Bali Nine, Kesalahan terbesar polisi Australia ?

Ke 9 Terdakwa Bali 9
Ke 9 Terdakwa Bali 9

Negara Australia sangat tergantung dengan negara Indonesia dalam memerangi kejahatan yang terjadi di lingkup dalam negerinya, nampak sekali mereka berupaya sekali mencegah kejahatan transnational (kejahatan lintas batas negara) seperti penyelundupan manusia dan kejahatan narkoba, kalau perlu sebelum menembus wilayah hukum mereka sendiri.

Walaupun berusaha untuk mencegah kejahatan dengan menangkap pelakunya sebelum masuk ke negaranya dengan bekerjasama dengan polisi negara tetangga, ternyata mereka juga mempunyai konstitusi yang melindungi warganegaranya dari tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati di suatu negara. Nah, inilah berawal blundernya… terindikasi kepolisian Australia bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia di Bali untuk menggagalkan penyelundupan Heroin besar ke Australia, kelompotan ini terdiri dari 9 orang, Kesembilan orang tersebut adalah:

* Andrew Chan – disebut pihak kepolisian sebagai “godfather” kelompok ini
* Myuran Sukumaran
* Si Yi Chen
* Michael Czugaj
* Renae Lawrence
* Tach Duc Thanh Nguyen
* Matthew Norman
* Scott Rush
* Martin Stephens

Empat dari sembilan orang tersebut, Czugaj, Rush, Stephens, dan Lawrence ditangkap di Bandara Ngurah Rai saat sedang menaiki pesawat tujuan Australia. Keempatnya ditemukan membawa heroin yang dipasang di tubuh. Andrew Chan ditangkap di sebuah pesawat yang terpisah saat hendak berangkat, namun pada dirinya tidak ditemukan obat terlarang. Empat orang lainnya, Nguyen, Sukumaran, Chen dan Norman ditangkap di Hotel Melasti di Kuta karena menyimpan heroin sejumlah 350 gram dan barang-barang lainnya yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam usaha penyelundupan tersebut.

Orang tuan dari tersangka Rush dan Lawrence kemudian mengkritik pihak kepolisian Australia yang ternyata telah mengetahui rencana penyelundupan ini dan memilih untuk menginformasikan pihak kepolisian di Bali daripada menangkap mereka di Australia, di mana tidak ada hukuman mati atas kejahatan Narkotika sehingga kesembilan orang tersebut dapat menghindari ancaman tersebut.

Pada 13 Februari 2006, Pengadilan Negeri Denpasar memvonis Lawrence dan Rush dengan hukuman penjara seumur hidup. Sehari kemudian, Czugaj dan Stephens menerima vonis yang sama. Sukumaran dan Chan, dua tokoh yang dianggap berperan penting, dihukum mati. Kemudian pada 15 Februari, Nguyen, Chen, dan Norman juga divonis penjara seumur hidup oleh para hakim.

Pada 26 April 2006, hukuman Lawrence, Nguyen, Chen, Czugaj dan Norman dikurangi menjadi 20 tahun penjara melalui banding, sementara hukuman seumur hidup Stephens tetap bertahan.

Pada 6 September 2006, diketahui bahwa Mahkamah Agung telah mengabulkan kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung. Hukuman Czugac berubah menjadi hukuman seumur hidup, sementara hukuman Lawrence, Rush, Nguyen, Chen, dan Norman menjadi hukuman mati. Chan dan Sukumaran tetap dihukum mati, dan Stephens tetap dihukum seumur hidup. Jadi kesimpulannya setelah kasasi dari 9 orang komplotan ini malahan yang dihukum mati dari 2 orang bertambah 4 orang menjadi 6 orang. Yang akan selamat dari regu tembak hanya 3 orang.

Salah Siapa ?

Ternyata hal ini menjadi permasalahan politik yang menggemparkan di Australia selama berbulan – bulan, banyak pihak yang menyalahkan polisi Australia, kenapa mereka memberikan informasi dan bekerjasama dengan Polisi indonesia yang mengakibatkan ke 9 orang ini ditangkap dan akhirnya dijatuhi hukuman mati, sedangkan kontitusi Australia memang melindungi warganegaranya atas ancaman hukuman mati bagi negara yang masih menerapkannnya.  Mmmmmhh ngga ikut campur deh ….

Yang jelas pendapat saya kedaulatan negara kita memang harus diakui, dan pemerintah Australia mau tidak mau harus menghormati keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman mati terhadap 6 tersangka itu …. gitu aja repot 🙂

PENJAHAT LEGENDARIS INDONESIA : KUSNI KASDUT

Siapa yang tidak mengenal tokoh ini pada era 70 an, salah satu pejahat Legendaris, tertangkap dan di vonis hukuman mati atas segala perbuatannya…. Namun pada saat – saat akhir hayat nya ia bertobat dan dengan “tegar” menghadapi hukumannya.

Dalam keterasingannya di penjara dan jauh dari orang-orang yang dicintai, ternyata sisi agamis Kusni Kasdut tumbuh semakin dalam. Apalagi ketika dia di penjara dan sebelum dieksekusi mati, dia sempat berkenalan dengan seorang pemuka agama Katolik.

Setelah berkenalan dengan pemuka agama tersebut, akhirnya dia memutuskan menjadi pengikut setia. Kusni Kasdut dibaptis sebagai pemeluk Katolik dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.

Saat menunggu hari eksekusi, dia menuangkan rasa cintanya terhadap agama yang telah dia anut dalam sebuah lukisan yang terbuat dari gedebog pohon pisang. Dalam lukisan tersebut, tergambar dengan rinci Gereja Katedral lengkap dengan menara dan arsitektur bangunannya yang unik. Dan sampai sekarang masih tersimpan rapi di Museum Gerja Katederal Jakarta.

lukisan Kusni Kasdut yang terbuat dari gedebok Pisang, dan masih tersimpan di Kathederal Jakarta
lukisan Kusni Kasdut yang terbuat dari gedebok Pisang, dan masih tersimpan di Kathederal Jakarta

“Setelah lukisan gedebog pisang itu jadi, sebagai tanda terima kasihnya, Kusni Kasdut memberikan lukisannya itu kepada Gereja Katedral, Jakarta. Beberapa hari setelah itu, Kusni Kasdut ditembak mati,” ujar pengurus Museum Katedral, Jakarta, Eduardus Suwito.

Saya mendapat tulisan mengenai saat – saat akhir hayatnya pada saat mau menghadapi regu tembak :

Keinginannya terakhir hanya ia mau duduk di tengah keluarganya.
Itu terpenuhi. Sembilan jam sebelum diantar pergi oleh tim
eksekutor, di ruang kebaktian Katolik di LP Kalisosok Kusni
Kasdut dikelilingi keluarganya: Sunarti (istri keduanya), Ninik
dan Bambang (anak dari istri pertama), Edi (menantu, suami
Ninik) dan dua cucunya, anak Ninik. Itulah jamuannya yang
terakhir-dengan capcai, mi dan ayam goreng. Tapi rupanya hanya
orang yang menjelang mati itu yang dengan nikmat makan.

Kusni, kemudian, memeluk Ninik. “Saya sebenarnya sudah tobat
total sejak 1976,” katanya, seperti direkam seorang
pendengarnya. “Situasilah yang membuat ayah jadi begini.
Sebenarnya ayah ingin menghabiskan umur untuk mengabdi kepada
Tuhan. Tapi waktu terlalu pendek. Ninik dan yang lain
menangis. “Diamlah,” lanjut ayahnya, “Ninik ‘kan sudah tahu,
ayah sudah pasrah. Ayah yakin Tuhan sudah menyediakan tempat
bagi ayah. Maafkanlah ayah.” Kedua cucunya, Eka dan Vera, mulai
mengantuk.

Fact about Kusni Kasdut

Pada masanya Kusni kasdut adalah penjahat spesialis “barang antik” salah satunya yang paling spektakuler ia merampok Museum Nasional Jakarta. Dengan menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi (yang tentunya palsu), dia pada tanggal 31 Mei 1961 masuk ke Museum Nasional yang dikenal juga Gedung Gajah. Setelah melukai penjaga dia membawa lari 11 permata koleksi museum tersebut.

Pernah membunuh dan merampok seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened pada 1960-an. Kusni Kasdut dalam aksinya ditemani oleh Bir Ali. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan, Awab Alhajiri. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembak dari jeep yang dibawa oleh Kusni Kasdut.

Saat-saat terakhir Kusni Kasdut ini dijadikan ide untuk lagunya God Bless “Selamat Pagi Indonesia” di album “Cermin”. Lirik lagu ini ditulis oleh Theodore KS, wartawan musik Kompas yg jagoan menulis lirik lagu.

Awalnya Kusni kasdut adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.

SUDARTO adalah penasehat hukum Kusni Kasdut mengatakan dalam pembelaanya : ”Manusia tidak berhak mencabut nyawa orang,” dan ”Nafsu tidak bisa dibendung dengan ancaman”.

Kusni Kasdut pada saat sedang menunggu keputusan atas permohonan grasinya sempat melarikan diri kemudian dapat ditangkap kembali dan akhirnya menjalankan pidana matinya.

Kusni Kasdut sempat dijuluki “Robin Hood” Indonesia, karena ternyata hasil rampokannya sering di bagi – bagikan kepada kaum miskin.

Tangan kanan Kusni Kasdut adalah Bir Ali, anak Cikini Kecil (sekarang ini letaknya di belakang Hotel Sofyan). Bir Ali, yang juga menjadi pembunuh Ali Bajened bersama Kusni Kasdut di Jalan KH Wahid Hasyim, bernama lengkap Muhammad Ali. Dia mendapat gelar Bir Ali karena kesukaannya menenggak bir, ia tewas dalam tembak menembak dengan polisi.

Ia menjalani hukuman matinya didepan regu tembak pada 16 Februari 1980.

Sumber : dari berbagai sumber