Saya Radikal ?

Radicalism
Radicalism

Kita mungkin tercengang apabila mendengar seseorang yang sedemikian yakinnya terhadap paham atau ideologinya sehingga rela mengorbankan nyawanya sekalipun untuk membela keyakinannya itu seperti menyediakan tubuhnya sebagai ‘bom’ yang berjalan, dan meledakkan tubuhnya di target tertentu. Bagaimana menumbuhkan pemahaman yang radikal sehingga menganggap ‘nyawa’ sendiri kurang begitu berarti dibanding kehormatan yang didapat apabila menyerahkan nyawanya bagi paham/ideologi yang diyakininya masih menjadi pertanyaan yang besar. Banyak para pakar meyakini penyebaran paham radikal lebih mudah bagi golongan anak muda, kedewasaan berpikir mereka masih belum sempurna dan masih gampang dipengaruhi, apalagi dengan suatu pemahaman yang ‘lain’ dan menarik bagi mereka. Terdapat berbagai wacana mengenai faktor penyebab mengapa paham radikal dapat tumbuh dan berkembang dikalangan generasi muda seperti :

a) Pendidikan yang rendah dan metode pangajaran yang Dogmatis
Pendidikan yang rendah dianggap sebagai penyebab mengapa generasi muda tertarik untuk terlibat dalam kegiatan radikal. Mereka tidak mempunyai pengetahuan yang memadai untuk mencari alternatif penyelesaian selain bertindak radikal atau menganalisis dampak negatif yang diakibatkan dari tindakan radikal tersebut. Hal ini tidak menutup kenyataan adanya anggota teroris yang berpendidikan tinggi atau bahkan bergelar doktor, sebagai aktor intelektual dibalik penyebaran ajaran radikal dan serangan terorisme.
Proses pengajaran dalam pendidikan formal dan informal yang dogmatis dan satu arah membuka kesempatan bagi paham radikal untuk dapat masuk ke dalam benak anak didik. Dengan metode pengajaran satu arah anak didik dapat dengan mudah disuapi ajaran radikal terlebih bila pendekatan tersebut dilakukan secara intensif dan eksklusif, melalui agen perubahan sosial yang sangat dipercaya baik oleh anak didik, orang tua ataupun institusi pendidikan.

b) Krisis Identitas dan Pencarian Motivasi Hidup
Generasi muda secara psikologi masih berupaya mencari jati diri dan motifasi hidup. Dalam pencarian tersebut generasi muda sangat rentan dengan tekanan kelompok (peer pressure) dan memiliki kebutuhan akan panutan (role model). Tekanan kelompok dilakukan dengan adanya perekrutan dan seleksi oleh organisasi radikal berkedok kelompok keagamaan dan forum studi yang terbatas. Setelah kandidat masuk di dalam lingkar kelompok akan dilakukan komunikasi yang lebih intensif untuk mempengaruhi prilaku anggota baru melalui dialog, ceramah kelompok kecil bahkan ritual sumpah setia. Pengaruh kelompok ini begitu besar sehingga anggota baru terus – menerus dituntut mengikuti arus perubahan dan penanaman nilai-nilai kelompok radikal.
Generasi muda juga perlu panutan, kebutuhan akan panutan diberikan oleh sahabat atau kerabat yang lebih dahulu terlibat oleh kelompok radikal. Panutan dini tidak saja kepada orang yang masih hidup dan mereka kenal tapi juga tokoh-tokoh Islam seperti Nabi Muhammad S.A.W., para sahabat dan pejuang-pejuang Islam lainnya. Dalam masa kejayaan Islam. Cerita kepahlawanan tersebut tentunya telah di interprestasikan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan organisasi radikal.

c) Keadaan Ekonomi yang Kurang Memadai
Keadaan ekonomi yang kurang memadai serta sikap apatis terhadap kehidupan di masa depan dapat dianggap sebagai salah satu faktor penyebab mengapa generasi muda tertarik dengan kegiatan radikal. Generasi muda tidak mempunyai kebanggaan secara materi dan tidak memiliki pandangan positif mengenai masa depan yang dihadapi didunia. Dengan keadaan seperti itu, penghancuran terhadap diri sendiri dan orang lain dapat dianggap sebagai hal yang wajar. Materi dan kenikmatan dunia yang tidak dapat diperoleh saat ini akan digantikan dengan kenikmatan akhirat sebagai imbalan dari perjuangan dan pengorbanannya setelah mati syahid.

d) Keterasingan Secara Sosial dan Budaya
Salah satu mengapa alasan genarasi muda tertarik bergabung pada organisasi radikal adalah adanya rasa keterasingan dan adanya jarak diantara masyarakat umum dengan anggota organisasi radikal tersebut. Dengan adanya rasa keterasingan dan jarak itu, teroris tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat, tidak merasa memiliki dan terikat oleh masyarakat tersebut.

e) Keterbatasan Akses Politik
Alasan suatu organisasi melakukan aksi radikal adalah karena aspirasi politiknya tidak dapat disalurkan melalui jalur politik formal berdasarkan kaedah hukum yang berlaku sehingga diperlukan terobosan kontroversial untuk dapat menyampaikan pesan organisasi tersebut ke masyarakat luas. Adanya rasa ketakutan yang mendalam, diharapkan oleh organisasi radikal akan membuat pesan yang ingin disampaikan tertanam dan melekat di benak target khalayak.

f) Solidaritas antara Sesama Umat yang Tinggi
Sesama umat, satu agama terjalin suatu tali persaudaraan yang kuat yang melintasi perbedaan suku, negara dan geografis. Rasa solidaritas yang tinggi tersebut menciptakan suatu tali batin dan empati. Apabila satu disakiti maka yang lain akan merasa disakiti pula. Apabila ada sekelompok umat yang ditindas oleh pemerintah atau agama lain maka, umat Islam dimana pun berada merasa terpanggil melakukan perlawanan untuk membantu umat Islam yang tertindas.

g) Dualisme Aspirasi Masyarakat
Tanggapan masyarakat tampak mendua dalam aksi radikal dan teror yang dilakukan di Indonesia. Sebagian ada yang menyesali, meratapi dan mengutuk adanya serangan teroris. Tetapi sebagian lagi berlaku anomali, mendukung aksi radikal dan teror tersebut. Mereka bahkan secara terang-terangan menyebutkan bahwa terpidana teroris sebagai pahlawan dan bagi teroris yang terpidana mati telah mereka sediakan tempat pemakaman khusus.

Tentunya semua faktor penyebab berkembangnya radikalisme dan terorisme tersebut tidak berdiri sendiri, tapi menjadi suatu kondisi yang kait-mengkait, sehingga memerlukan penanganan secara simultan. Demikianlah pembahasan tentang tumbuh dan berkembangnya radikalisme di kalangan anak muda, semoga menjadi pemahaman bagi kita semua.

Sumber tulisan:  Deradikalisasi oleh Petrus Reinhard Golose