KEBUDAYAAN MASYARAKAT DARFUR (II)

MASYARAKAT DAN DESA
Karena sebuah desa orang Darfur terdiri dari kumpulan keluarga, maka terdapat sebuah pengertian yang kuat dalam masyarakat dan pertalian keluarga. Desa dapat terdiri dari 180 keluarga, setara dengan 2.000 penduduk, yang semua saling kenal satu sama lain dengan sangat baik. Pada saat yang sama, seluruh desa saling berhubungan dan merupakan sebuah keluarga besar. Pendatang dapat menyatu dengan cepat dengan warga karena ketika mengunjungi sebuah desa , pendatang  dianggap sebagai keluarga dari desa tersebut.  Seorang tetangga dianggap sebagai saudara laki-laki atau saudara perempuan. Semua anak yang ada pada sebuah desa bermain bersama satu sama lain, dan dapat ditertibkan oleh setiap anggota masyarakat desa.

Anak - anak Darfur
Anak - anak perempuan Darfur

Desa orang Darfur, secara sekilas sangat sederhana, tersusun oleh kumpulan pondok yang disebut tukuls , dan mencerminkan sebuah pembelajaran untuk menyesuaikan dengan iklim yang kejam dan bentuk tanah yang sangat gersang pada daerah tersebut. Dua atau tiga pondok yang besar berada di dalam lokasi keluarga utama, yang tergantung pada jumlah anak yang di miliki oleh keluarga tersebut. Sebuah pondok adalah tempat hidup bagi suami istri, sebuah pondok untuk anak-anak perempuan dalam keluarga dan sebuah pondok yang lain untuk anak laki-laki. Sebuah pondok kecil yang lain diperuntukan untuk dapur. Sebuah pagar yang mengelilingi pondok sangat penting untuk perlindungan. Seorang istri mungkin juga memliki sebidang kebun, yang disebut Jobraka , dimana sayuran seperti kacang-kacangan dan ketimun tumbuh. Karena kebutuhan hidup sangat penting dalam kehidupan orang Darfur, di simpan ke dalam sebuah tempat atau gudang, atau zariba, yang menjadi tempat tinggal hewan peliharaan keluarga.

Sheikh, atau kepala suku, adalah orang yang sangat penting di desa. Pondokannya akan berada di tengah sehingga ia akan dengan sangat mudah untuk berhubungan dalam hal kasus yang darurat untuk menyelesaikan perselisihan atau untuk membantu menyelesaikan permasalahan warganya. Walaupun 90 % dari desa terdiri dari anggota-anggota suku atau desa, terkadang juga hadir tamu Faki atau Elsagirea yang merupakan laki-laki atau pengajar Al Qur’an yang sangat dihormati, juga mendapat tempat khusus.

Dara yang berada dekat dengan pondokan Sheikh, adalah sebuah tempat sebagai pusat bagi masyarakat untuk berkumpul,makan bersama dan untuk bersosialisasi. Faki dan Elsagirea juga mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak dan anggota yang lain dari Desa di Dara pada malam hari. Sebagai tambahan, meskipun tidak setiap desa memiliki mesjid, setiap desa harus menyediakan sebuah tempat dimana setiap orang dapat berkumpul untuk beribadah.. jika sebuah desa terlalu kecil, para penduduk desa akan berjalan bersama yang lain ke desa tetangga terdekat pada hari jum’at untuk melaksanakan shalat jum’at.

STRUKTUR KELUARGA, GENEALOGI DAN PERANAN GENDER
Rumah tangga orang Darfur terdiri dari kumpulan keluarga,dengan kakek, bibi, paman, dan sepupu-sepupu. Mereka memainkan peranan umun di dalm kehidupan satu sama lain. Merujuk kesatuan diantara anggota dari suku, perkawinan, kelahiran, dan kematian adalah kegiatan yang umum dalam kehidupan dari setiap anggota keluarga, dengan tanpa memperhatikan seorang individu adalah bagian dari keluarga dekat atau tidak.

Sebahagian besar dari kelompok besar di Darfur berdasarkan pada garis keturunan dari ayah dan genealogi melewati generasi ke generasi melalui tradisi lisan. Nenek perempuan khususnya memainkan peranan yang pokok dalam mendidik anak dalam hal sejarah tentang keluarga dan desa mereka,dan terkadang seorang anak kecil dapat mengetahui tentang sejarah keluarga dan desanya sebelum mereka mempelajari hal lain.

Salah satu dari peranan penting yang dijalankan oleh laki-laki adalah untuk melindungi keluarga dan desanya selama ada serangan. Kualitas dari kekuatan, kehormatan dan keberanian adalah akar yang kuat terhadap identitas kelaki-lakiannya, dan sangat dibutuhkan kualitas dari laki-laki untuk mereka menjalankan perannya di dalam desa dan sukunya. Laki -laki menyediakan sumber utama pemasukan bagi keluarganya. Orang Darfur dari suku non-Arab adalah petani dan laki-laki yang mengolah dan menjual hasil panennya selama musim hujan. Selama musim tidak bercocok tanam, para laki-laki akan bergerak menuju kota terdekat untuk menjual barang-barang,hasil panen dan daging hasil dari peternakan mereka. Orang Arab Darfur adalah pastoral nomaden yang menngembalakan hewan, terkadang melintasi wilayah timur Chad dan Republik Afrika Tengah. Sebelum konflik besar terjadi, suku-suku non-Arab seperti Zaghawa akan mempercayakan perawatan hewan gembalaan mereka ke suku Arab yang menjadi tetangga mereka (Flint and De Waal 2005:6-7).

Meskipun ada perbedaan kehidupan di daerah kota dan di desa, para wanita Darfur umumnya memainkan peranan yang sama. Wanita Darfur memainkan tugas dalam seperti memasak, membersihkan, membeli makanan dari pasar, mengumpulkan kayu bakar, mengambil air dari sumur dan menjaga peternakan. Mereka juga pemberi kasih sayang dan memperhatikan suami, anak dan orang-orang tua, mereka juga ikut bertani dengan cara menolong suami mereka untuk mengolah, menanam,dan memanen hasil panen serta menjualkannya di pasar dan mengolah jobrakas mereka sendiri. Sayuran yang tumbuh di jobrakas menyediakan sedikit sumber pendapatan yang lain bagi keluarga.

RUTINITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI ORANG DARFUR
Sementara suka-suku Arab menggembalakan ternak melintasi Darfur menuju negara tetangga, orang Darfur dari suku non-Arab (Black Africa)bercocok tanam untuk menghasilkan panen untuk di makan dan di jual untuk memperoleh profit. bercocok tanam dilaksanakan selama musim hujan, yang setidaknya berlangsung dari bulan Juni hingga September. Karena Darfur kekurangan sumber sungai, para petani bergantung pada hujan untuk mengolah pertanian mereka. Jenis tanaman mereka termasuk biji padi-padian, dan semacam gandum, seperti halnya sayur mayur misalnya bawang dan kacang-kacangan.

Selama musim hujan, rutinitas para petani dilaksanakan. Para wanita yang bangun pertama kali di pagi hari, memulai harinya sebelum matahari terbit. Pertama-tama dia akan menyiapkan makanan, kemudian susu hewan, dan akhirnya menuntun hewan tersebut menuju ke tempat gembala di dekat desa untuk diberi makan dan di mandikan. Setelah selesai, dia akan kembali ke rumahnya. Untuk memberi makan pagi dan the kepada suami dan anaknya. Assida, salah satu makanan utama di Darfur,yang merupakan campuran dari semacam padi-padian, sorgum, tepung dan jagung. Yang kemudian di aduk terus-menerus dan kemudian di taruh dalam pot yang di panaskan oleh api, yang memakan waktu cukup lama. Makanan ini dimakan seperti bubur dengan say uran di tuangkan kedalamnya dan terkadang disajika dengan tambahan madu. Kisra juga terkadang disajikan. Kisra serupa dengan Assida, dibuat dari bahan yang sama, tetapi karena kisra dimasak dengan cara yang berbeda maka ia menyerupai lembaran roti yang tipis. Beberapa lembaran kisra dilipat bersama dan disajikan dengan sup, daging, madu atau susu.

Setelah makan pagi, para lelaki akan berangkat bekerja ke ladang untuk mengolah tanaman. Beberapa anak nya akan menemaninya untuk bekerja di ladang, sementara yang lain, biasanya anak kecil akan merawat hewan peliharaan. Anak perempuan akan membantu ibunya mengerjakan tugasnya, termasuk menggiling biji padi, memasak makanan lain, dan mengumpulkan kayu bakar. Setelah seorang wanita selesai mengerjakan tugas-tugasnya di rumah, dia akan berangkat ke pasar. Disana, ia akan membeli daging dan sayuran segar, sebagaimana ia juga akan menjual sebagian hasil panennya dan barang-barang lain. Karena jarak yang cukup jauh antara rumah dengan pasar, ia akan membawa barang-barang di kepalanya atau di atas seekor keledai. Setelah kembali dari pasar, wanita itu (sebagaimana anak perempuan yang menyertainya) akan bergabung dengan suaminya untuk bekerja di ladang.

Setelah pekerjaan bercocok tanaman selesai dikerjakan, maka akan lebih tersedia waktu luang. Anak-anak akan lebih memperoleh waktu untuk bersekolah. jika berasal dari daerah pedesaan, orang dewasa lebih dapat bepergian ke kota untuk bekerja, menjual barang dan menukarkan hasil panen mereka dengan orang lain untuk barang-barang yang berasal dari Khartoum atau dari negara Afrika maupun dari negara Timur Tengah lainnya. Terkadang, hasil panen dijual untuk mendapatkan uang, namun dalam banyak kasus, orang Darfur menukar barang-barang dengan jagung, wijen, gula, teh, atau minyak.

Ketika musim hujan berakhir, dan pekerjaan menjadi tidak terlalu sukar, makanan dapat dimakan di Dara desa.yang dijadikan sebagai tempat bersama. Setiap orang membawa makanan mereka masing-masing ke Dara dan merasakan seperti makan di rumah sendiri. Disana, mereka dapat saling bertemu dan besosialisasi dengan keluarga dan tetangga mereka, membicarakan masalah sehari-hari, berita dan menyelesaikan perselisihan. Faki dan Elsagirea mengajarkan Al Quran kepada anak laki – laki dan perempuan di Dara pada malam hari.

Ketika Sang Raja Africa Memilih Calon Istri ke 35 !!!

*Disclaimer: Bukan maksud saya membuat tulisan/foto Pornografi…  dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi, segala gambar/foto yang merupakan gambaran suatu adat istiadat dan budaya.. tidak termasuk perbuatan melawan Hukum*

Kemarin dalam suatu acara saya bertemu rekan “Police Adviser” dari Afrika Selatan, ia bercerita pada suatu waktu pernah pergi ke Negara Swaziland sebuah negara “mini”, dengan sistem pemerintaahan Kerajaan Absolut, yang bertetangga dengan negaranya Afrika Selatan.

Inilah Negara Swaziland (titik warna merah)
Inilah Negara Swaziland (titik warna merah)

Pada saat itu sedang ada acara kenegaraan yang paling “seru”, yaitu raja Swaziland (King Mswati III) sedang memilih istrinya yang ke 35 (tigapuluh lima) …..!!!@#$%^&* Weleh .. weleh.. benar – benar “Top Abisss” si Raja ini,  kalau saya membayangkan satu bulan adalah 30 hari….dan apabila satu hari ia memberi “jatah” kepada satu istrinya… dalam satu bulan tidak habis untuk “menyambangi” keseluruhan istrinya……. :mrgreen:

Sang "Pejantan Tangguh" memasuki tempat acara, lengkap dengan pengawalan kerajaan
Sang "Pejantan Tangguh" memasuki tempat acara, lengkap dengan pengawalan kerajaan

Jadi Alkisah Sang Raja memerintahkan seluruh wanita cantik di negaranya untuk berkumpul di suatu acara….. dan dalam acara itu Raja akan melihat, memilih dan akan langsung menunjuk wanita mana yang “beruntung”  akan dijadikan istrinya…

mendambakan menjadi istri Raja...
Inilah Para wanita cantik dari seluruh pelosok negeri, dengan satu keinginan: Mendambakan menjadi istri Raja...

Animo para wanita cantik dari seluruh pelosok negeri ternyata sangat baik, bagi wanita Swaziland adalah suatu kehormatan bisa menjadi istri Raja, walaupun yang keseratus sekalipun…. Mereka berdandan habis dengan pakaian adatnya yang  “TOPLESS” … mencoba menarik perhatian sang Raja….

Sang Raja, dengan pandangan "penuh arti...."
Sang Raja, dengan pandangan "penuh arti...." Wow Beliau bingung juga kali yaa, semua kok wanita di depannya cantik - cantik?? Binuuun ah...!!

Para wanita cantik itu dalam acara harus menari tarian tradisional suku Swaziland bernama : “Umhlanga Dance”, secara bersama – sama, dengan gerakan dinamis mengitari panggung dimana sang Raja duduk…… sambil berharap siapa tahu Sang Raja akan tertarik kepada salah satu dari mereka…..

Oiiiii Raja.....!!!! Pilihlah daku jadi istri mu...... (Krisdayanti Style....)
Oiiiii Raja.....!!!! Pilihlah daku.. jadi istri mu...... (Krisdayanti Style....)

Acara itu berlangsung dari pagi hingga petang hari… dan akhirlah terpilihlah satu yang terbaik diantara semua….. sayang saya tidak sempat menanyakan kawan saya itu, mana yang akhirnya terpilih jadi istri Raja……

Kalau jadi rajanya sih aku milih yang ini...
Banyak yang cantik juga rupanya, ini salah satunya......
Tarian umhlangga .... Keep on dance Baby !!!
Tarian umhlangga .... Keep on dance Baby !!!

Jadi teringat nih… lagu dari RIF …..

Andai ‘ku jadi radja, mau apa tinggal minta
Tunjuk sini tunjuk sana dengan sedikit kata
Andai ‘ku jadi radja, punya uang, punya harta
Dan yang pasti aku juga akan punya kuasa

Andai aku jadi radja, ‘ku diangkat dielukan
Dikelilingi bawahan dan orang-orang suruhan
Nikmatnya jadi radja, dengan menjentikkan jari
Dan lambaian tangan maka terpuaskan nafsuku

Nikmatnya jadi radja, ‘kan kubangun istana
Dan ‘ku dikelilingi putri yang ‘kan s’lalu menggoda
Nikmatnya jadi radja, dengan menjentikkan jari
Dan lambaian tangan maka terpuaskan nafsuku

Tapi ‘ku bukan radja, ‘ku hanya orang biasa
Yang selalu dijadikan alas kaki para sang radja
Aku hanya bisa menahan dan melihat, membayangkan
Dan memimpikan ‘tuk menjadi seorang radja