The Next Generation of Terrorist

Setelah beberapa kejadian teror belakangan ini, yaitu peristiwa bom buku dan bom di Mesjid Polresta Cirebon, memang kedua peristiwa ini tidak berkaitan karena berbeda kelompok. Bom buku di buat oleh kelompok Pepi Fernando dan Bom Mesjid oleh kelompok Sigit Qurdowi (telah tewas dalam penggerebekan densus 88 di Solo), berdasarkan pendalaman jaringan kelompok Sigit Qurdowi adalah pemain lama karena merupakan DPO peristiwa bom Gereja beberapa tahun yang lalu, yang menarik adalah kelompok Pepi Fernando yang merupakan generasi baru yang mandiri tidak ada hubungan dengan kelompok – kelompok teroris yang pernah ada, mereka adalah generasi ketiga dari kelompok teroris yang ada di Indonesia.

Al Qaeda,  anak muda
Al Qaeda, anak muda

Mengenai teroris ini saya mengutip tulisan Tito Karnavian, Deputi Kepala Desk Antiteror BNPT di Majalah Tempo 2 Mei , Ia menggolongkan kelompok teroris ini menjadi 3 generasi :

1) Generasi pertama, adalah kelompok inti Al-Qaidah. Misalnya Mohammad Atef dan kawan-kawan, yang bertanggung jawab atas penyerangan World Trade Center, Amerika Serikat, 11 September 2001. Di Indonesia mereka adalah anggota Al-Jamaah al-Islamiyah lulusan pelatihan paramiliter di Afganistan dan kamp militer di Filipina Selatan. Serangan bom Bali pada 2002 dan bom Mega Kuningan, Jakarta, pada 2009 oleh Noor Din. M. Top serta Urwah cs dilakukan oleh generasi ini.

2) Generasi kedua, adalah mereka yang pernah dilatih kelompok inti Al-Qaidah. Serangan teror bom di Bali pada 12 Oktober 2002 oleh Imam Samudra dan kawan-kawan, serangan bom di Metro Manila akhir 2000 oleh Faturrahman al-Ghozi cs, serta serangan bom kereta di Spanyol pada 11 Maret 2004 merupakan sebagian aksi generasi ini, di Indonesia mereka adalah yang dilatih oleh para lulusan Afganistan dan Filipina Selatan. Generasi ini diwakili Suryo dan kawan-kawan, yang merampok kantor Bank CIMB di Medan. Sebelum perampokan, Suryo mengikuti latihan paramiliter di Aceh pada awal 2010 dengan instruktur di antaranya Mustakim dan Enceng Kurnia, keduanya lulusan pelatihan di Filipina Selatan. Rencana pengeboman beberapa kantor kedutaan dan markas kepolisian oleh kelompok Shoghir-ditangkap di Klaten, Jawa Tengah, pertengahan 2010-adalah contoh lain dari keompok generasi kedua.

3) Generasi Ketiga, adalah mereka tidak pernah dilatih oleh generasi pertama dan kedua. Mereka sedikit bersentuhan dengan jaringan Al-Qaidah atau afiliasinya dan aktif dalam kegiatan keagamaan di sel sendiri. Pemikiran radikal mereka berkembang. Mereka memperoleh kemampuan kemiliteran secara otodidaktik, termasuk dalam membuat bom serta merencanakan dan melakukan serangan. Mereka tidak pernah berlatih di Afganistan dan Filipina Selatan serta tak pernah dilatih alumni pelatihan dua tempat itu. Generasi ketiga hanya terhubung sedikit-atau bahkan tidak terhubung secara fisik-dengan jaringan struktur kelompok radikal. Kelompok Pepi Fernando disinyalir merupakan sel yang lepas dari struktur jaringan dan tidak memiliki “chain of command” dengan gerakan lama.

Saya mempelajari beberapa orang teroris yang menjalankan aksinya dengan mandiri tanpa terkait dengan kelompok teror yang ada, inilah kisah mereka:

Pelaku bom London Mohammad Sidiq Khan (30 tahun) dan Shehzad Tanweer (20 tahun) mereka adalah simpatisan berat perjuangan dari Al Qaeda, mereka adalah generasi ketiga orang pakistan yang hidup di Inggris, seperti imigran Pakistan lainnya mereka merasakan kehidupan yang keras sebagai golongan minoritas, banyak hak – hak mereka yang tidak terakomodir, kehidupan mereka semakin teralieniasi dan terpinggirkan, dan mereka sangat takjub dengan keberhasilan “Al Qaeda” melakukan serangan ke jantung Amerika dalam peristiwa 9/11 suatu simbol kemenangan “Islam” atas dunia barat, mereka lalu mempunyai “ide” untuk melakukan “hal yang sama” di Inggris, mereka ingin “menghukum” Inggris karena keterlibatannya dalam serangan ke Irak dan Afganistan yang bagi mereka adalah serangan terhadap “Islam”. mulailah mereka mencari jalan untuk melakukan aksinya, mereka bergabung dalam Forum di Internet bagi Islam Radical dan berhasil menemukan jalan, mereka melalui internet bisa berhubungan dengan kelompok radikal di Pakistan, lalu mereka berangkat ke Pakistan, diajari meracik bom, dan bagaimana melakukan aksi “bom bunuh diri”, mereka akhirnya bertemu dengan utama tokoh Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri. dan mendapatkatkan support penuh dan mereka dibuat video kesaksian sebelum melakukan bom bunuh diri, kemudian pulanglah mereka ke Inggris untuk merncanakan aksinya, mereka lalu mengajak 2 orang lagi Germaine Lindsay (19 tahun) dan Hasib Hussain (18 tahun), dan mereka berhasil dalam melakukan aksinya :
– Sidique Mohammad Khan (keturunan Pakistan), meledakkan bom pada jam 8:50 pada 7 juli 2005 (peristiwa 7/7) dalam kereta bawah tanah dalam perjalanan antara Edgware Road menuju Paddington. Ia tinggal di Beeston, Leeds bersama istri dan anak muda, di mana ia bekerja sebagai guru mengajar di sekolah dasar. Ledakan Nya menewaskan 7 orang, termasuk dirinya.
– Shehzad Tanweer (keturunan pakistan) meledakkan bom pada jam 8:50 pada 7 juli 2005, dalam perjalanan antara Liverpool Street dan Aldgate. Ia tinggal di Leeds dengan ibunya dan ayah bekerja di toko ikan, ledakannya menewaskan 8 orang, termasuk dirinya.
– Germaine Lindsay (kelahiran Jamaika) meledakkan bom perjalanan di antara King’s Cross St Pancras dan Russell Square , jam 8:50 pada 7 Juli 2005,  Ia tinggal di Aylesbury , Buckinghamshire dengan istrinya yang sedang hamil dan anak muda. Nya ledakan menewaskan 27 orang, termasuk dirinya.
– Hasib Hussain (keturunan Pakistan) meledakkan bom di bus tingkat di daerah Tavistock Square pada jam 09:47 pada 7 juli 2005, Ia tinggal di Leeds dengan saudaranya dan kakak iparnya, ledakan menewaskan 14 orang termasuk dirinya.

Demikianlah kisah “heroik” dari pelaku bom London yang mengguncangkan itu, bisa dibayangkan bahwa mereka hanya beberapa orang yang “simpati” terhadap perjuangan “Al Qaeda” , mereka berusaha mencari sendiri cara untuk melaksanakan aksinya, merancangnya, dan mengeksekusi (diri) nya sendiri.

Kesimpulannya yang perlu diwaspadai adalah paham dan ideologi “jihad” yang ditularkan melalui aksi – aksi fenomenal Al Qaeda ternyata memberi inspirasi dari para kaum muda untuk melakukan aksi yang sama, contoh yang paling dekat di Indonesia ada Pepi Fernando dan kawan – kawan, mereka segolongan pemuda yang ingin melakukan Jihad terinspirasi oleh perjuangan Al Qaeda diseluruh dunia, menurut saya kelompok – kelompok simpatisan ini masih akan banyak terbentuk selama pemerintah belum berhasil untuk menetralisasi pemahaman radikal dan mengisolasi pemahaman itu agar tidak berkembang. Upaya ini dapat dikemas dengan program pencerahan atau deradikalisasi dan kontraradikalisasi, bukan hanya “tembak ditempat” semata terhadap pelaku teror.

Menjadikan Seseorang Menjadi Teroris (Proses Radikalisasi)

Kita mendengar dalam berita heboh beberapa waktu yang lalu bagaimana beberapa orang hilang akibat di “cuci otak” , inilah cara kelompok NII merekrut anggotanya. Sebagai sebuah organisasi tentunya kelompok radikal ataupun kelompok teroris membutuhkan kader untuk melaksanakan berbagai kegiatan mereka, demi mencapai tujuan organisasi.

Radikal
Radikal

Kita melihat bagaimana seseorang yang berpendidikan diputar balikkan pengetahuannya sehingga mendukung suatu paham yang sangat berbeda dengan jalan pikiran seseorang, dan bahkan bisa digunakan sebagai alat – alat untuk melakukan teror. Hebatnya sang perekrut tahu sekali bagaimana tipe orang yang akan direkrutnya, apakah dia sebagai “pencari dana”, “perekrut” atau bahkan “sayap militer” dari kelompoknya. Mereka menggunakan ilmu phsychologie untuk melaksanakan perekrutannya, dan didahului dengan menanamkan ideologi yang “radikal” kepadanya, metode ini dinamakan Radikalisasi. Kelompok seperti ini giat melakukan Radikalisasi di masyarakat untuk mencari kader anggota atau mencari dukungan masyarakat

Saya melihat referensi yang ditulis oleh DR. Petrus Golose dalam bukunya Deradikalisasi Terorisme, Proses terjadinya Radikalisasi yaitu proses penyebaran dan penyerapan pemikiran–pemikiran kelompok radikal termasuk kelompok teroris. Proses radikalisasi ditandai dengan adanya penyebaran pemikiran radikal di masyarakat, sekaligus perekrutan anggota oleh kelompok radikal ataupun kelompok teroris.

Ada beberapa tahapan dari seorang individu dalam proses Radikalisasi :

a) Tahap Perekrutan
Pada tahap ini sebuh organisasi teroris melakukan perekrutan terhadap anggotanya, perekrutan ini berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut seperti : umur, agama, tingkat pendidikan, perekonomian, status sosial dan kehidupan sehari – hari dalam masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya yang terjadi di Indonesia target Radikalisasi yang terjadi di Indonesia mempunyai keragaman sebagai berikut:
1. Mayoritas laki – laki.
2. Usia berkisar antara 16 sampai 35 tahun.
3. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang Islam.
4. Tingkat ekonomi beragam ada yang dari tidak mampu maupun dari keluarga mampu.
5. Tingkat pendidikan rata – rata setingkat SMA atau MAN atau pondok pesantren dan hanya sedikit yang mempunyai
tingkat pendidikan tinggi.

b) Tahap pengindentifikasian diri.
Tahap ini merupakan tahapan terpenting dalam Radikalisasi, yang bertujuan untuk membuat target memiliki krisis identitas hingga berada didalam kondisi yang tidak stabil dan kehilangan identitas diri, caranya mereka dibuat selalu tidak puas akan kondisi ekonomi, sosial dan politik selain itu target dibuat agar tidak kritis.

c) Tahap Indoktrinasi.
Tahap ini target diberikan paham atau ideologi teroris secara intensif, tujuan utama dari tahap ini adalah membuat target menjadi percaya dan yakin sepenuhnya, bahwa ajaran yang ditanamkan kepada mereka merupakan kebenaran mutlak, dan tidak perlu diibantah atau dikritisi lagi.

d) Tahap pengertian Jihad yang disesatkan.
Dalam tahap ini target sudah termasuk kedalam kelompok kecil (sel) dari organisasi radikal atau teroris, akan menerima kewajiban secara pribadi untuk ikut serta dalam Jihad. Tahap ini terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu:
1. Komitmen untuk melakukan teror dengan cara Jihad
2. Pesiapan dan pelatihan fisik.
3. Pelatihan mental.
4. Merencanakan serangan teror.

Proses terjadinya Radikalisasi
Proses terjadinya Radikalisasi

Demikian sekilas proses Radikalisasi yang dilakukan kelompok teroris dan kelompok radikal lainnya, sekarang pertanyaannya mampukah anda mempunyai pertahanan diri yang baik sehingga tidak terjebak dalam ideologi radikal ?