Pemberantasan kejahatan di Indonesia mencatatkan suatu periode yang kelam. Pada tahun 80 an eksekusi diluar pengadilan dilakukan secara sistematis… dan disinyalir perintah dilakukan oleh pimpinan tertinggi negara ini yaitu Presiden Soeharto, terungkap dalam biografinya: “Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”:
Pers ramai menulis mengenai kematian misterius sejumlah orang, dengan menyebut penembakan terhadap gali-gali, atau “penembakan misterius”, atau “penembak misterius”, atau disingkatnya lagi dengan sebutan “petrus”, dan sebagainya. Beberapa orang politik dan sejumlah kaum cendekiawan berbicara dan menulis tentang ini. Masyarakat ramai membicarakannya. Di forum internasional juga ada orang yang menyinggung-nyinggungnya, mengeksposnya. Dia tidak mengerti masalah yang sebenarnya. Kejadian itu, misterius juga tidak. Masalah yang sebenarnya adalah bahwa kejadian itu didahului oleh ketakutan yang dirasakan oleh rakyat. Ancaman-ancaman yang datang dari orang-orang jahat, perampok, pembunuh, dan sebagainya terjadi. Ketentraman terganggu. Seolah-olah ketentraman di negeri ini sudah tidak ada. Yang ada seolah-olah hanya rasa takut saja. Orang-orang jahat itu sudah bertindak melebihi batas perikemanusiaan. Mereka tidak hanya melanggar hukum, tetapi sudah bertindak melebihi batas perikemanusiaan. Umpamanya saja, orang tua sudah dirampas pelbagai miliknya, kemudian masih dibunuh. Itu kan sudah di luar batas kemanusiaan. Kalau mengambil, ya mengambillah, tetapi jangan lantas membunuh. Kemudian ada perempuan yang diambil kekayaannya dan si istri orang lain itu masih juga diperkosa oleh orang jahat itu, di depan suaminya lagi. Itu sudah keterlaluan! Apa hal itu mau didiamkan saja?
Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor! dor! begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak. Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya, orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu.
Memang pada masa itu sekitar tahun 1980 an ratusan residivis, khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah, mati ditembak. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah “petrus”, penembak misterius. Tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak. Para korban Petrus sendiri saat ditemukan masyarakat dalam kondisi tangan dan lehernya terikat. Kebanyakan korban juga dimasukkan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan dan kebun. Pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal dan dijemput aparat keamanan. Teridentifikasi bahwa mayat-mayat itu ketika masih hidup dianggap sebagai penjahat, preman, bromocorah, para gali, dan kaum kecu yang dalam sejarah memang selalu dipinggirkan, walau secara taktis juga sering dimanfaatkan. Pada saat penembak misterius merajalela, para cendekiawan, politisi, dan pakar hukum angkat bicara. Intinya, mereka menuding bahwa hukuman tanpa pengadilan adalah kesalahan serius, namun karena besarnya kekuasaan pemerintahan otoriter pada saat itu sehingga rakyat tidak bisa “bersuara” menyuarakan tanggapannya. Ngeri ngga ?
Preman yang berlindung dirumahku
Pada masa itu semua preman ketakutan dan mencari jalan untuk selamat, dan papa saya (alm) adalah seorang Polisi yang sangat terkenal penolong terhadap sesama, pada saat itu ada seorang Preman Besar yang menguasai wilayah Blok M dan Sekitarnya bernama Udin Arek menyerah dan minta perlindungan ke papa saya, dan karena kebesaran hatinya ia bersedia menampung Udin Arek tinggal di rumah, dan pada saat itu seingat saya (saya masih sekolah SD) mas Udin inilah yang mengantar jemput kami ke sekolah, dan seingat saya Mas Udin ini tinggal selama kurang lebih setahun dirumah kami, terakhir saya mendengar Mas Udin Arek menjadi seorang tokoh yang paling disegani dikalangan Preman di Jakarta, walaupun ia sudah insyaf.
Bagaimana sih Team Petrus pada saat itu ?
Saya pernah suatu saat bertemu seorang pensiunan yang mengaku pernah menjadi team Petrus, ia mengatakan team itu terbentuk berdasarkan perintah resmi dari pimpinannya pada saat itu, yang jelas team mereka bukan berasal dari kantor yang sama, dan bukan berasal dari team yang bertugas dari bidang yang berhubungan langsung dengan masyarakat, kemudian mereka diberi beberapa lembar kertas yang memuat Target Operasi (TO) berisi nama nama preman, dari TO tersebut mereka diberi tugas untuk “menghabisi” daftar tersebut, tentunya mereka harus melakukan survey pendahuluan untuk mendapatkan informasi lengkap tentang TO tersebut (tempat tinggal dan kebiasaan), merekalah memilih mana duluan TO tersebut yang lebih “realible” untuk dihabisi, setelah persipan matang mereka siap “mengeksekusi” TO tersebut, yang jelas unsur “Shock Terapy” harus dipenuhi yaitu meninggalkan mayat ditempat yang mudah diketahui masyarakat ….cara kerjanya TO biasanya diculik dari kediamannya, dibawa paksa menggunakan mobil dan dibawa berputar, menuju ke tempat sepi dan dilakukan eksekusi, kemudian setelah mati dibuang ke tempat umum… demikian setiap kali sampai TO dalam kertas tersebut habis dikerjakan…….. Namun menurutnya kadang orang – orang diluar TO pun banyak yang menjadi korban… dikarenakan “gampang” membunuh banyak diantara rekannya malah menjadi semacam “Pembunuh Bayaran” , mereka membunuh atas “pesanan” boss – boss atau pengusaha, jadi kacau kan ?
Apakah Kejahatan Hilang karena Petrus ?
Kejahatan hilang karena “petrus” ? nonsense ….. secara temporer memang ya, pada saat itu kejahatan memang secara drastis menurun jauh, tetapi taukah bahwa kejahatan hanyalah sebuah akibat sosial dari masyarakat ? Banyak ahli kriminologi menjelaskan masalah ini, salah satunya yang paling terkenal adalah Edwin Sutherland dalam teorinya yang disebut “differential association” yang mengatakan bahwa kejahatan adalah sesuatu hal yang “dipelajari” dari lingkungannya berdasarkan nilai – nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya… jadi apakah kita harus menyalahkan sesorang preman yang “terpaksa” menjadi preman karena akses untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak di tempat tinggalnya ? Yang harus dihilangkan yaitu “faktor penyebabnya” bukan “orangnya” …. betul ngga ?
Memang Petrus merupakan salah satu “sejarah kelam” dalam penegakan hukum bangsa kita …. seyogianya tidak ada lagi peristiwa ini dimasa yang akan datang .. biar bagaimanapun yang berhak mencabut nyawa manusia adalah TUHAN bukan MANUSIA … saya rasa semua setuju kan ?