian PBB, ini tercipta karena ada dirasakan adanya “Security Gap” antara tugas Militer yang “full armed” dan “Too Powerful” dalam menciptakan ketertiban masyarakat dan disisi lain kurangnya lemahnya polisi sipil PBB yang tidak bersenjata, “Security Gap” itu kira – kira harus diisi dengan Polisi yang mempunyai kemampuan Paramiliter, pengendalian huru-hara, mampu bergerak secara cepat dan mobile dan mampu mengendalikan keamanan dan ketertiban masyarakat secara cepat.

Anggota FPU Indonesia dengan unsur militer UNAMID
Anggota FPU Indonesia dengan unsur militer UNAMID

Nah, dari pemikiran tersebut terciptalah konsep FPU dalam setiap misi perdamaian PBB.

Kehadiran FPU di Darfur memang sangat diharapkan, namun proses itu memakan waktu yang panjang, saya sendiri sebagai team advance menghabiskan waktu 5 bulan menyertai peralatan FPU Indonesia dari Port Sudan sampai El Fasher, problem ini terkendala birokrasi yang sangat rumit dari pemerintah Sudan dan juga jarak tempuh yang jauh (2700 Km dari Pelabuhan Port Sudan sampai ke El Fasher!) juga medan perjalanan yang sangat buruk (tanpa jalan aspal melewati padang pasir).

Dalam rancangan UNAMID akan ditempatkan 14 (empat belas) FPU di seluruh misi, namun sampai sekarang dalam 1 tahun pertama berdirinya UNAMID baru ada 3 FPU termasuk Indonesia. Tugas pertama yang menanti adalah melakukan pengawalan terhadap UN Civpol untuk melakukan “Community Policing” di Camp Pungungsi Lokal (Internal Displaced Personal Camp/IDP Camp) selama ini tugas itu dilakukan oleh militer PBB namun memang seperti saya katakan terdahulu, tugas itu sebenarnya merupakan tugas kepolisian.

Hari – hari pertama pasukan FPU Indonesia adalah melakukan orientasi lapangan ke IDP Camp yang masuk dalam Area Of Responsibilitynya, yaitu IDP camp El Salam, Abu Shouk dan Zam–Zam, rata – rata IDP Camp ini dihuni sekitar 100 ribu pengungsi, mengunjungi tokoh masyarakat yang dikenal “Sheik” (tokoh informal setingkat dengan desa/lingkungan) dan diatasnya adalah “Omda” yang biasanya membawahi beberapa Sheik, kemudian FPU mendapatkan “Induction Training” oleh UN Integrated Mission Training Center untuk mengenal lebih dalam tentang konflik yang terjadi di Darfur.

Perkenalan dengan para Sheikh
Perkenalan dengan para Sheikh
Patroli pengamanan di salah satu penampungan pengungsi (IDP Camp)
Patroli pengamanan di salah satu penampungan pengungsi (IDP Camp)

Mandat yang berlaku seperti tertera dalam Resolusi No. 1769 Dewan Keamanan PBB, adat-istiadat masyarakat setempat dan hal – hal yang mendasar lainnya. Untuk sementara kontingen FPU Indonesia ditempatkan pada “transit camp” karena camp Indonesia masih dalam tahap pembangunan, diperkirakan akan memakan waktu selama 2 bulan, mengenai kebutuhan hidup sehari- hari seperti bahan makanan di drop secara regular dan dimasak oleh anggota “Support Unit” FPU, air untuk MCK dan minum juga di drop tiap hari.

Kendala awal bagi pasukan adalah penyesuaian fisik untuk menghadapi iklim gurun yang ganas, yang merupakan pengalaman baru bagi kami, bibir pecah, dehidrasi, mengeluarkan darah dari hidung adalah hal yang rata – rata dialami, namun kendala itu cepat dapat diatasi.

Transit Camp FPU Indonesia
Transit Camp FPU Indonesia

FPU Indonesia saat ini sudah melaksanakan tugasnya secara “full performance” setelah melewati jangka waktu 2 minggu waktu penyesuaian dan orientasi, tugasnya adalah melakukan patroli di 3 (tiga) IDP Camp yang merupakan AOR, terbagi dalam shift siang dan malam, setiap patroli terdiri dari 1 peleton menggunakan 2 buah Armored Personnel Carrier (APC) dan mobil patroli. Patroli ini merupan joint patrol bersama UN CIVPOL yang melaksanakan Community Policing.

Harapan kami adalah FPU Indonesia dapat melaksanakan tugasnya secara baik, dan sampai terakhir masih mendapat tanggapan sangat positif dari masyarakat darfur dan juga dari PBB sebagai pengguna kami, dan pulang dengan lengkap dan selamat setelah satu tahun kedepan.

AKBP REINHARD HUTAGAOL Sik
Wakil Komandan Kontingen FPU Indonesia

Welcome to El Fasher, Darfur

Foto Bareng
Foto Bareng dengan tambahan personil

Wuih …. akhirnya perjalanan kami sampai juga di El Fasher, setelah menunggu selama 4 bulan, berturut – turut dari Port Sudan, Khartoum, Al Obeid dan akhirnya tempat missi kami di El Fasher, dan yang lebih menggembirakan lagi terdapat tambahan pasukan advance 7 orang, sehingga kami sekarang ber 10.

El Fasher adalah ibukota dari Darfur Region, terletak di utara Darfur, disini juga terdapat UNAMID (United Nations African Union Mission In Darfur) Head Quarter, jadi semua pusat operasi missi perdamaian UNAMID dikendalikan dari El Fasher, baik dari unsur civil dan Militernya, seperti saya katakan dalam tulisan sebelumnya, adalah suatu kebanggaan bagi FPU Indonesia mendapat post di tempat penting seperti di El Fasher (Force Portection Civilian Force) dan Force Protection Military force diserahi tanggung jawab batalion dari negara Rwanda.

FPU Indonesia dan unsur lain baik dari militer maupun sipil nantinya akan ditempatkan dalam suatu “supercamp” yang akan segara dibangun, sementara ini kami tinggal di “transit camp” di daerah Zam – zam, suatu tempat sedikit di luar kota El Fashir, fasilitas masih minim sekali, internet connection masih share dan ngantri dengan orang menggunakan fasilitas PBB, karena ternyata fasilitas internet pribadi yang saya beli semenjak datang ke Sudan tidak berfungsi, hubungan dengan Mobile Phone juga tidak berfungsi secara normal, dan lebih lengkap penderitaan kami karena tinggal di tenda tanpa fasilitas AC, dan minimnya air untuk MCK, ………. berbeda jauh dengan hidup kami sebelumnya sebagai “manusia Kontener”…….dan sekarang menjadi “manusia tenda” …..nasib – nasib….. 😦

Dalam kesempatan ini juga kami walaupun terlambat kami mengucapkan, Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir Bathin, dan mohon maaf kalau blog ini agak jarang di Update karena kendala yang saya sampaikan diatas :mrgreen:

FOR FPUers : JANGAN KALAH SAMA FPU BANGLADESH …!

* Bahan dari UNAMID BULLETIN judul asli : “Bangladeshi FPU in Action” , artikan sendiri yaaa… biar pinter bahasa inggrisnya… 🙂

The Bangladesh Formed Police Unit [FPU] is one out of the expected 19 FPUs to be deployed in Darfur as part of the slated 6432 man strong UNAMID Police component.

Deployed at Nyala in Sector South since November 25, 2007, it is so far the lone FPU in the mission with strength of 140, Despite initial logistical handicaps due to shipment delays, this pioneer FPU is slowly but steadily making its marks in the mission. Its self sustaining character necessitated that accommodation be addressed urgently. For four weeks they toiled relentlessly, erecting tents for offices, accommodation, and ablution at their super camp base. Courageously they braved the scorpions, snakes and dust and moved from their temporary Forward Operational Base, FOB, to the Super camp on January 21, 2008.

Once the accommodation issue was resolved, effective operational deployment began with the Sector South Police Commander introducing the FPU to firewood escort and confidence building patrols in Kalma, Otash, and El Salaam and El Sherif IDP camps.

The long range patrol from their base in Nyala to El Fasher in late February this year also provided an opportunity to evaluate their operational capabilities and acceptance by the host community. Feedback from the IDP camps and vulnerable villagers has been positive. “We feel more protected with the arrival of the FPU. We hope they will stay longer with us” Fatima Abdullah a female IDP at El Salaam said.

The FPU’s involvement in firewood escort has been of tremendous help to the IDPs. They can fetch firewood many more times during the week under the protection of the military and the FPU. The Bangladesh FPUssay they take particular pleasure in carrying out this exercise. “It is not just a duty for me. I feel morally satisfied rendering a service to humanity because humanity is one.” Enamuld Kabir FPU Platoon Commander and Liaison Officer said.

The Formed Police Units has as their primary focus to support individual Police officers in the effective execution of mandated tasks. They assist in the protection of vulnerable communities under threat of violence, conduct confidence building patrols and escort duties for IDPs as well as maintaining a presence in IDP camps.

MOHON PAMIT

Kepada semua pembaca blog saya, dalam kesempatan yang singkat ini saya minta ijin dan mohon pamit serta mohon doanya, karena pada hari ini tgl 15 Mei akan berangkat penugasan ke Darfur, Sudan dengan lama penugasan 1 tahun.

Sebenarnya saya harus sudah berangkat pada tanggal 13 yang lalu, tapi karena masih ada kontak senjata di Khartum Ibukota Sudan, maka semua commercial flight di tunda keberangkatannya (saya naik emirates)…

…dan tadi pagi saya dapat telp dari perwakilan emirates Jakarta bahwa bandara Khaortum dibuka kembali…

Keberangkatan saya ini (advance team, cuma 3 orang beserta AKP Tuhana dan AKP Acmad) adalah suatu rangkaian dari keseluruhan pemberangkatan Formed Police Unit (FPU) sejumlah 140 orang yang akan bertugas dalam misi UNAMID di Darfur, Sudan.

Dan jangan kuatir, saya akan berusaha sekeras mungkin untuk terus meng update blog saya dari Sudan…

Sekali lagi Mohon Pamit, dan mohon doanya….

rere

For FPU’ers : Belajar dari tragedi Heskenita..

Seorang yang kehilangan temannya

Pada saat pelatihan pra Operasi FPU di Kelapa dua, kami sempat mendapat guest speaker komandan kontingen Indonesia pada UNMIS (United Nations Mission In Sudan) AKBP Ary Laksmana, beliau menjelaskan mengenai situasi terakhir di Sudan, pada bagian terakhir beliau mejelaskan tragedy Heskenita dimana terjadi penyerangan terhadap personil African Mission In Sudan (kemudian bermetaformosa menjadi UNAMID sebagai Hybrid Mission) yang berada di site camp Heskenita di daerah Nyala, Darfur (tempat dimana FPU Indonesia akan ditempatkan).

Pertolongan pertma oleh team medis sebelum bantuan udara melalui helikopter datang

Saya pun berupaya mendapatkan sumber – sumber data mengenai peristiwa tersebut dan menemukan AMIS News bulletin yang dikirimkan oleh rekan saya Ariek, berikut ini kejadiannya :

Pada sore hari, Sabtu 29 September 2007, segerombolan orang dengan bersenjata lengkap menggunakan 30 buah kendaraan menerobos masuk ke kamp pasukan perdamaian Uni Afrika (AMIS) yang netral, penyerangan mendadak ini tidak diduga membuat pasukan ini kalang kabut….. penyerangan ini mengakibatkan 10 pasukan perdamaian AMIS meninggal dunia dan 1 orang dilaporkan hilang… dilaporkan juga peralatan, senjata dan kendaraan di rampas para penyerang.

Tentara AMIS yang selamat tetapi terluka

Sebagai reaksi dari penyerangan ini, Sekertaris Jendral PBB Ban Ki Moon di New York mengutuk serangan yang ‘Mengejutkan dan brutal’ dan menyerukan agar siapapun yang ‘bertanggung – jawab ‘ atas penyerangan ini segera di tangkap dan diadili, ia juga mengucapkan rasa duka yang mendalam terhadap keluarga yang ditinggalkan…. Ia menegaskan kembali agar para pihak yang bertikai agar sangat memprioritaskan resolusi damai, seperti yang disepakati oleh pemerintah Sudan dan pemberontak di Libya pada 27 Oktober 2007, Uni Afrika dan PBB segera bersiap untuk bersama – sama membentuk Operasi perdamaian dalam konteks Hybrid Mission UNAMID (telah terbentuk pada tanggal 1 Januari 2008).

Penyerangan ini juga disesalkan oleh utusan special untuk Uni Afrika dan PBB yaitu Dr Saleh Ahmad Salim dan Mr Jean Aliason, mereka menyatakan penyerangan ini sebagai : ‘Tindakan pengecut terhadap keberadaan pasukan perdamaian’ dan menyuarakan agar pihak yang bertikai untuk secara serius berkomitmen terhadap proses perdamaian dan mencegah terjadinya kekerasan……

lintasan peritiwa penyerangan

Menurut AKBP Ary Laksmana penyerangan ini diakibatkan kelengahan pasukan AMIS dalam mengantisipasi serangan…. Sebelum serangan ini telah berbulan – bulan hampir setiap hari didatangi oleh sekelompok orang menggunakan kendaraan mampir untuk meminta air atau makanan serta mengobrol dengan para penjaga site camp ini, bahkan mereka diberi kesempatan untuk masuk ke dalam…. Pada saat penyerangan para penjaga site camp tidak menyangka bahwa sekelompok orang yang biasa mengunjungi mereka tiba – tiba menyerang…. Dan membunuh siapapun yang terlihat, mengambil apapun yang bisa di manfaatkan….. makanan, minuman, senjata, kendaraan dan lainnya…. Pasukan AMIS tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan perlawanan karena tidak siap sama sekali…. Mereka jadi sasaran pembantaian…. Pada saat itu adalah bulan puasa dan mereka sedang menyiapkan untuk berbuka puasa….

penghormatan terhadap pejuang perdamaian

Learning Point untuk hal ini….. Mari para FPU’ers kewaspadaan tetap diperhatikan dalam setiap kegiatan, jangan mudah percaya dengan penduduk lokal, apalagi membiarkan mereka masuk ke dalam camp kita… dan mematuhi segala SOP (Standar Operation Procedure) berdasarkan ROE (Rule Of Engagement) yang merupakan penjabaran tugas – tugas FPU seperti tertuang di resolusi 1769 tentang UNAMID. Dengan mengikuti hal ini niscya 140 orang FPU’ers sama – sama berangkat dan sama – sama kembali dengan selamat ke Indonesia.

SERAGAM BARU KHUSUS FPU INDONESIA DI DARFUR

22022008971.jpg

Ini adalah hasil survey saya pada bulan Oktober 2007 ke Darfur dalam menyiapkan kontingen FPU Indonesia untuk diberangkatkan. Pada saat itu saya, komandan kontingen AKBP Johny Asadoma dan seorang dari personil Logistik Mabes Polri AKP Sugianta ditugaskan untuk memelihat kemungkinan peralatan apa yang cocok digunakan di daerah tugas nantinya, hal ini sangat krusial mengingat peralatan standar Indonesia hanya sesuai dengan kondisi tropis Indonesia.

Pada saat meninjau Darfur kami baru sadar bahwa kalau kita menggunakan perlengkapan standar yang biasa dipakai di Indonesia akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasukan, bahkan bisa berakibat fatal dalam penugasan….

Kita jangan terlalu jauh dulu berbicara masalah kendaraan atau akomodasi yang memang harus disiapkan khusus untuk daerah gurun…. Kita bicara dulu masalah Perlengkapan Perorangan yang akan dikenakan oleh masing – masing prajurit… contonya Pakaian : Pakaian itu harus benar – benar nyaman digunakan, cocok dengan daerah gurun, dan bisa mencegah dehidrasi yang berlebihan, dan warna harus disesuaikan dengan gurun dengan asumsi warna yang gelap akan cenderung menyerap panas matahari dibandingkan warna terang, dan satu lagi masalah kepraktisan… berdasarkan pengalaman kami di sana celana coklat tua akan selalu tampak kotor karena derah yang selalu berdebu, lain halnya dengan warna lain seperti abu – abu atau putih…. hal ini berdampak angota akan sering sekali mencuci celananya dengan hambatan keterbatasan air… Demikian juga masalah sepatu, sepatu yang digunakan di daerah gurun ternyata berbeda sama sekali dengan sepatu yang digunakan di daerah tropis…. sepatu itu harus mampu mencegah panas yang berlebihan di mata kaki para pasukan agar nyaman dalam pergerakan, kemudian bobot harus ringan dan harus kuat…..

Atas dasar inilah kami merancang pakaian dan sepatu yang cocok digunakan oleh pasukan FPU Indonesia di Darfur…… Bagaimana tanggapannya ? Not bad kan ?????