Kriminalisasi Kumpul Kebo, No Way

Maukah anda diintip aparat seperti ini untuk ditangkap ketika berduaan ?
Maukah anda diintip aparat seperti ini untuk ditangkap ketika berduaan ?

Pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kepada DPR untuk segera dibahas dan disahkan, Undang – undang warisan Belanda dibuat tahun 1830 ini diwacanakan untuk diganti dan telah dibahas puluhan tahun, kalau tidak salah sejak awal tahun 70 an, selalu ada perdebatan bagaimana melakukan perubahan yang esensial terhadap UU ini.

Beberapa wacana penting yang jadi perdebatan antara lain: Kriminalisasi pelaku santet, hal ini telah dimasukkan dalam pasal RUU KUHP yang menurut saya konyol juga karena bagaimana membuktikan seseorang itu menyantet ? apa kita perlu memanggil setan dan Jin untuk bersaksi ?

Nah juga seperti topik yang akan kita bicarakan yaitu Kriminalisasi Kumpul kebo, dalam pasalnya dibawah ini:

“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak Rp 30 juta,” pasal 485 Rancangan KUHP

Nah kalau kita membahas pasal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Setiap orang, artinya setiap makhluk hidup yang bukan binatang dan bukan tumbuhan, bisa laki laki atau perempuan, tanpa disebutkan batasan umurnya, berarti bisa juga ABG atau bahkan anak – anak, bisa juga kakek nenek.
2. Melakukan hidup bersama sebagai suami istri, Nah hal ini yang paling rawan, apakah yang dimaksud “hidup bersama sebagai suami istri” ? apakah satu rumah tidur bareng, atau dalam kamar hotel, kos kosan, siapa yang bisa mendefinisikan hidup bersama ? petugas yang menangkap ? orang lain yang melaporkan ? Bukankah banyak juga orang yang hidup laki – laki dan perempuan tinggal share bersama dalam satu kontrakan.
3. Diluar Perkawinan yang Sah, hal ini juga mengandung kerawanan, dalam definisi UU perkawinan disebutkan perkawinan yang sah adalah apabila dicatatkan melalui lembaga resmi yaitu KUA atau Catatan Sipil, kita kesampingkan dulu orang yang hobby kawin sirih seperti kasus mantan Bupati Garut, tapi ada juga kan diakomodir dalam hukum adat kita pasangan yang menunda meresmikan perkawinannya menunggu hari baik ?

Saya memprediksi kalau sampai Undang undang ini diberlakukan akan terjadi hal – hal demikian :
1. Aparat penegak hukum “nakal” akan berpesta pora, mereka akan “menjebak” pasangan yang masuk kamar hotel berduaan, dan dengan mudahnya mereka akan menangkap setiap pasangan yang tidak dilengkapi surat nikah resmi.
2. Hotel akan menjadi sasaran “sweeping” aparat, dan itu akan berdampak sektor industri pariwisata, yang kita tidak menutup mata mereka dapat pemasukan dari pasangan yang belum menikah, demikian juga para pengusaha kos-kosan dan kontrakan. Dan pengusaha tersebut akan mengeluarkan biaya ekstra kepada aparat agar tidak di “sweeping”.
3. Yang jelas pasti banyak orang akan merasa “tidak nyaman” dengan undang – undang ini karena menarik area paling “privacy” seseorang ke dalam ranah hukum.

Percaya deh kalau pasal dalam Undang – undang ini diberlakukan akan lebih banyak Mudarat nya daripada manfaat yang didapatkan. Saya pribadi sangat menentang pemberlakuan pasal dalam UU ini, bagaimana dengan anda ? Setuju kah ?

* Baru mau diundangkan sudah ada penolakan dari 2 propinsi, yaitu Bali dan Sulawesi Utara. Baguskah apabila UU ini kalau tidak berlaku diseluruh Negeri ? Saya jadi ingat UU anti Pornografi yang juga tidak diberlakukan di kedua Propinsi itu … ingat azas hukum salah satunya bersifat Universal yang bisa diterima semua golongan dan mengikat semua warga negara, kalau seperti ini apa masih efektif hukum ini ? atau hanya memuaskan golongan tertentu saja ?

5 respons untuk ‘Kriminalisasi Kumpul Kebo, No Way

  1. saya sutuju pak. sebaiknya UU ini diganti dengan UU anti Zina. kalimatnya bisa diganti seperti ini” setiap orang yang melakukan hubungan intim layaknya suami istri diluar nikah, dipidana penjara minimal 1 tahun penjara dan denda minimal 50 juta rupiah”. bagaimana pak kalau UUnya seperti itu?

    @Tri: hehe sama aja, itu mencederai hak asasi seseorang, mau kawin atau tidak bukan urusan negara …. intinya saya tidak setuju ….

  2. saya sependapat dg analisamu.Rasanya tidak perlu UU tersebut dibut.Slain makin memperbanyak UU yg tdk efektif, jg sebenarnya masalah zina/susila ini sdh diatur dlm KUHP kalau tdk salah psl 284 dan jg pasal lainnya dan UU lain yg jg dibahas bbrp hal mslh kesusilaan.Karena akan menjadi pertanyaan, apakah dlm praktek nanti akan sesuai harapan bisa menjangkau semua kalangan dan bisa menghapus mslh zina/susila?apa UU ini bisa jd jaminan bahwa yg bisa terjaring bkn hanya masyarakat biasa tp jg para pejabat/org2 elit yg melakukan hal tsb?dalam praktek bkn hal yg aneh klo teori dan pelaksanaan hukum berbeda jauh.siapa yg kuat bisa menang.slain itu, pasal tsb rentan dg opini subyektif!mslh like/dislike.bisa jadi misal qt tdk menyukai seseorang, maka dg mudah qt bisa “menangkap basah(baca menjebak)”org yg tdk qt sukai sesuai dg unsur2 pasal UU di atas?bukan suatu rahasia, bahwa manusia khususnya masyarakat qt, tdk bisa membedakan rasa tdk suka terhadap sesorang atau tidak suka terhadap perbuatan org tsb.penilaian akan menjadi subyektif….Belum lagi dlm agama(kitab suci) sdh jelas diatur ttg mslh susila tsb?rasanya sdh cukup kuat dan mengikat manusia manapun yg mengaku manusia tanpa hrs berargumen ttg alasan”pembelaan.Lagipula, hanya Tuhan yg berhak memvonis manusia bersalah/tdk, berdosa/tdk…manusia tdk pd kapasitasnya mempertanyakan apalagi menilai moral org lain krn dia sdr blm tentu luput dr dosa/khilaf.

    @Yanny: Thanks atas tanggapannya , gosshh sepertinya ada yang mendukung pendapat saya hehe…

  3. sependapat, hanya perlu sedikit penguatan hukuman penjara sebagaimana yang sudah diatur dalam pasal 284 KUHP, ancaman 9 bulan ditingkatkan jadi misalkan 5 tahun, karena selalu timbul pertanyaan dimasyarakat bagaimana jika pasangan kita ternyata kedapatan “tidur ” dengan orang lain ? ( hampir tiap hari kita melihat di berbagai media, pembunuhan didasari oleh rasa cemburu dan ketidak puasan terhadap penegakan hukum karena hampir belum pernah ada tersangka psl 284 KUHP yang mendapat vonis pidana penjara di pengadilan, selalu percobaan )
    karena tidak ada satu suami atau istri yang normal ingin pasangannya ditiduri oleh orang lain, dibanyak daerah hukuman adat malah lebih dahsyat lagi, sejatinya substansi dari pasal 284 KUHP adalah melindungi masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan keresahan.

    ini pendapat pribadi saya bang.

  4. .saya sutuju pak. sebaiknya UU ini diganti dengan UU anti Zina. kalimatnya bisa diganti seperti ini”setiap orang yang melakukan hubungan intim layaknya suami istri diluar nikah, dipidana penjaraminimal 1 tahun penjara dan denda minimal 50 juta rupiah”. bagaimana pak kalau UUnya seperti itu?

    @Tri: hehe sama aja, itu mencederai hak asasi seseorang, mau kawin atau tidak bukan urusan negara …. intinya saya tidak setuju ….

    ByTriananta LaksanaonMaret 28,2013 at 9:40 am

    ngawur anda jawabnya bang, kawin atau tidak nya seseorang warga negara jelas diatur oleh negara, terbukti dengan adanya pendirian Kantor Catatan Sipil oleh negara, pendirian KUA, pembuatan Akta Kelahiran, pembuatan KTP berikut adanya pencantuman kawin atau belum kawin di ktp, pembuatan Kartu Keluarga, dan pendirian dan pembuatan semua itu di dasari Undang-undang dan Perpu yang telah di legitimasi/di sah kan, artinya di sini jelas bahwa negara memiliki urusan dengan perkawinan warga negara nya..lalu yang dimaksud abang dengan hak asasi itu hak asasi seperti apa? dan makna hak asasi menurut abang itu apa? barangkali saja beda pengertiannya..ingat bang, kita ini hidup di dunia timur bang, di peradaban timur dan kebudayaan timur, timur secara spesifik nya timur asia tenggara bang..mohon di ingat itu bang, terima kasih.

    @Cupu jadi polisi kerjaannya cuma nangkepin orang kumpul kebo ? penjara bisa ngga mampu nampung

Tinggalkan komentar