WNI yang masuk daftar teroris PBB

Peristiwa 9/11 menimbulkan perubahan secara radikal konstelasi perpolitikan dunia, sikap yang sangat overprotected dan bahkan hingga paranoid negara – negara barat khususnya Amerika Serikat memjadikan tidak nyamannya free of movement bagi masyarakat Indonesia, ditandai dengan diterbitkannya Al Qaida Sanction List yang memuat daftar orang yang “dicekal” oleh Dewan Keamanan PBB yang tentunya melalui Amerika Serikat, bisa dibayangkan orang – orang yang namanya “mirip” dengan orang yang tercantum dalam list ini, tentunya akan susah sekali apabila membuat visa untuk bepergian ke luar negeri, karena data list ini dikirim ke seluruh dunia.

Sikap Paranoid Amerika serikat
Sikap Paranoid Amerika serikat

List ini adalah produk Dewan Keamanan PBB melalui resolusi No.1267 tahun 1999 dan diperbaharui dengan resolusi No. 1989 tahun 2011, telah membuat suatu daftar bagi perorangan dan organisasi yang terkait dengan jaringan Al-Qaida yang disebut Al Qaida Sanction List. List ini direview setiap kwartal dan bisa di delisting apabila personal maupun organisasi tersebut sudah tidak ada hubungan dengan AL Qaida, namun pada kenyataannya selama ini tidak pernah ada yang keluar dari list ini kecuali individu tersebut meninggal dunia.

Pihak yang berhak memasukkan atau mengeluarkan nama atau organisasi kedalam Al Qaida Sanction List adalah sebuah komite yang anggotanya adalah perwakilan dari 20 (dua puluh) negara anggota Dewan Keamanan PBB. Komite ini disebut juga sebagai komite 1267, mereka didukung oleh Analytical Support and Sanction Monitoring Team yang secara tahunan memberikan laporannya.

Sesuai data hingga saat ini terdapat 254 (dua ratus lima puluh empat) individu dan 84 (delapan puluh empat) organisasi yang termasuk dalam Al Qaida Sanction List, dan diantaranya terdapat 14 (empat belas) WNI yaitu:
1) Mohammad Iqbal Abdurrahman;
2) Abdullah Ansori;
3) Abu Bakar Ba’asyir;
4) Abu Rahim Ba’asyir (Putra dari ABB);
5) Agus Dwikarna;
6) Gun Gun Rusman Gunawan;
7) Nurjaman Riduan Isamudin (Hambali);
8) Aris Munandar;
9) Umar Patek;
10) Taufik Riki;
11) Abu Rusdan;
12) Parlindungan Siregar;
13) Yassin Sywal;
14) Zulkarnaen.

dan 2 (dua) organisasi, yaitu:
1) Yayasan Al Manahil Indonesia;
2) International Islamic Relief Organization (IIRO) Indonesian Branch.

Berdasarkan Resolusi 1267 untuk individu dan organisasi yang masuk dalam Al Qaida Sanction List diberlakukan hal – hal sebagai berikut:
1) pembekuan serta merta terhadap dana dan aset keuangan lainnya atau sumber ekonomis dari individu dan organisasi yang masuk dalam daftar (Freeze asset without delay/pembekuan asset serta merta);
2) larangan bepergian, terutama ke negara lain (Travel ban);
3) mencegah penyediaan, penjualan dan transfer terhadap senjata maupun material terkait dan bantuan atau pelatihan aktivitas militer (Arms embargo).

Menurut saya pribadi sikap yang harus diambil pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:

– Pada prinsipnya adalah kewajiban moral dari Pemerintah RI untuk melindungi Warga Negara Indonesia;
– Sesuai resolusi 1267 seseorang yang masuk Al Qaida Sanction List harus diberitahu secara resmi. Sampai saat ini belum ada aturan siapa yang mendapat tugas tersebut, pihak Kemenlu mengusulkan Polri dan hal ini akan dibahas kemudian hari;
– Pemberlakuan Freezing asset, Travel ban dan Arms embargo terhadap individu atau entitas yang masuk Al Qaida Sanction List belum bisa dilakukan karena belum ada payung hukum yang mengaturnya di Indonesia;
– Pemerintah Indonesia harus memberi data yang akurat kepada komite 1267 khususnya terhadap nama – nama yang masuk Al Qaida Sanction List, hal ini untuk menghindari orang yang mempunyai nama yang sama mendapat kesulitan apabila akan bepergian ke negara lain.

Satu respons untuk “WNI yang masuk daftar teroris PBB

  1. Wah, penting ini, Pak.

    – Pada prinsipnya adalah kewajiban moral dari Pemerintah RI untuk melindungi Warga Negara Indonesia;

    Ini yang sering terlupakan. Pemerintahan kita ini sepertinya terlalu gampang diutak-atik kepentingan negara luar hingga terkadang menumbalkan warga negaranya sendiri.

    – Sesuai resolusi 1267 seseorang yang masuk Al Qaida Sanction List harus diberitahu secara resmi. Sampai saat ini belum ada aturan siapa yang mendapat tugas tersebut, pihak Kemenlu mengusulkan Polri dan hal ini akan dibahas kemudian hari;

    Bukankah sewajarnya itu Kemenlu memberitahukan pada Depdagri terlebih dahulu, dan kerjasama dengan Kepolisian, lalu memberitahu WNI bersangkutan? Eh, ini tanpa diiringi penahanan, bukan? 😕

    – Pemberlakuan Freezing asset, Travel ban dan Arms embargo terhadap individu atau entitas yang masuk Al Qaida Sanction List belum bisa dilakukan karena belum ada payung hukum yang mengaturnya di Indonesia;

    Yang dikhawatirkan itu, walaupun payung hukumnya belum ada, jalur diplomasi bisa bikin payung-payung baru. PBB, apapun, lebih sering berisikan kepentingan negara adi kuasa. Dan PBB cuma alat untuk menekankan kepentingan itu.

    – Pemerintah Indonesia harus memberi data yang akurat kepada komite 1267 khususnya terhadap nama – nama yang masuk Al Qaida Sanction List, hal ini untuk menghindari orang yang mempunyai nama yang sama mendapat kesulitan apabila akan bepergian ke negara lain.

    Ini penting banget. Kita masih ingat dong, kasus WNI bernama muslim kena jegal di bandara-bandara USA.

    Ulasan bagus, Pak. Salut.

    @Alex: dalam resolusi ini ada kewajiban bagi pemerintah memberitahu kepada warganya yang masuk dalam list ini walaupun sebenarnya list ini terbuka dan bisa di akses di website DK PBB, seperti yang saya tulis sikap pemerintah kepada WN nya yang terkena list tergantung sejauh mana pemerintahnya meng-implementasi resolusi ini (yg juga bukan kewajiban) buktinya freezing asset juga tidak bisa diberlakukan Indonesia…. salam kenal dan sukses selalu.

Tinggalkan komentar