Police Brutality

Beberapa waktu belakangan ini Polri disibukkan dengan beberapa kasus yang mencoreng namanya, seperti kerusuhan di Bima, matinya tahanan di dalam tahanan, dan banyak lagi kasus bentrokan massa dengan polisi, segala pihak menyoroti peristiwa ini bahkan pihak DPR hendak meninjau kembali peran polisi dalam UU Keamanan Nasional. Polisi memang diberi kewenangan berdasarkan Undang – Undang untuk menggunakan kekerasan didalam melaksanakan tugasnya, dari hal yang ringan seperti mendorong massa hingga yang mematikan, menggunakan alat dari pentungan hingga senjata api. Kewenangan yang sungguh besar ini sering disalah – artikan oleh petugas di lapangan dengan menggunakan kekerasan yang berlebihan atau “Excessive Force” , hal inilah yang sering terjadi di lapangan, dikala chaos terjadi, seorang polisi yang juga manusia tergerak untuk melakukan kekerasan diluar kapasitasnya.

Seluruh Kejadian ini didalam terminologinya disebut “Police Brutality” (Kebrutalan polisi) yang artinya adalah adalah penggunaan kekerasan yang berlebihan, penyerangan fisik, juga bisa dalam bentuk serangan verbal dan intimidasi psikologis oleh petugas polisi. Penggunaan pertama kali istilah “Police Brutality” berdasarkan tulisan pada koran New York Times pada tahun 1893, yang menggambarkan seorang polisi melakukan pemukulan terhadap seorang warga sipil.

Kebrutalan Polisi tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan juga terjadi di negara-negara maju yang dikenal sistem hukumnya sudah baik seperti di Eropa dan Amerika. Beberapa perilaku polisi yang tercela antara lain:

Penangkapan palsu/rekayasa;
Intimidasi;
Tidak netral/ membela golongan/sara tertentu,
Kekerasan politik,
Penyalahgunaan penyadapan,
Pelecehan seksual
Pemerasan dan
Menerima sogok.

Kepolisian yang modern yang berazaskan nasionalitas berawal di negara Prancis pada abad 17 dan 18, bandingkan dengan kepolisian modern yang didirikan di negara-negara lain dimulai pada abad ke 19 dan awal abad ke 20, tetapi rupanya kasus kebrutalan polisi turut terjadi seiring lahirnya kepolisian modern tersebut,

peristiwa seringnya terjadi pemukulan warga oleh petugas patroli bersenjata dengan tongkat dan berbagai insiden kebrutalan pada saat pemogokan buruh besar-besaran, seperti pemogokan besar para pekerja kereta api pada tahun 1877, pemogokan Pullman tahun 1894, pemogokan pekerja tekstil Lawrence pada tahun 1912, pembantaian Ludlow pada tahun 1914, pemogokan buruh Baja tahun 1919, dan pembantaian Hanapepe tahun 1924. Hingga berkembang luas pada masyarakat polisi adalah “penindas” selain itu ada persepsi polisi selalu menindas kaum yang lemah seperti kaum minoritas, kaum muda, orang miskin dan cacat.

Petugas polisi memang diizinkan secara hukum untuk menggunakan kekerasan, dan hal ini seperti yang diharapkan oleh masyarakat untuk melakukannya jika diperlukan. Menurut Jerome Herbert Skolnick dalam mengatur menangani sebagian besar elemen masyarakat , diperlukan orang yang bekerja dalam bidang penegakan hukum yang secara bertahap dapat mengembangkan sikap atau rasa otoritas diatas masyarakat, sayangnya dalam beberapa kasus, polisi merasa mereka bisa berbuat sekehendaknya karena merasa dipayungi hukum.

Kepolisian Kanada dalam sebuah laporannya tentang penyebab kesalahan dalam tindakan kepolisian, menyebutkan “Organisasi dan komandan dalam Kepolisian setiap ada peristiwa yang mencoreng kepolisian selalu menyalahkan individu dan kesalahan individu seperti: perilaku, psikologis, faktor latar belakang, dan sebagainya, bukannya menangani faktor-faktor sistemik dalam kepolisian”,  Dalam laporan ini dibahas faktor-faktor sistemik, yang meliputi :

1. Di dalam kepolisian terdapat budaya “tutup mulut” yaitu sub-kultur yang melindungi kepentingan polisi yang melanggar hukum;

2. Adanya prespektif di dalam tubuh polisi yang tidak percaya dan curiga memandang orang diluar polisi;

3. Komando dan struktur dengan dasar yang hirarkis yang kaku di dalam kepolisian, Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kaku hirarki, semakin rendah skor pada ukuran perbuatan yang etis;

4. Adanya Kekurangan dalam mekanisme akuntabilitas internal, termasuk investigasi internal.

Laporan Hak Asasi Manusia oleh Amnesti Internasional pada tahun 2011 mencatat banyak terjadi penyalahgunaanan kewenangan polisi, terutama di negara – negara rezim otoriter, antara lain:

Di Inggris, laporan atas kematian guru Selandia Baru dan anti-rasisme kampanye Blair Peach pada tahun 1979 diterbitkan di situs Polisi Metropolitan pada 27 April 2010.  Kesimpulannya adalah bahwa Blair Peach dibunuh oleh seorang polisi, tetapi petugas polisi lain dalam unit yang sama telah menolak untuk bekerjasama dan berbohong kepada penyelidik, sehingga mustahil untuk mengidentifikasi pembunuh yang sebenarnya.

Di Inggris, selama KTT G 20 tahun 2009 di London, seorang bernama Ian Tomlinson dipukul dengan tongkat dan kemudian didorong ke lantai, saat dia berjalan pulang dari bekerja, Tomlinson kemudian pingsan dan meninggal. Petugas yang menyerang Tomlinson ditangkap atas dugaan pembunuhan, namun kemudian dibebaskan karena tidak cukup bukti. Peristiwa ini sempat difilmkan oleh seorang turis Amerika.

Di Serbia, kebrutalan polisi terjadi dalam banyak kasus selama protes terhadap Slobodan Milosevic, pada saat protes terhadap pemerintahan sejak Milosevic. Kasus yang tercatat pada bulan Juli 2010 adalah ketika lima orang, termasuk dua anak perempuan , ditangkap, diborgol dan kemudian dipukuli dengan tongkat atau diperlakukan buruk selama satu jam. Rekaman kamera petugas keamanan dikalahkan oleh rekaman yang diperoleh oleh media, dan hal ini menyebabkan kemarahan publik. Pejabat polisi, termasuk Ivica Dačić, menteri dalam negeri Serbia, membantah kejadian ini dan menuduh korban “yang menyerang petugas polisi pertama kali”. Ia juga secara terbuka menyatakan bahwa “kehadiran polisi tidak untuk memukuli warga negara”, tetapi dalihnya adalah “hal itu sudah sewajarnya mereka dapat kalau menyerang polisi”

Pada 4 Agustus 2011, Gorka Ramos, seorang jurnalis Lainformacion dipukuli oleh polisi dan ditangkap saat meliput aksi protes 15-M dekat Kementerian Dalam Negeri di Madrid

Seorang fotografer lepas, Daniel Nuevo, dipukuli oleh polisi ketika meliput demonstrasi menentang kunjungan Paus pada bulan Agustus 2011 di Spanyol.

Hal – hal yang bisa dibuat dalam mencegah kesewenangan polisi bisa dibuat seperti contoh :

Di Inggris, sebuah organisasi independen yang dikenal sebagai Komisi Pengaduan Polisi Independen menyelidiki setiap laporan pelanggaran polisi. Mereka secara otomatis menyelidiki setiap kematian yang disebabkan oleh, atau diduga disebabkan oleh tindakan polisi.

Banyak kelompok masyarakat yang menekankan perlunya pengawasan oleh warga secara independen dan metode lain untuk memastikan pertanggung-jawaban atas tindakan polisi. Payung organisasi dan komite keadilan biasanya terbentuk akibat solidaritas mereka yang terkena dampak kebrutalan polisi. Sedangkan Amnesty International adalah organisasi lain yang aktif dalam isu kebrutalan polisi. Kelompok – kelompok diatas sering mengupload rekaman tindakan yang salah oleh polisi dengan menggunakan media Youtube.

Polisi di era demokratisasi tidak boleh lagi menjadi polisi yang menggunakan kekerasan diluar kewenangannya, dan tugas seluruh masyarakat dan media untuk mengontrolnya, dan …. saya setuju pendapat itu..

*Bahan dari berbagai sumber: Police Brutality

11 respons untuk ‘Police Brutality

  1. Negara ini masih sangat perlu adanya Polisi sebagai penyeimbang dengan makin meningkatnya kuantitas & kualitas suatu tindak pidana.
    Tapiiiiiii….tuk menanggulangi Tindak Pidana yg makin berkembang, Kepolisian baru mampu meningkatkan kuantitas personelnya aja, sedangkan tuk kualitas personel (moral & IPTEK) yg mampu menangani suatu Tindak Pidana menurut saya masih sangat kurang.
    Idealnya, seluruh personel Polisi Indonesia tercinta ini harus memiliki ilmu pengetahuan tentang Hukum (Pidana & Perdata berikut Hukum Acaranya) setingkat lulusan S1 Hukum, memiliki moral dan menjalankan agamanya dengan baik, melalui proses seleksi penerimaan anggota Polri yang ketat dan terbuka, serta menjalani pendidikan pertama Polisi hanya di Akademi-akademi Kepolisian dengan lulusan hanya menjadi seorang Bintara Polisi (bukan Perwira) yg ilmu pengetahuan hukumnya setingkat S1 Hukum.
    Kemudian biarkan mereka bertugas di kewilayahan, dengan Prestasi penugasan sebagai acuan kenaikan pangkat menjadi perwira (bukan hal2 diluar dinas sbg acuan), sehingga mereka akan berlomba untuk mengungkap berbagai kasus.
    Namun untuk memberantas Tindak Pidana, kita tidak dapat hanya berharap kepada Kepolisian yang bagus aja, tapi juga Jaksa yg baik dan hakim yg jujur. Serta tidak kalah penting yaitu SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN yang mampu mengontrol kelakuan para aparat hukum di negeri ini supaya tidak menggunakan kewenangannya secara sewenang-wenang.
    Tuk Pak Polisi…. kalian harus siap menerima setiap kritikan dari masyarakat dan jadikan kritikan tersebut sebagai motifasi tuk memperbaiki diri dan meningkatkan kinerja sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
    Tuk para pemimpin Negeri tercinta…. Siapkan donk sarana dan prasarana yg memadai tuk pelaksanaan tugas pak polisi………… Gimana mereka mau lindungi masyarakat kalo anak bininya aja belum terayomi…
    Betul gakkkkk …????? wkwkwkwkwkwk…..
    oh ya… kekurangan dana operasional jgn jadikan alasan tuk tidak jalankan tugas ya pak polisi… Profesional & proporsional aja… ingat perbuatan baik nanti Tuhan akan membalasnya dengan KAPLINGAN TANAH & ISTANA DI SURGA.

    @satyabirawA: terima kasih atas tanggapan terhadap tulisan saya, saya tetap pada komitmen pribadi saya untuk bertugas dengan sebaik dan sejujur mungkin …

  2. Perlu adanya tambahan pembinaan mental yang dilakukan secara terus menerus ( Rutin) terhadap personil kepolisian dari tingkat bawah sampai atas.

    Bravo Kepolisian Indonesia…. Rakyat sangat mendambakan ketenangan dan kedamaian….Kami Percaya…dan bangga memiliki POLRI….
    @ Untuk masyarakat ….Waspada …Jika berunjuk rasa jangan mudah terprovokasi…Jangan memancing …emosi Polisi…

    @mitrA: Terimakasih atas tanggapannya, sukses selalu …

  3. Setau saya Hanya sedikit Negara di Dunia ini dimana Hirarki Kepolisian langsung di bawah Presiden (bukan departemen), salah satunya Indonesia
    Bagaimana menurut anda jika Kepolisian dinaungi oleh sebuah Kementrian / Departemen?

    @Prastika: menurut saya biar dibawah manapun yang paling penting adalah kemampuannya sebagai law enforcement, pernah tau di AS ada 3000 lebih lembaga kepolisian dibawah berbagai kementerian dan pemda, nyatanya jalan 2x saja … 🙂

  4. bapak Iptu Gribaldi sudah menerima vonis “eksekusi” belum?
    saya penasaran ingin berjumpa.
    info lebih lanjut tentang foto beliau ada?

    @Munil: terakhirnya ternyata tdk di hukum mati … karena TKP nya banyak, masih di sidang pd 1 TKP di Riau. Itulah kelemahan Hukum Indonesia … Foto terakhir tidak ada, terakhir dipenjara di Lapas Pekanbaru ..

  5. Memang tindakan kekerasan yang di lakukan oknum sering terjadi, ada bnyak hal dan faktor yg menyebabkan hal itu terjadi. Menurut saya ini semua berawal dari sisi psikologis anggota polri, toh anggota polri juga manusia. Seandainya saja sipil yang berhadapan dgn kita, mereka bersikap dgn baik dan santun, tentunya hal tersebut tidak mgkin terjadi. Sebagai contoh berdasarkan observasi saya yg sring saya alami sbg anggota polri ketika menghadapi unjuk rasa, massa kerap kali memancing emosi dan keributan, seolah2 polri di anggap musuh mereka, dan mreka tidak segan2 lagi menghujat, bahkan memulai terlebih dahulu melakukan penyerangan dan pemukulan. Hal tersebut lah yg membuat bentrokan polri vs sipil, wajar saja anggota polri tsb marah, mreka kan jg manusia yg punya rasa kesal & marah. Semut aja yg di injak saja berani melawan, apalagi kita…. Jd dari hal tersebut, jangan menyalahkan polri sbg aparat yg anarkhis….Salam Bravo for Indonesian POlice…

    @ Andi: terima kasih atas tanggapannya ….

  6. Soal kekerasan polisi jadi ingat polisi pakistan. Jauh jauh deh dr mereka. G peduli orang lokal atau asing, enteng saja nyabetin kayu entah serius karena salah atau iseng. Bener lho iseng. Polisi pakistan terkenal suka mentung cuma dengan alasan iseng.

    @Kodir: walah .. berarti polisi Indonesia masih agak mendingan ya pak hehe

  7. prihatin, mungkin itu imbas dari Polisi ga pernah libur…Polisi itu ga pernah ada yang cuti kalo ga nyolong2, apalagi yang level pekerja di kewilayahan, kalo ga bohong ya ga bisa ada waktu sama keluarga..24 jam membantu masyarakat, buat keluarga sendiri ??? nanti kalo bang gaol jadi Kapolres Metro / Kapolda gimana ? bisa ga kasih ijin anggotanya buat liburan sama keluarga sekaliiiii aja dalam setahun..? kan keluarga yang harmonis butuh waktu bersama bang…, hehehe hayo kita liat nanti ..
    syukur2 kalo ada calon Kapolres atau calon Kapolda yang juga baca blog ini ..bikin dong bang tulisannya..( berani ga ya…)

  8. mohon maf…rupanya bang Gaol sebagai salah satu Direktur di Aseanapol, berarti nanti kalo balik ke Indonesia dan jadi Kapolda makin mantab Kepolisian kita…selamat bang..

    @Adjie: haha jadi Kapolda masih terlalu jauuuhh masanya… jadi polisi yang bener aja deh 🙂

Tinggalkan Balasan ke Ngadili Sabrang Adjie Batalkan balasan