Survey ke Darfur, Sudan


Menyambung tulisan saya terdahulu, pada awalnya saya kira krisis di Sudan terjadi karena pertikaian antar ras, memang betul itu dalam konteks UNMIS (United Nation Mission In Sudan) yang menengahi konflik antara daerah Sudan Utara dengan Selatan, yang jelas di sini lebih kental unsur Sara, dimulai ketika pemerintah Sudan Khortum menggunakan hukum syariah secara nasional, tentu saja tidak bisa diterima oleh penduduk Sudan selatan yang mayoritas keturunan afrika dan Non Muslim. Memang pusat pemerintahan Khortum didominasi oleh warga Sudan keturunan Arab, maka terjadilah perang sipil dari 1994 dan baru berakhir 2 tahun yang lalu, UN sebagai mediator telah menemukan kedua belah pihak Selatan dan Utara, dan mencpai kesepakatan antara lain : Presiden Sudan mempunyai 2 wakil presiden yaitu Wapres dari Utara dan Wapres Selatan, demikian juga untuk penegakan hukum : di wilayah selatan tidak terikat hukum Syariah, demikian juga untuk kepolisian : ada dua kepolisian di Sudan : Kepolisian Sudan Utara dan Sudan selatan, Semenjak ada kesepakatan itu konflik mereda, dan dalam perjanjian akan ada Referendum tahun 2010 untuk menentukan apakah Selatan akan melepaskan diri atau tidak.

Namun lain halnya dengan wilayah Darfur (asal kata dari suku utamanya Fur, artinya orang dari tanah Fur), permasalahannya lain lagi, kalau saya lihat permasalahan utamanya adalah kesenjangan antara pusat dan daerah, sudah lama sekali wilayah Darfur di marginalisasi oleh pemerintah pusa/GoS (Goverment Of Sudan), padahal penduduk darfur tahu benar di wilayah mereka ditemukan cadangan minyak yang sangat besar, makanya mereka melakukan pemberontakan, tapi kebijakan yang kurang pas dilakukan oleh pemerintah Sudan : mereka menggunakan milisi Arab yang disebut JANJAWEED (bhs arab: setan berkuda) untuk melawan pemberontakan, padahal milisi ini bukan penduduk asli Darfur kebanyakan dari perbatasan Libia dan hidup mengembara, mungkin mereka dijanjikan akan mendapat tanah di Darfur, hingga terjadi pengusiran besar – besaran warga Darfur dari tanah mereka (suku Fur beragama Muslim), dan celakanya mereka juga mengusir rekan mereka sesama keturunan Arab yang menetap di Darfur (misalnya dari suku Zaghawa), jadi perang ini malah menjadi perang Tribalisme, karena ada beberapa suku lainya yg direkrut pemerintah untuk melawan pemberontak (catatan: di Darfur ada 100 lebih suku). Gos praktis hanya menguasai daerah perkotaan.

Jadi bingung kan ? Saya saja bingung… dan inilah informasi awal yang didapat pada kegiatan survey ke missi selama 1 minggu, dari tanggal 14 sd 22 Sept yang lalu.

Sudan here we come……

 

peta sudan

Tidak pernah terbayangkan pada suatu saat saya bisa menginjak benua Afrika, sampai suatu siang saya di telp oleh seseorang Kombes di Mabes Polri yang menunjuk saya sebagai Wakil komandan Kontingen Polisi Indonesia pada missi PBB di Sudan, memang sebulan yang lalu saya baru pulang dari pelatihan FORM POLICE UNIT di Vicenza Italy, konsep FPU adalah bentuk baru penugasan kepolisian internasional pada setiap penugasan misi perdamaian PBB. FPU adalah suatu unit kepolisian yang mempunyai kemampuan taktis dan teknis dalam menghadapi setiap situasi darurat di suatu negara yang terdapat konflik internal. Konsepnya lebih dekap dengan gerakan militer, artinya dalam suatu kesatuan utuh (setingkat kompi) menempati suatu barak, menguasai suatu wilayah yang menjadi tanggung jawabnya, mempunyai mobilitas yang tinggi, siap menghadapi kontak senjata atau kriminal tingkat tinggi yang menggunakan senjata, yang jelas dari Indonesia telah dipersiapkan FPU dari Brimob. (tentu saja polisi umum tidak mempunyai kemampuan seperti ini), dan mungkin dari 140 orang calon FPU Indonesia, mungkin hanya saya yang berasal dari polisi umum.

Kontingen FPU Indonesia direncanakan akan berangkat bulan desember 2007, dan direncanakan akan bertugas selama 1 tahun. Problem utama di Sudan adalah adanya pertikaian di dalam negara mereka di bagian barat Sudan, tepatnya di Dharfur, konflik yang terjadi memang lebi ke SARA, antara masyarakat Dharfur yang berkulit hitam yang merasa ditinggalkan oleh pemerintah pusat Sudan yang mayoritas keturunan Arab, dalam menghadapi konflik dan pemberontakan ini pemerintah Sudan menggunakan Milisi JANJAWEED yang merupakan suku pengembara keturunan Arab. Tugas FPU nantinya adalah membuat kedua pihak ini untuk tidak saling menyerang.

Memang kesulitan yang pati akan dihadapi adalah kami masih meraba – raba tentang Sikon di tempat tugas kami nantinya, wajar karena kami merupakan kontingen FPU pertama dari Indonesia, sebelum ini memang sudah banyak anggota Polri yang pernah ikut missi PBB, seperti di Kamboja, Namibia dan Bosnia Hercegovina. (saya sendiri pernah ikut missi ke bosnia tahun 1997) tapi sangat berbeda dengan FPU, pada waktu itu kami semua merupakan bagian dari CIVPOL (Civilian Police), dalam tugasnya kami lebih individual, dan dicampur dengan CIVPOL dari negara lain dan dengan penempatan di wilayah tugas yang berpencar.

Ok, saya mengharapkan doa restu dari semua yang membaca blog ini, mudah – mudahan tugas ini  bisa berhasil dan bisa pulang dengan selamat.