Ekstradisi dan Notice dalam Interpol

“Red Notice” adalah salah satu alat untuk melacak keberadaan orang di Luar Negara asalnya, adalah kewajiban negara – negara yang tergabung dalam Interpol untuk menyebar – luaskannya,  dan mencari buronan Red Notice tersebut di dalam negerinya, kemudian menangkap atau minimal memberitahu negara asal pembuat Red Notice.

Sebenarnya Red Notice merupakan salah satu dari beberapa notice yang dikenal dalam Interpol, yakni antara lain :

1. Red Notices ( Wanted Notice) adalah permintaan pencarian tersangka/ terdakwa atau terpidana yang diduga melarikan diri ke negara lain, dengan maksud agar dilakukan pencarian, penangkapan dan penahanan untuk diekstradisikan,

2. Blue Notice (Enquiry Notice) adalah Permintaan pencarian pelaku kejahatan yang diduga melarikan diri ke Negara lain bukan untuk tujuan penangkapan, tetapi untuk dilokalisir dan atau kemungkinan adanya catatan criminal serta jati diri maupun aktifitas lainnya.

3. Green Notice (Warning Notice) adalah Informasi yang berisi peringatan kepada Negara-negara lain agar waspada terhadap residivis atau seseorang atau kelompok yang kemungkinan akan melakukan kejahatan di Negara penerima informasi.

4. Yellow Notice ( Missing Person) adalah Pencarian orang yang diduga hilang atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan diduga hilang, yang kemungkinan pergi atau berada di Negara lain.

5. Black Notice (Unidentified Body) adalah Permintaan informasi tentang penemuan mayat yang tidak diketahui identitasnya dan diduga berkebangsaan lain.

6. UN Interpol / Special Notice adalah Notice yang dikeluarkan oleh Interpol atas permintaan PBB, biasanya yang terkait dengan terorisme, Abu Bakar Ba’asyir sampai saat ini masih masuk notice ini.

Dalam pelaksanaan Red Notice Negara Indonesia berdasarkan UU ekstradisi memberlakukannya sebagai tools untuk menangkap seseorang, walaupun hal ini tidak berlaku di semua negara, contohnya Jepang apabila ada buronan yang masuk dalam daftar Red Notice masuk kedalam negaranya, mereka tidak menangkapnya namun hanya memberitahu ke negara pembuat Notice itu, pemberlakuan Red Notice sangat tergantung dengan Undang – Undang negara Setempat,  jadi kalau buronan Red Notice Indonesia disarankan pergi ke jepang saja yaa hehe …… 

Ada 2 cara penyerahan tersangka yang dikenal dalam Undang – undang kita yaitu:

Ekstradisi (sesuai UU RI No. I Tahun 1979) adalah Penyerahan oleh suatu Negara yang meminta penyerahan seorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah Negara yang menyerahkan dan di dalam yuridiksi wilayah Negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan menghukumnya. Contohnya Nazaruddin dibawa ke Indonesia dari Colombia dengan cara ini, dengan catatan harus ada alasan kuat untuk tidak dilakukan proses ekstradisi secara biasa, dalam kasus ini Nazaruddin menggunakan paspor palsu pada saat memasuki Colombia, sehingga bisa di expulsion (diusir) dari negara Colombia, sehingga dilakukan “Handling Over” dari kepolisian Colombia ke Kepolisian Indonesia di Bandara Bogota.

Ekstradisi harus sesuai dengan azas yang berlaku yaitu:

Perjanjian dan hubungan baik, PASAL 2 (Arti pasal ini sebenarnya “bersayap” karena permintaan ekstradisi bisa dari negara yang mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Indonesia ataupun yang tidak, sementara ini yang mempunyai perjajian ekstradisi dengan Indonesia baru negara Malaysia, Philiphina, Hongkong, Australia, Thailand, dan Korea Selatan)
Double criminality , PASAL 3 (harus merupakan tindak pidana yang sama di negara peminta, contoh definisi mencuri di amerika harus sama dengan definisi mencuri di Indonesia)
Daftar kejahatan yang diperjanjikan atau atas kebijaksanaan negara yang diminta, PASAL 4

Azas ini berlaku universal di dunia, dan menjadi acuan pembuatan UU ekstradisi di masing – masing negara.

Seseorang di Indonesia dapat ditolak untuk di ekstradisi ke negara lain apabila:

Kejahatan Politik, PS 5
Kejahatan Hukum Militer, PS 6
Warga Negara Indonesia, PS 7 (Selama masih bisa disidangkan di Indonesia pemerintah tidak akan menyerahkan warganegaranya untuk diekstradisi dan disidangkan di negara lain)
Telah ada keputusan Pengadilan di Indonesia, PS 10
NEBIS IN IDEM, PS 11
Kadaluwarsa, PS 12
Ancaman Pidana Mati , PS 13 (di negara yang meminta termohon ekstradisi diancam hukuman mati)
Perkara ini berkaitan dengan SARA atau Rasial, PS 14
Akan diserahkan ke negara ketiga, PS 16

Selain seluruh proses Ekstradisi tersebut diatas, bisa juga dilakukan cara lain yang disebut “Handling Over” yaitu Penyerahan pelaku kejahatan kepada Negara peminta tanpa mengikuti proses ekstradisi sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Demikian sekilas info tentang Ekstradisi dan Notice dari Interpol, asal jangan jadi tambahan pengetahuan buat yang mau kabur keluar negeri ya hehe ….

Proses Ekstradisi Peter Dundas Walbran dari Australia

Peter (berbaju merah) dgn team penjemput Polri dan AFP
Peter (berbaju merah) dgn team penjemput Polri dan AFP
Australia akhirnya mengabulkan permohonan ekstradisi warga negaranya bernama PETER DUNDAS WALBRAN ke Indonesia, hal ini dipandang sebagai satu hal yang positif bagi hubungan kedua negara, proses ini berawal ketika Bareskrim Polri pada tahun 2007 menyidik tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak-anak yang dilakukan oleh tersangka PETER DUNDAS WALBRAN alias PETER warga negara Australia terhadap 3 (tiga) orang korban anak laki-laki a.n JEKO, DION, dan ELYAS (bukan nama sebenarnya) dengan tempat kejadian perkara di Lombok, Nusa Tenggara Barat, penyidikan terus berlangsung hingga pada tanggal 29 Januari 2010 Berkas Perkara atas nama tersangka telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung R.I, pada saat tersangka akan diserahkan ke Kejaksaan tersangka sudah melarikan diri ke Australia.

Karena posisi tersangka berada di Australia, Polri melalui Kementerian Hukum dan HAM mengajukan permohonan ekstradisi terhadap tersangka a.n. PETER DUNDAS WALBRAN als PETER warga negara Australia kepada pemerintah Australia dengan surat Kemenkumham tanggal 6 September 2011, setelah melalui prores pada Ministry of Justice pemerintah Australia mengabulkan permohonan ekstradisi pada tanggal 7 Juni 2011 untuk proses ekstradisi Australian Federal Police ditunjuk Ministry of Justice Australia sebagai focal point dalam penyerahan tersangka kepada pemerintah Indonesia.

Tim penjemput termohon ekstradisi PETER DUNDAS WALBRAN dibentuk berdasarkan Surat Perintah Kapolri tanggal 14 Oktober 2011 dipimpin oleh Direktur Dit Tipideksus Bareskrim Polri dan sejak saat itu terjadi korespodensi yang intensif antara Polri dan AFP mengenai teknis penjemputan PETER DUNDAS WALBRAN.  Berdasarkan kesepakatan tim akan berangkat pada tanggal 18 Oktober 2011 dan selanjutnya dilakukan serah terima tersangka di Bandara Sidney pada tanggal 21 Oktober 2011;

Pelaksanaan proses serah terima dilaksanakan di Bandara Internasional Sydney Australia pada pukul 09.30 waktu Sidney Australia sampai dengan 11.00 waktu Sydney Australia, yang mana diawali dengan pertemuan tim penjemput dengan pihak petugas Kepolisian AFP (bagian protokol bandara) a.n Mr.LUKE, kemudian tim penjemput yang diwakili oleh 2 orang perwira menengah Polri menuju Save House AFP di Bandara Sydney untuk menerima tersangka PETER DUNDAS WALBRAN yang diserahkan oleh Mr. SCOTT Mc ALISTER dan Mr. PAUL dari AFP.

Tersangka disambut di pintu pesawat Garuda GA 713 yang merupakan territorial Indonesia
Tersangka disambut di pintu pesawat Garuda GA 713 yang merupakan territorial Indonesia

Setelah dilaksanakan serah terima termohon ekstradisi PETER DUNDAS WALBRAN dibawa masuk ke pesawat Garuda Indonesia Airways dengan nomor penerbangan GA 713 pesawat take off pada pukul 12.00 waktu Sidney dan tiba Bandara Soekarno Hatta Cengkareng Jakarta pada pukul 16.00 WIB, turut menjemput Direktur Hukum Internasional Dirjen AHU Kemenkumham dan Direktur Penindakan Dirjen Imigrasi Kemenkumham, selanjutnya PETER DUNDAS WALBRAN dibawa ke BARESKRIM Polri untuk dilakukan penahanan, sambil menunggu tahap 2 penyidikan (penyerahan tersangka dan barang bukti) di Kejaksaan Agung.

Seluruh proses ekstradisi PETER DUNDAS WALBRAN berlangsung dengan aman dan tanpa kendala yang berarti, kerjasama ini sungguh berarti karena ini kali pertama Pemerintah Australia mengabulkan permohonan Ekstradisi Indonesia, diharapkan awal yang baik ini menjadi moment bersama untuk memberantas kejahatan antar kedua negara.

Indonesia Sebagai Watchdog Dalam Prespektif Keamanan Australia ?

Apa sih maksud tulisan saya ?  Logikanya sederhana saja…. Andaikan kita tinggal di suatu lingkungan, tentunya kita tidak ingin pencuri masuk ke rumah kita, lebih baik kita mencegahnya sewaktu masuk ke halaman kita, namun lebih baik lagi apabila mencegahnya di rumah tetangga, sebelum sejengkalpun melangkah ke pekarangan kita… menggunakan “watchdog” dari tetangga… Demikian juga negara Australia, mereka pasti berhitung tentang “ancaman nyata” yang bakal mengganggu keamanan dalam negeri mereka, dan ancaman itu berasal dari utara: Asia… seperti juga Indonesia….

Watchdog
Watchdog

Untuk mencapai hal tersebut pemerintah Australia tentunya beng rupaya “menyeret” Indonesia dalam suatu kerjasama yang “menguntungkan kedua belah pihak”, banyak bantuan berupa dana, perlengkapan dan bantuan teknis lainnya digelontorkan kepada pihak keamanan (juga polisi) Indonesia, seperti membiayai peralatan, pendidikan, dan bantuan teknis lainnya terhadap pihak keamanan Indonesia, contoh lainnya adalah mulusnya perjanjian Extradisi antar dua negara…Bandingkan dengan Singapura yang sampai sekarang belum kan ? …

Saya mencatat ada 3 (tiga) hal yang menjadi “concern” pemerintah Australia sebagai faktor pengganggu keamanan dalam negeri yang “patut’ dicegah (di Indonesia) sebelum masuk sejengkalpun dari teritorial mereka.

  1. Terorisme: Hal ini tidak perlu dijelaskan lagi, warga negara Australia pernah menjadi korban yang paling banyak dalam bom bali tahun 2002, yang terjadi di pintu gerbang mereka, Indonesia… Dengan hal ini mereka akan berupaya sekeras mungkin mencegah terorisme masuk ke Australia, dan kalau perlu bibitnya sudah dihancurkan di Indonesia…saya yakin sekali banyak agen rahasia Australia bekerja di Indonesia untuk melihat “potencial thread” dari terorime Internasional yang berupa “bantuan uang”, “personil” maupun senjata atau bom yang berupaya masuk ke Australia dari Indonesia. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya The Australian Anti-Terrorism Act 2005 sebagai dasar legal bagi pencegahan terorisme.
  2. Narkoba: Patut diakui Indonesia adalah perlintasan narkoba menuju ke Australia, makanya aparat keamanan Australia sangat berkepentingan untuk mencegahnya selama masih di Indonesia….. kalau hal ini sih sudah sangat terbukti contoh Kasus Bali Nine, yaitu 9 terdakwa kejahatan Narkoba asal Australia yang tertangkap ketika hendak menyelundupkan 8 Kg Heroin ke Australia dan mereka diadili di Bali Indonesia, hal itu tidak terlepas dari kerjasama kepolisian Indonesia dan Australia…. namun hal ini mendapat kritikan sangat keras dari masyarakat Australia, karena ternyata beberapa dari terdakwa mendapat hukuman mati hal  ini bertentangan dengan konstitusi mereka yang melarang hukuman mati atau menyerahkan tersangka ke negara lain yang memungkinkan warga negara Australia dihukum mati…. pusing ngga ?
  3. Asyluym Seeker/Imigran Gelap: Negara Australia saat ini menjadi destinasi favorit bagi Asylum Seeker (pencari suaka) dan Imigran Gelap untuk mencari penghidupan yang lebih baik….  dan sialnya Indonesia menjadi “sasaran antara” para pencari suaka dan imigran gelap untuk memasuki Australia, kebanyakan mereka berasal dari negara yang sedang bergejolak seperti Irak, Iran, Afganistan, hingga suku Rohingga di Bangladesh….mereka biasanya menggunakan perahu untuk menembus pantai Australia dari wilayah terdekat Australia seperti NTB dan NTT….. Warga negara australia kurang berkenan apabila negara mereka “dibanjiri” oleh imigran gelap dan pencari suaka… hal ini juga didukung oleh Parlemen dan Pemerintah Australia, atas dasar itu mereka memberikan bantuan dana yang besar untuk operasi penangkapan pencari Suaka dan imigran gelap kepada pihak imigrasi, kepolisian dan pihak  lainnya di Indonesia untuk sedapat mungkin mencegah mereka masuk ke Australia.

Nah sekarang pertanyaannya menyangkut kedaulatan dalam negeri kita,  apakah mau kita seperti ini ?  Wajarkah ? …. kembali saya lemparkan kepada para pembaca… 😛