Menjadikan Seseorang Menjadi Teroris (Proses Radikalisasi)

Kita mendengar dalam berita heboh beberapa waktu yang lalu bagaimana beberapa orang hilang akibat di “cuci otak” , inilah cara kelompok NII merekrut anggotanya. Sebagai sebuah organisasi tentunya kelompok radikal ataupun kelompok teroris membutuhkan kader untuk melaksanakan berbagai kegiatan mereka, demi mencapai tujuan organisasi.

Radikal
Radikal

Kita melihat bagaimana seseorang yang berpendidikan diputar balikkan pengetahuannya sehingga mendukung suatu paham yang sangat berbeda dengan jalan pikiran seseorang, dan bahkan bisa digunakan sebagai alat – alat untuk melakukan teror. Hebatnya sang perekrut tahu sekali bagaimana tipe orang yang akan direkrutnya, apakah dia sebagai “pencari dana”, “perekrut” atau bahkan “sayap militer” dari kelompoknya. Mereka menggunakan ilmu phsychologie untuk melaksanakan perekrutannya, dan didahului dengan menanamkan ideologi yang “radikal” kepadanya, metode ini dinamakan Radikalisasi. Kelompok seperti ini giat melakukan Radikalisasi di masyarakat untuk mencari kader anggota atau mencari dukungan masyarakat

Saya melihat referensi yang ditulis oleh DR. Petrus Golose dalam bukunya Deradikalisasi Terorisme, Proses terjadinya Radikalisasi yaitu proses penyebaran dan penyerapan pemikiran–pemikiran kelompok radikal termasuk kelompok teroris. Proses radikalisasi ditandai dengan adanya penyebaran pemikiran radikal di masyarakat, sekaligus perekrutan anggota oleh kelompok radikal ataupun kelompok teroris.

Ada beberapa tahapan dari seorang individu dalam proses Radikalisasi :

a) Tahap Perekrutan
Pada tahap ini sebuh organisasi teroris melakukan perekrutan terhadap anggotanya, perekrutan ini berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut seperti : umur, agama, tingkat pendidikan, perekonomian, status sosial dan kehidupan sehari – hari dalam masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya yang terjadi di Indonesia target Radikalisasi yang terjadi di Indonesia mempunyai keragaman sebagai berikut:
1. Mayoritas laki – laki.
2. Usia berkisar antara 16 sampai 35 tahun.
3. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang Islam.
4. Tingkat ekonomi beragam ada yang dari tidak mampu maupun dari keluarga mampu.
5. Tingkat pendidikan rata – rata setingkat SMA atau MAN atau pondok pesantren dan hanya sedikit yang mempunyai
tingkat pendidikan tinggi.

b) Tahap pengindentifikasian diri.
Tahap ini merupakan tahapan terpenting dalam Radikalisasi, yang bertujuan untuk membuat target memiliki krisis identitas hingga berada didalam kondisi yang tidak stabil dan kehilangan identitas diri, caranya mereka dibuat selalu tidak puas akan kondisi ekonomi, sosial dan politik selain itu target dibuat agar tidak kritis.

c) Tahap Indoktrinasi.
Tahap ini target diberikan paham atau ideologi teroris secara intensif, tujuan utama dari tahap ini adalah membuat target menjadi percaya dan yakin sepenuhnya, bahwa ajaran yang ditanamkan kepada mereka merupakan kebenaran mutlak, dan tidak perlu diibantah atau dikritisi lagi.

d) Tahap pengertian Jihad yang disesatkan.
Dalam tahap ini target sudah termasuk kedalam kelompok kecil (sel) dari organisasi radikal atau teroris, akan menerima kewajiban secara pribadi untuk ikut serta dalam Jihad. Tahap ini terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu:
1. Komitmen untuk melakukan teror dengan cara Jihad
2. Pesiapan dan pelatihan fisik.
3. Pelatihan mental.
4. Merencanakan serangan teror.

Proses terjadinya Radikalisasi
Proses terjadinya Radikalisasi

Demikian sekilas proses Radikalisasi yang dilakukan kelompok teroris dan kelompok radikal lainnya, sekarang pertanyaannya mampukah anda mempunyai pertahanan diri yang baik sehingga tidak terjebak dalam ideologi radikal ?

Gerakan Radikal dalam Lintasan Sejarah Indonesia

Radikalisme dalam Islam telah mengakar lama di dalam masyarakat Indonesia, bahkan pada masa kemerdekaan. Pada masa itu kaum radikal kerap bersilangan pendapat dengan golongan lain untuk memperjuangkan kemerdekaan dan bahkan berbeda visi dengan kaum nasionalis.  Berikut ini sekilas mengenai gerakan Radikal di Indonesia yang berhasil saya himpun:

SM kartosuwirjo
SM kartosuwirjo

1. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat
– Pendiri Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo
– Tujuan menegakkan syariat islam secara formal dan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
– Pemicunya adalah ketika pemerintah Indonesia menyetujui perjanjian Renville. Konsekuensi yang timbul dari perjanjian Renville yaitu pemerintah RI dan pasukan Divisi Siliwangi harus meninggalkan wailayah Jawa Barat. Namun Kartosuwiryo bersama kelompok Hizbullah, Sabilillah dan Masyumi lebih memilih untuk bertahan di Jawa Barat. Mereka berupaya melakuan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Perjuangan ini yang menjadi cikal bakal lahirnya Tentara Islam Indonesia (TII)
– Ketika Perjanjian Renville berakhir pada bulan Januari 1948, pasukan Divisi Siliwangi kembali ke Jawa Barat. Namun keberadaan pasukan ini dikecam oleh Kartosuwiryo cs. Akibatnya timbul koflik antara pasukan Siliwangi dengan kubu Kartosuwiryo.

Kahar Muzakar
Kahar Muzakar

2. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Sulawesi Selatan
– Tokoh utama Abdul Kahar Muzakar
– Menerima tawaran Kartosuwiryo untuk menjabat Panglima Divisi IV TII wilayah Sulawesi yang kemudian diberi nama Divisi Hasanuddin
– Tercatat telah melakukan aksi penyerangan terhadap TNI, perusakan, penculikan terhadap dokter dan para pendeta Kristen.
– Pada 2 Februari 1965 , Kahar Muzakar tewas tertembak dalam Operasi Tumpas dan Operasi Kilat yang dilancarkan oleh TNI.

Daud beureuh
Daud beureuh

3. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Aceh
Daud Beureueh menjadi tokoh utama.
– Berhasil menguasai hampir sebagian besar wilayah Aceh, hanya kota-kota besar seperti Banda Aceh (Kutaraja), Sigli, Langsa di utara dan Meulaboh di daerah selatan yang tetap dalam penguasaan RI.
– Dilatarbelakangi oleh perasaan kecewa Daud Beureueh terhadap pemerintahan Soekarno. Kekecewaan itu bermula ketika Soekarno tidak menepati janjinya untuk menerapkan syariat islam di wilayah Aceh setelah perang kemerdekaan usai.
– Pemberontakan di Aceh dapat selesai setelah pada tanggal 26 Mei 1959 Aceh diberikan status Daerah Istimewa dan otonomi luas terutama dibidang agama, adat dan pendidikan.
– Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah untuk mengganti Undang-Undang No.18 Tahun 1965. Kebijakan inilah yang membuat rakyat Aceh kembali kecewa.

Hasan Tiro
Hasan Tiro

4. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Teuku Muhammad Di Tiro atau Hasan Tiro bersama pengikutnya mendeklarasikan kemerdekaan GAM.
– Pembentukan GAM bertujuan untuk memisahkan diri dari RI dan membentuk pemerintahan sendiri dan memperbaiki seluruh aspek kehidupan baik sosial, politik dan ekonomi.
– Konfik yang tidak selesai menjadi alas n dibentuknya Daerah Operasi Militer (DOM). Berakhir Agustus 1998.
– Selama berlangsung proses perdamaian antara GAM dengan pemerintah RI, berbagai aksi serangan teror terus dilancarkan oleh GAM yang sasarannya tidak hanya meliputi wilayah Aceh dan sekitarnya tetapi juga sampai Jakarta.
– Perundingan keempat pada tanggal 26-31 Mei 2005 pada akhirnya membuahkan kesepakatan damai. Naskah perjanjian perdamaian di beri judul “Memorandum of Understanding between The Government of Indonesia and Free Aceh Movement”.

Abdullah Sungkar
Abdullah Sungkar

5. Al-Jama’ah Al-Islamiyah
– Kematian para tokoh DI/TII menimbulkan perpecahan di antara anggota yang disebabkan perselisihan antara jama’ah Fillah yang dipimpin Djaja Sujadi dan jama’ah Sabilillah yang dipimpin Adah Djaelani Tirtapradja. Keduanya sama-sama Anggota Komandan Tertinggi (AKT) TII yang lansung di lantik Kartosuwiryo.
– Akibat dari perselisihan dan perebutan kekuasaan tersebut akhirnya Djaja Sujadi dibunuh oleh Adah Djaelani Tirtapradja.
– Tertangkapnya Adah Djaelani Tirtapradja tahun 1980 memicu perpecahan di tubuh jama’ah Sabilillah dan DI/TII kembali terurai dalam kelompok-kelompok kecil yang saling bersaing dan tidak saling mengakui keberadaan kelompok lain.
– Salah satu kelompok yang cukup kuat dan berpengaruh di Jawa Tengah adalah Kelompok Abdullah Sungkar yang dikelola besama Abu Bakar Ba’asyir.
Abdullah Sungkar mendirikan pondok pesantren di Desa Ngruki Kabupaten Sukoharjo dan diberi nama Al-Mukmin. Berbagai kegiatan dan ajaran agama dijalankan untuk memperluas ajaran dan pengaruh NII.
– Karena muatan dakwah yang dibawakan keduanya bertentangan dengan pemerintah RI maka pada tahun 1983 keduanya ditangkap dan dipidana penjara atas perbuatan subversif dengan vonis sembilan tahun. Pada tanggal 11 Februari 1985 keduanya melarikan diri ke Malaysia saat perkara mereka masih dalam proses kasasi.
– Di Malaysia mereka mendirikan madrasah yang bernama Lukmanul Hakim yang dijadikan tempat melakukan persiapan dan memberangkatkan para pemuda dari Indonesia, Malaysia dan Singapura untuk melakukan latihan perang dan jihad di Afghanistan. Para pemuda tersebut dilatih di Military Academy Mujahidin Afghanistan di Sadaa, Pakistan.
– Pada tahun 1993, Abdullah Sungkar menyatakan diri keluar dari NII dan mendeklarasikan pendirian Al-Jama’ah Al Islamiyah (JI).

Saya Radikal ?

Radicalism
Radicalism

Kita mungkin tercengang apabila mendengar seseorang yang sedemikian yakinnya terhadap paham atau ideologinya sehingga rela mengorbankan nyawanya sekalipun untuk membela keyakinannya itu seperti menyediakan tubuhnya sebagai ‘bom’ yang berjalan, dan meledakkan tubuhnya di target tertentu. Bagaimana menumbuhkan pemahaman yang radikal sehingga menganggap ‘nyawa’ sendiri kurang begitu berarti dibanding kehormatan yang didapat apabila menyerahkan nyawanya bagi paham/ideologi yang diyakininya masih menjadi pertanyaan yang besar. Banyak para pakar meyakini penyebaran paham radikal lebih mudah bagi golongan anak muda, kedewasaan berpikir mereka masih belum sempurna dan masih gampang dipengaruhi, apalagi dengan suatu pemahaman yang ‘lain’ dan menarik bagi mereka. Terdapat berbagai wacana mengenai faktor penyebab mengapa paham radikal dapat tumbuh dan berkembang dikalangan generasi muda seperti :

a) Pendidikan yang rendah dan metode pangajaran yang Dogmatis
Pendidikan yang rendah dianggap sebagai penyebab mengapa generasi muda tertarik untuk terlibat dalam kegiatan radikal. Mereka tidak mempunyai pengetahuan yang memadai untuk mencari alternatif penyelesaian selain bertindak radikal atau menganalisis dampak negatif yang diakibatkan dari tindakan radikal tersebut. Hal ini tidak menutup kenyataan adanya anggota teroris yang berpendidikan tinggi atau bahkan bergelar doktor, sebagai aktor intelektual dibalik penyebaran ajaran radikal dan serangan terorisme.
Proses pengajaran dalam pendidikan formal dan informal yang dogmatis dan satu arah membuka kesempatan bagi paham radikal untuk dapat masuk ke dalam benak anak didik. Dengan metode pengajaran satu arah anak didik dapat dengan mudah disuapi ajaran radikal terlebih bila pendekatan tersebut dilakukan secara intensif dan eksklusif, melalui agen perubahan sosial yang sangat dipercaya baik oleh anak didik, orang tua ataupun institusi pendidikan.

b) Krisis Identitas dan Pencarian Motivasi Hidup
Generasi muda secara psikologi masih berupaya mencari jati diri dan motifasi hidup. Dalam pencarian tersebut generasi muda sangat rentan dengan tekanan kelompok (peer pressure) dan memiliki kebutuhan akan panutan (role model). Tekanan kelompok dilakukan dengan adanya perekrutan dan seleksi oleh organisasi radikal berkedok kelompok keagamaan dan forum studi yang terbatas. Setelah kandidat masuk di dalam lingkar kelompok akan dilakukan komunikasi yang lebih intensif untuk mempengaruhi prilaku anggota baru melalui dialog, ceramah kelompok kecil bahkan ritual sumpah setia. Pengaruh kelompok ini begitu besar sehingga anggota baru terus – menerus dituntut mengikuti arus perubahan dan penanaman nilai-nilai kelompok radikal.
Generasi muda juga perlu panutan, kebutuhan akan panutan diberikan oleh sahabat atau kerabat yang lebih dahulu terlibat oleh kelompok radikal. Panutan dini tidak saja kepada orang yang masih hidup dan mereka kenal tapi juga tokoh-tokoh Islam seperti Nabi Muhammad S.A.W., para sahabat dan pejuang-pejuang Islam lainnya. Dalam masa kejayaan Islam. Cerita kepahlawanan tersebut tentunya telah di interprestasikan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan organisasi radikal.

c) Keadaan Ekonomi yang Kurang Memadai
Keadaan ekonomi yang kurang memadai serta sikap apatis terhadap kehidupan di masa depan dapat dianggap sebagai salah satu faktor penyebab mengapa generasi muda tertarik dengan kegiatan radikal. Generasi muda tidak mempunyai kebanggaan secara materi dan tidak memiliki pandangan positif mengenai masa depan yang dihadapi didunia. Dengan keadaan seperti itu, penghancuran terhadap diri sendiri dan orang lain dapat dianggap sebagai hal yang wajar. Materi dan kenikmatan dunia yang tidak dapat diperoleh saat ini akan digantikan dengan kenikmatan akhirat sebagai imbalan dari perjuangan dan pengorbanannya setelah mati syahid.

d) Keterasingan Secara Sosial dan Budaya
Salah satu mengapa alasan genarasi muda tertarik bergabung pada organisasi radikal adalah adanya rasa keterasingan dan adanya jarak diantara masyarakat umum dengan anggota organisasi radikal tersebut. Dengan adanya rasa keterasingan dan jarak itu, teroris tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat, tidak merasa memiliki dan terikat oleh masyarakat tersebut.

e) Keterbatasan Akses Politik
Alasan suatu organisasi melakukan aksi radikal adalah karena aspirasi politiknya tidak dapat disalurkan melalui jalur politik formal berdasarkan kaedah hukum yang berlaku sehingga diperlukan terobosan kontroversial untuk dapat menyampaikan pesan organisasi tersebut ke masyarakat luas. Adanya rasa ketakutan yang mendalam, diharapkan oleh organisasi radikal akan membuat pesan yang ingin disampaikan tertanam dan melekat di benak target khalayak.

f) Solidaritas antara Sesama Umat yang Tinggi
Sesama umat, satu agama terjalin suatu tali persaudaraan yang kuat yang melintasi perbedaan suku, negara dan geografis. Rasa solidaritas yang tinggi tersebut menciptakan suatu tali batin dan empati. Apabila satu disakiti maka yang lain akan merasa disakiti pula. Apabila ada sekelompok umat yang ditindas oleh pemerintah atau agama lain maka, umat Islam dimana pun berada merasa terpanggil melakukan perlawanan untuk membantu umat Islam yang tertindas.

g) Dualisme Aspirasi Masyarakat
Tanggapan masyarakat tampak mendua dalam aksi radikal dan teror yang dilakukan di Indonesia. Sebagian ada yang menyesali, meratapi dan mengutuk adanya serangan teroris. Tetapi sebagian lagi berlaku anomali, mendukung aksi radikal dan teror tersebut. Mereka bahkan secara terang-terangan menyebutkan bahwa terpidana teroris sebagai pahlawan dan bagi teroris yang terpidana mati telah mereka sediakan tempat pemakaman khusus.

Tentunya semua faktor penyebab berkembangnya radikalisme dan terorisme tersebut tidak berdiri sendiri, tapi menjadi suatu kondisi yang kait-mengkait, sehingga memerlukan penanganan secara simultan. Demikianlah pembahasan tentang tumbuh dan berkembangnya radikalisme di kalangan anak muda, semoga menjadi pemahaman bagi kita semua.

Sumber tulisan:  Deradikalisasi oleh Petrus Reinhard Golose