Rancangan UU Hukum Acara Pidana, Siapkah Polri ??? (Bagian dua)

Makin asyik saja melihat satu persatu ayat – ayat dalam RUU KUHAP, makin banyak hal baru yang dikemukakan ..  hal itu bukan saja baru .. tapi sangat revolusioner … dalam tulisan ini saya membahas hal yang paling krusial dalam Criminal Justice System, yaitu PEMBUKTIAN…

Palu Keadilan
Palu Keadilan

Kita lihat kan belakangan ini di TV bagaimana “heboh” nya sidang pengadilan pembunuhan Nasrudin, yang melibatkan terdakwa ANTASARI AZHAR mantan ketua KPK, SIGID mantan Pemred harian Merdeka, dan salah satu senior saya Kombes WILARDI WIZARD..  semua berada di Sidang Pengadilan “berarung” dengan Jaksa Penuntut Umum untuk meyakinkan HAKIM atas ALAT BUKTI yang ditampilkan dalam sidang pengadilan,  baik jaksa maupun terdakwa yang diwakili oleh penuntut umum berupaya menghadirkan BUKTI …  beruntunglah dengan berkembangnya Media elektronik, menjadi sarana “menggiring opini” yang efektif yang ujungnya juga bisa mempengaruhi keputusan hakim.

Nah, ngomong – ngomong masalah alat bukti dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana disebutkan adalah sebagai berikut :

Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a.keterangan saksi;
b.keterangan ahli;
c.surat;
d.petunjuk;
e.keterangan terdakwa;
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Ada hal yang sangat Menarik dalam persidangan ANTASARI kemarin,  bukti elektronik berupa rekaman pembicarannya dengan Rani Bukan merupakan alat bukti kalau kita mengacu pada UU ini … makanya dalam persidangan tersebut pembela mati matian menolak bukti ini rekaman ini .. memang alat bukti rekaman bisa  dimasukkan kedalam alat bukti Petunjuk… jadi tidak bisa berdiri sendiri , tergantung penelaahan Hakim atas alat bukti ini … bisakah menjadi petunjuk atau tidak. Dalam RUU KUHAP alat bukti ini sudah diakomodir ….

Inilah Alat bukti menurut RUU KUHAP, banyak hal baru.. coba perhatikan :

Pasal 177 RUU KUHAP
(1) Alat bukti yang sah mencakup:
a. barang bukti ;
b. surat-surat;
c. bukti elektronik;
d. keterangan seorang ahli;
e. keterangan seorang saksi;
f. keterangan terdakwa; dan.
g. pengamatan Hakim.
(2) Alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh secara tidak
melawan hukum.
(3) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Mari kita rinci apa saja yang baru dari ALAT BUKTI menurut  RUU KUHAP :

(1)    “Barang bukti” dalam KUHAP tidak termasuk ALAT BUKTI hanya dikategorikan  dalam “bukti petunjuk”, namun dalam RUU KUHAP “barang bukti” yang lazim disebut di Negara lain real evidence atau material evidence, yaitu bukti yang sungguh-sungguh, yang dihadirkan dalam sidang pengadilan.

(2)     Dalam KUHAP disebutkan “surat” dan dalam RUU KUHAP disebut “surat – surat”, apa sih bedanya ?  Jadi disebut surat-surat (jamak) maksudnya ialah jika ada lebih dari satu surat, dihitung sama dengan satu alat bukti.

(3)    Disebut: “seorang ahli” atau “seorang saksi” maksudnya jika ada dua saksi maka memenuhi bukti minimum dua alat bukti.

(4)    “Bukti elektronik” misalnya e-mail, SMS, foto, film, fotocopy, faximili, dan seterusnya.

(5)    Sengaja keterangan saksi ditempatkan bukan pada urutan satu (sama dengan KUHAP Belanda) agar jangan dikira jika tidak ada saksi tidak ada alat bukti.

(6)    Alat bukti “petunjuk” diganti dengan “pengamatan hakim sendiri” atau eigen waarneming van de rechter berupa kesimpulan yang ditarik dari alat bukti lain berdasarkan hasil pemeriksaan di sidang pengadilan. Di Amerika Serikat disebut judicial notice.

(7)  Yang dimaksud “Alat bukti tidak boleh diperoleh secara melawan hukum”, bahwa hasil penyidikan adalah rahasia (secret d’instruction). Dilarang keras penyidik membeberkan hasil penyidikan. Hukum mengancam pidana bagi orang yang membocorkan hasil penyidikan. Terbalik di Indonesia, masyarakat menghendaki penyidikan transparan. Tujuan penyidikan adalah rahasia, ialah menjaga praduga tak bersalah (presumption of innocence), Disamping itu, juga untuk kepentingan penyidikan sendiri jangan sampai tersangka menghilangkan alat-alat bukti atau mempengaruhi saksi.

Agak bingung ? mudah – mudahan tidak …  Penting kok mempelajari suatu hal yang baru kan ?  Saya yakin seyakin – yakinnya para pembuat Undang Undang ini sudah berbuat yang terbaik untuk memperbaiki Hukum yang Amburadul di Indonesia, Biarlah HUKUM menjadi Raja bagi negeri ini .. Jangan ada lagi hukum yang dipermainkan dan dibeli

Rancangan UU Hukum Acara Pidana, Siapkah Polri ???

Pembuatan RUU KUHAP yang telah sampai tahap final sangat mengejutkan… terutama bagi Polri, banyak hal – hal yang berubah dalam penyidikan, perubahan itu bukan gradual … menurut saya sangat Revolusioner… sampai – sampai saya berpikir, akan sanggupkah polri melaksanakan ? Bahkan kekuatiran tersebut tercermin dalam statement Kapolri seperti tertulis disini.

Bagi saya yang sangat beruntung pernah melihat sistem penyidikan kriminal di banyak negara lain, pada awalnya sangat terheran – heran bagaimana mereka bisa melakukan penyidikan dengan aturan yang sangat ketat ? saya lalu tersenyum mencibir, wah kalau aturan ini dibawa ke Indonesia apa bisa ya diterapkan ? saya merenung…. eh, ternyata saat itu akan tiba, aturan – aturan penyidikan yang ‘pernah’ saya dengar dari negara – negara maju itu ternyata diterapkan dalam RUU KUHAP….

Jangan bingung
Jangan bingung

saya mencatat ada beberapa peraturan yang sangat berubah dalam hal penyidikan, saya sedikit akan membahasnya satu – persatu:

PENAHANAN

Bagi seorang penyidik hal ini sangat membantu, karena dalam masa penahanan inilah seorang penyidik melengkapi berkas perkara, mencari alat bukti,  menanti hasil dari laboratorium forensic atau apapun yang berkaitan dengan perkara penyidikan….  selama ini penyidik mendapat waktu yang agak panjang selama 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari … tau ngga sekarang berapa hari kewenangan penyidik ? 5 hari hehe … lihat pasal perbandingan KUHAP dan RUU KUHAP :

Pasal 24 KUHAP

(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperIukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

Pasal 60 RUU KUHAP

(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk waktu paling lama 5 (lima) hari.

Hal yang menarik dalam RUU ini bahwa tidak akan ada lagi PRA PERADILAN yang menggugat keabsyahan Penangkapan, Penahanan dan penghentian Penyidikan, karena akan ada pemutus yaitu HAKIM KOMISARIS, ialah yang menetapkan penahanan terhadap seseorang bisa dilakukan atau tidak, artinya penyidik harus memohon kepada Hakim Komisaris terlebih dahulu apakah tersangka dapat ditahan atau tidak, tidak seperti sekarang hanya dari keputusan penyidik semata, lihat pasal 60 kelanjutannya :

Pasal 60 RUU KUHAP

(2) Dalam jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidikbersama-sama dengan Penuntut Umum menghadapkan tersangka yang dapat didampingi Penasihat Hukum kepada Hakim Komisaris.

(3) Hakim Komisaris memberitahu tersangka mengenai :
a. tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka;
b. hak-hak tersangka; dan
c. perpanjangan penahanan.

(4) Hakim Komisaris menentukan perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c diperlukan atau tidak.

(5) Dalam hal Hakim Komisaris berpendapat perlu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, perpanjangan penahanan diberikan untuk waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari.

(6) Dalam hal Hakim Komisaris melakukan perpanjangan penahanan, Hakim Komisaris memberitahukannya kepada tersangka.

(7) Dalam hal masih diperlukan waktu penahanan untuk kepentingan Penyidikan dan/atau Penuntutan, hakim Pengadilan negeri berwenang melakukan penahanan atas permintaan Penuntut Umum, untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(8) Waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dalam hal masih diperlukan dapat diberikan perpanjang lagi untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(9) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terlampaui, Penyidik dan/atau Penuntut Umum harus mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Saya baru menilik dari satu aspek, yaitu PENAHANAN… Sangat jelas perbedaannya kan ? akankah waktu 5 hari (dari 20 hari sebelumnya) cukup untuk mennuntaskan segala aspek pembuktian ? termasuk mencari alat bukti ? Belum lagi harus bertarung di depan hakim komisaris menyampaikan argumen agar penahanan atau perpanjangan penahanan dapat dikabulkan, repot ya…

Yang jelas Polisi mau tidak mau harus siap…. jangan kita hanya mengeluh tidak mampu, buktikan dulu dengan bekerja, dimana ada usaha disitu ada jalan.. Kami siap berubah …  😉

… bersambung …